3: Kalau Masih Hidup

19.2K 1.9K 53
                                    

"Katanya Semua Nggak Akan Mau Jadi Dia"

Hari ini ada jam olahraga. Begitu sampai di ruang ganti, Dara langsung merasakan perubahan suasana secara tiba-tiba.

Awalnya ruangan tersebut berisik. Mereka tertawa, saling bertukar cerita, bahkan ada yang menjahili satu sama lain karena yang namanya ganti baju sekalipun sesama cewek pasti ada yang malu-malu.

Mereka semua mendadak diam saat Dara masuk. Rasanya tuh jadi canggung banget. Dara bener-bener nggak tau harus apa selain mengganti seragamnya ke baju olahraga dengan cepat.

Sebisa mungkin dia berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar bisikan salah satu dari mereka.

Iya, sebisa mungkin.

Sekalipun nyatanya Dara tetap mendengar namanya yang disebut berbarengan dengan nama Davi setelahnya.

Selesai mengganti pakaiannya, Dara keluar dari ruangan itu. Bahkan seragamnya yang nanti dia gunakan kembali pun belum dia lipat dengan rapi. Dia hanya mau cepat-cepat keluar dari sana.

Setelah mencapai loker, barulah dia melipat seragamnya dan memasukkannya ke dalam sana. Tapi saat ia menutup lokernya, ia tersentak dan jantungnya mendadak lemas.

Davi berdiri di balik pintu lokernya.

"Kaget?" tanya Davi, iseng.

Dara memutar bola matanya. "Ngapain di sini? Kenapa nggak ganti baju?" Kata Dara yang memperhatikan Davi yang masih lengkap dengan seragamnya.

"Gue mau ke atap."

"Hah? Ngapain?"

"Duduk aja, nikmatin angin."

"Aduh, lo mending sekali-sekali waras deh. Nggak capek apa nyari masalah mulu?"

Davi menahan tawa saat melihat Dara yang hingga sekarang masih sangat serius menganggap kalau dirinya ini memang siswa bandel yang tidak taat aturan.

"Materi penjas hari ini nggak seru. Gue nggak suka senam." Kata Davi sebelum dia berbalik arah. "Udah ya, ntar kita ketemu lagi di kelas."

Davi berlalu. Meninggalkan Dara yang masih memperhatikan punggungnya yang kian menjauh.

Begitu Davi sudah hilang dari pandangannya, ia menghela napas kemudian kembali melanjutkan langkahnya menuju lapangan.

💫💫💫


Setelah kembali mengganti seragamnya menjadi putih abu-abu, Dara mengikat rambutnya yang telah berantakan akibat olahraga tadi.

Sambil membawa paper bag berisi seragam olahraganya, ia melangkah masuk ke dalam kelas. Tapi dia tidak menemukan Davi di sana. Bangkunya kosong.

Dara sampai capek sendiri mikirin, kali ini Davi mau bertingkah kayak gimana lagi?

Mau bolos pelajaran geografi?

"Selamat siang." Sapa guru laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kelas mereka.

Biasanya setiap ada guru yang terbilang baru untuk Dara, pasti Davi bakal langsung ngenalin. Siapa nama guru itu, apa yang boleh Dara lakukan dan apa yang harus Dara hindari dari guru itu.

Tapi pelajaran sudah hampir di mulai dan Davi belum masuk juga.

Ketiduran atau gimana?

Dara menggeleng kuat saat tanpa sadar dia malah menunggu Davi masuk.

Dia punya hak apa untuk tau Davi sekarang berada di mana?

Biasanya juga kalau ada Davi di sampingnya yang dilakukan cowok itu hanya menganggunya.

Ada disuruh pergi. Giliran nggak ada, dicari-cari.

Perhatian Dara yang semula memperhatikan guru geografi yang belum dia ketahui siapa namanya itu, mendadak teralih ke arah Davi yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Lagi dan lagi, sumpah Dara kayak udah kehilangan rasa heran saat menghadapi sikap Davi.

Davi masuk ke dalam kelas tanpa rasa bersalah. Dan parahnya guru yang keliatan galak itu tidak marah sama sekali.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan kelas ini?

"Gue bagi tips dong, gimana cara masuk kelas kalau telat tanpa dimarahin guru?" sindir Dara tanpa mengalihkan perhatiannya ke arah Davi yang baru saja duduk di bangkunya.

"Jangan di contoh. Apalagi di pelajari. Semua orang yang masih mau hidup nggak akan mau jadi gue."

"Lo terlalu beruntung sih. Apapun yang lo lakuin, pasti seenak jidat lo."

"Udah jangan di bahas. Nggak penting." Kata Davi sambil mengelus sikunya. "Ini kenapa siku gue nggak hilang-hilang sih sakitnya."

"Lo habis kenapa? Perasaan dari kemarin badan lo sakit-sakit mulu." Tanya Dara yang melirik ke arah siku Davi yang memang mengeluarkan banyak darah. Lukanya persis seperti terseret aspal. "Aduh itu kenapa nggak lo obatin? Coba sini gue liat." Dara hendak menyentuh Davi, tapi Davi malah menghindar.

"Jangan sentuh gue. Dan jangan pernah coba-coba buat sentuh gue." Davi memberikan peringatan tegas pada Dara. Hingga Dara dibuat terdiam, tidak bisa membalas apa-apa.

Dia shock.

Dengan cepat Davi pergi keluar kelas. Lagi-lagi sesukanya, tanpa meminta izin terlebih dahulu ke arah guru geografi di depan sana.

[DSS #1] : ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang