(namakamu) memukul sedikit keras ke bahu Iqbaal. Iqbaal hanya meringis singkat.

"aku heran sama kamu, aku salah apa sih sama kamu?" tanya Iqbaal sambil mengangkat alisnya.

"kamu salah sama istri kamu." Ucap (namakamu) cepat lalu beranjak pergi menuju sofa, duduk dan langsung melihat pemandangan di luar.

Iqbaal terkekeh dengan sikap (namakamu). "ngomong-ngomong, kamu masih ingat kan soal tiga hari yang lalu?"

Shit! Kenapa Iqbaal menanyakan hal bodoh itu lagi ke wanita ini? (namakamu) sungguh masih bimbang dengan pertanyaan bodoh itu, Tuhan! Jika Iqbaal tak menikahi sahabatnya, pasti dengan senang (namakamu) akan menerimanya.

"tolong jangan ingetin aku soal itu.." ujar (namakamu) tampa menoleh kearah Iqbaal.

"tapi aku butuh jawaban kamu.." bisik Iqbaal tepat di telinga (namakamu), entah sejak kapan Iqbaal berada di belakang (namakamu), tapi itu tidak penting!

"entah lah.." lirih (namakamu) pelan.

"ku mohon.." Iqbaal memegang kedua bahu (namakamu).

(namakamu) memejamkan matanya, berusaha menenangkan batinnya yang merasa tersiksa. "aku, aku masih ga bisa jawab pertanyaan kamu, baal." Ucap (namakamu) sambil membuka matanya, lalu membalikkan badannya kearah Iqbaal.

Iqbaal tersenyum tipis, lalu menundukkan kepalanya. "kalo kamu mau kembali ke tujuan kamu yang dulu juga gapapa," ujarnya pelan.

"maksud kamu?" tanya (namakamu) tak mengerti.

"tehh ody pernah bilang, kamu ingin membesarkan Diana sendiri, dan membiarkan dia memilih jodoh untukmu saat ia besar, benarkan?" (namakamu) membuang muka kesembarang arah lalu bangkit dari duduknya dan duduk di tepi ranjang rumah sakit.

"pulang lah.." lirih (namakamu) dengan nada dinginnya.

Iqbaal mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud (namakamu) dan juga sikapnya yang tiba-tiba mendingin sedingin es.

"Diara pasti sedang nengis karna Ayahnya.."(namakamu) terkekeh dengan getir. "pulaglah, jangan sampai Dianty dan Diara khawatir."

"aku ga mengerti maksud kamu, (nam..).' bingung Iqbaal sambil menatap (namakamu) dari tempatnya.

"itu jawabanku.." Iqbaal semakin mengerutkan keningnya, sugguh tak mengerti maksud dari jawaban (namakamu). "biarkan dia yang memilih ayahnya sendiri.."jawab (namakamu) dengan tatapan kosongnya.

Iqbaal menundukkan kepalanya, lalu tersenyum tipis dengan paksa dan mengangkat kepalanya, menatap wanita yang memberinya senyum tipis yang sungguh terlihat di paksa.

"maaf.." lirih (namakamu) pelan.

"gapapa, aku tau jawaban kamu yang terbaik untuk kita, dan aku bisa terima.." sepertinya (namakamu) masih tak tega, hingga ia bangkit dan langsung memeluk Iqbaal dengan erat.

Didalam pelukan yang (namakamu) tunjukkan, entah mengapa air bening keluar dari kedua kelopak mata Iqbaal, sungguh jawaban yang mengiris hatinya, dan untuk pertama kalinya Iqbaal merasakan hal yang serupa dengan 4 tahun yang lalu yang (namakamu) rasakan, hati yang amat sakit.

"tapi aku izinkan kamu untuk bertemu anak kita kok, aku izinkan kamu untuk bertemu aku, aku izinkan kamu untuk bisa membesarkan dia dengan sepenuh hatimu, aku izinkan.." tutur (namakamu) sambil terus memeluk Iqbaal yang mulai perlahan membalas pelukan itu. "aku tau mungkin itu ga cukup, tapi setidaknya kamu masih bisa bertemu kami berdua, dan tetap bisa membesarkan anak kita"

"makasih, itu semua udah cukup untuk aku.." ujar Iqbaal dengan suara yang sedikit serak karna tangisannya.

(namakamu) meregangkan pelukannya, dan menatap Iqbaal dengan senyumannya yang mengembang, menghapus air mata pria itu dengan jemarinya yang sangat halus. Iqbaal menutup kedua mata indahnya, menikmati setiap sentuhan yang (namakamu) berikan kepadanya, dan sentuhan itu mulai (namakamu) hentikan,mata Iqbaal perlahan terbuka kembali. Dan menatap wajah yang sangat ia sukai, wajah dengan bibir yang tersenyum, mata coklat indahnya dan lesung pipi yang semakin membuat wajah itu nyaris sempurna. Lalu, entah ada magnet apa yang membuat Iqbaal mendekatkan wajahnya ke wajah insah itu, dan keduanya mulai memejamkan mata, lalu.....

Love Me Harder (end)Where stories live. Discover now