Iqbaale tersenyum manis. "Pantas banyak yang suka sama kamu.." kata Iqbaale suskses membuat seluruh muka (namakamu) memerah, sangat merah.

"apa...host.." Deru nafas (namakamu) masih tak beraturan, namun suara dan lidahnnya kini bisa berucap satu kata. "Apa kecuali dirimu...?" Tanya (namakamu) pelan tak yakin dengan apa yang ia ucapkan.

Iqbaale semakin mengembangkan senyumannya, lalu ia terkekeh pelan, dan..

'cup..' dengan lembut iqbaale melumat bibir mungil (namakamu). (namakamu) keget dengan perilaku iqbaale, tetapi, sedetik kemudian, ia menikmatinya dengan lembut pula, tak ingin lehernya lebih parah dari sekarang.

Sadar kah mereka? Saat mereka melakukanna itu, seorang wanita memasukki ruangan itu, wanita itu menatap sedih sepasang suami-istri itu, ya, dia Dianty. Merasa tak kuat, Dianty pun langsung keluar ruangan itu, bahkan ia akan pergi ke rumahnya.

Dua menit kemudian, iqbaale menyudahi semuanya. Lalu ia tersenyum manis ke istrinya yang masih menutup matanya, namun perlahan tapi pasti ia membuka matanya, lalu menatap suaminya dengan tatapan datar.

Iqbaale terkekeh pelan dan hampir tak terdengar oleh (namakamu). (namakamu) mengangkat dahinya, mengisyaratkan 'ada apa?'. "Termasuk aku.." jawab Iqbaale dengan senyumannya yang masih ia kembangkan.

(namakamu) meneteskan air matanya, senang, terharu mendengar ucapan dan perlakuan Iqbaale yang berhasil membuat hati yang sakit itu hampir sembuh.

Melihat istrinya menangis, Iqbaale langsung menghapus air mata (namakamu) dengan ibu jarinya.

"makasih.." ujar (namakamu) pelan. Iqbaale mangangguk. "Ku harap itu bukan pilihan dari pertanyaan bunda dan aku.." kata (namakamu) mempu membuat jantung iqbaale bergetar tak menentu, lidahnya terasa kaku untuk berucap, suara emasnya pula tak dapat ia keluarkan, kaku seluruh tubuhnya, mukanya masih satu jengkal dari muka (namakamu).

(namakamu) sedikit menunduk, yah walau sebenarnya susah. "Aku minta tolong ke Bunda soal pertanyaan tadi. Aku berpikir,"(namakamu) menggantungkan kata-katanya, entah kenapa sedemikian. "Aku tau Diyanti ga mau hatinya sakit," lanjutnya. "sama seperti aku saat ini."

'Degh..' entah kenapa, ucapan (namakamu) yang terakhir membuat hati iqbaale sedikit sakit, walau sebenarnya masih lebih sakit saat (namakamu) melihat iqbaale mencium pipi Dianty.

"Aku wanita, Bunda Rike wanita, tehh ody wanita, Fadhillah [anak tehh ody yang ke-2] juga wanita," ucap (namakamu). Iqbaale sedikit mengerutkan dahinya. Tak mengerti dengan ucapan (namakamu). (namakamu) menghela nafas. "begitu pula Dianty, dia wanita, sama seperti aku.." lanjut (namakamu).

"Lalu?" Iqbaale masih tak mengerti dengan ucapan istrinya kali ini.

"hati kami semua bisa terluka kapan saja, walau itu hanya karna seorang pria yang berani menyelingkuhi wanita itu," (namakamu) mengangkat kepalanya, melatap tajam manic iqbaale, lalu sedikit mendorong kedua bahu iqbaale. "dan aku rasa, slama ini Dianty merasakan hal yang sama seperti aku, sakit hati, batinnya tersiksa, dan.."

"Aku yakin Dianty bakal baik-baik aja.." Iqbaale bangkit dan langsung memegang erat kedua bahu (namakamu), menatap (namakamu) dengan tajam.

"Tapi aku ga baik-baik aja baal.." air mata (namakamu) kembali hadir. "Satu tahun membangun rumah tangga sama kamu, dan saat aku pengen nanya sesuatu sama kamu, aku slalu inget Dianty, pacar kamu slama 7 tahun ini, sahabat bahkan aku udah anggap di kayak saudari aku sendiri," jelas (namakamu). "aku ga tenang, meski pun kamu udah jadi suka sama aku, aku tetep ga tenang karna Dianty masih berhubungan sama kamu!" Suara (namakamu) meninggi.

Iqbaale kembali terduduk lemas, lalu menundukkan kepalanya.

"Aku Cuma minta jawaban dari kamu! Aku atau Dianty?" Tanya (namakamu) sambil menatap Iqbaale tatapan 'tolong jawab!', yah, itu arti tatapan (namakamu) kali ini.

Love Me Harder (end)Where stories live. Discover now