Prolog

129K 2.6K 66
                                    

Biasanya ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu semua orang. Salah satu hari yang tidak pernah terlupakan, mau berjalan baik ataupun buruk. Karena di hari inilah dua orang yang saling menyayangi bisa bersatu secara resmi secara agama dan hukum. Ya, ini adalah hari pernikahanku.

Sebenarnya aku menyukai event ini lebih dari apapun. Tapi ada satu hal yang membuatku tidak bisa mengeluarkan rasa bahagia itu. Satu orang tepatnya. Orang yang tidak senang melihatku bahagia dengan pernikahan ini karena dia tidak. Calon suamiku sendiri.

Menyakitkan, tapi memang inilah kenyataan yang harus kuhadapi.

Keluarga dan para undangan sudah banyak yang menyadari kebekuan janggal di antara kami. Saat mereka bertanya, jawaban yang bisa kupikirkan adalah kami hanya terlalu lelah untuk berbicara. Walau sebenarnya dia memang tidak ingin berbicara padaku dan aku juga tidak berani mengajaknya bicara duluan.

Seakan keheningannya ini kurang menyakitkan, aku tidak dibiarkan untuk menggandeng tangannya. Dia tidak mengatakannya terang-terangan. Tapi dengan kedua tangannya yang diselipkan di kantong celana dan jarak antara kami berdua yang lebar sudah cukup memberitahuku.

Begitu teman-temannya datang, dia pergi meninggalkanku dan bergabung dengan mereka. Dia yang sedari tadi hanya berekspresi datar sekarang terlihat begitu hidup; begitu ceria dan bersemangat.

Teman-temannya merasa tidak enak padaku sehingga mengajaknya kembali ke sebelahku. Seharusnya mereka tidak perlu melakukan hal itu. Karena justru aku merasa lebih sakit dari yang tadi. Bagaimana mungkin tidak menyakitkan mendengar suami barumu tidak mau mengatakan namamu di depan orang lain seakan kau itu terkutuk?

Kembali keheningan menampakkan diri begitu teman-temannya pergi. Bisa kudengar bunyi detak jantungku walau ada musik yang mengalun dan puluhan orang berbicara di waktu yang sama. Suara-suara itu terdengar begitu jauh. Rasanya hanya ada aku dan sebuah patung manusia tanpa ekspresi berdiri di sebelahku.

Sampai akhir acara kami berdua tetap seperti ini. Tidak berbicara bahkan tidak menatap satu sama lain. Lebih tepatnya dia yang tidak pernah menatapku. Aku? Tentu selalu diam-diam menatapnya.

Berdua bersamanya di ruangan penuh orang itu sudah berat dan sekarang aku harus benar-benar berduaan dengannya. Rasanya kakiku berat untuk mulai melangkah masuk ke dalam kamar hotel, memikirkan apa lagi yang akan kudapat dari pria itu.

Tapi tidak kutemukan sosok itu. Yang ada hanyalah sebuah pesan singkat bertuliskan dia pergi minum-minum di lounge dan tidak akan kembali. Kuhempaskan tubuhku ke tengah ranjang yang berukuran king size. Ranjang ini terasa sangat besar jika hanya seorang diri. Aku hanya bisa menatap nanar kertas yang bertuliskan pesan singkatnya dan mendengarkan detak jantungku sendiri. Kertas itu kuremas sampai menjadi bulatan kecil dan melemparnya sembarangan.

Aku sudah tahu bahwa dia akan meninggalkanku sendiri. Tidur di lobby pasti lebih baik untuknya daripada bersamaku. Seharusnya aku bisa mengendalikan diri. Seharusnya aku tidak mengeluarkan apapun dari mataku juga tidak memeluk bantal dan berharap bahwa dialah yang ada di tengah pelukanku ini. Tapi itulah yang terjadi. Aku menangis dan memeluk bantal dengan sangat erat mengharapkan itu dirinya.

Beginikah rasanya terikat hubungan pernikahan dengan seseorang yang tidak mencintaimu, membencimu tepatnya? Walau kau punya hubungan yang resmi dengannya tapi kau tetap tidak bisa memaksanya untuk tetap bersamamu.

Mungkin jika hanya terikat hubungan pernikahan saja aku tidak akan merasa apapun. Aku tinggal menceraikannya dan masalah selesai sudah. Tapi kasusku ini berbeda. Karena aku terikat dengannya di tempat lain selain sumpah pernikahan. Terikat dengannya di tempat yang tidak bisa dilihat dan dirasa siapapun, bahkan mungkin dirinya. Terikat di tempat yang tidak bisa dilepas dan dibuang segampang bola kertas tadi.  

Aku mencintainya. Dengan segala luka yang dia goreskan, nafasku masih ada karenanya. Dengan segala air mata yang telah kering, mataku masih menemukan kesenangan tersendiri saat bertatapan dengan mata coklatnya. Aku tidak tahu bagaimana caranya hatiku bisa menahan semua ini. Sepertinya aku tidak akan pernah tahu. Karena bagaimanapun juga, cinta hanya mengifeksi orang-orang bodoh.

Cold Marriage [Re-upload]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang