Namun, jika ia menghubungi sosok yang di rindukannya akankah ayahnya mengangkat panggilan darinya, ia tahu bahwa ayah yang di cintainya belum sepenuhnya memaafkan atas kejadian itu yang menimpa bunda, tapi salahkah jika ia menelepon ayahnya sekarang?

Lama kayla beragumen dengan pikirannya dan akhirnya ia memutuskan untuk menelepon ayahnya, ia tahu bahwa pada pukul dua pagi ini ayahnya masih berkutat dengan dokumen di meja kerja nya di sana, karena dulu setiap kayla menelepon dini hari ayah selalu mengangkat panggilannya walaupun balasan darinya begitu dingin dan meminta kayla untuk tidak meneleponnya lagi.

Dia letakkan benda persegi empat itu di daun telingannya menunggu panggilannya di jawab oleh ayah yang di rindukannya, beberapa detik kemudian panggilan darinya terjawab.

"A-..Ayah," panggilnya dengan suara bergetar. Yang ia dengar hanya keheningan setelah ia memanggil Ayah.

"Kay...Kay.. kangen Ayah," suaranya mulai terbata setelah lama menunggu suara Ayahnya, helaan nafas lelah terdengar dari sana, ia harus sadar bahwa ayahnya tidak akan merindukan sosoknya yang pembawa sial, tidak akan pernah.

"Sudah saya bilang jangan pernah telepon saya Kayla, saya sibuk." jawaban dari ayahnya seperti pisau yang menyayat ulu hatinya dengan pelan menimbulkan rasa yang begitu perih, air mata yang di tahannya selama ini kini mengalir deras mendengar kalimat yang tak pantas di ucapkan oleh seorang Ayah.

Sebegitu bencinya Ayah membenci ku? Jeritnya di dalam hati.

"Ayah, Kayla butuh kehadiran Ayah di sini," pinta nya dengan nada memohon berharap kali ini ayahnya akan luluh dan mulai mencoba untuk memaafkannya, tapi jawaban dari Ayahnya membuat tubuhnya berdiri kaku.

"Gak perlu kamu mengharapkan kehadiran saya, melihat wajah mu saja udah buat saya muak dan kamu gak lebih dari pembawa sial di keluarga saya, kamu bunuh istri saya hanya untuk membeli apa yang kamu inginkan! Jika sekali lagi kamu berani menelepon saya akan saya pastikan hidup mu gak akan bahagia Kayla."

Telepon pun tetutup dengan sepihak, Kayla tak menyangka ayah kandung nya akan berkata seperti itu, dunianya seakan berhenti mengingat kilasan-kilasan yang di tutupnya rapat-rapat.

Ia tersenyum kecut menyadari takdir hidupnya begitu miris, menyedihkan dan tragis. Rahang wajahnya mengeras dan melemparkan benda persegi itu keatas tempat tidurnya, di ambilnya sebuah benda berukuran kecil dengan mata pisau yang begitu tajam dan tanpa rasa takut atau kasihan dengan ulah nya, kayla menyayat tangannya dengan pisau, berharap rasa pedih itu kembali di rasakan di tubuhnya.

Satu sayatan.

Dua sayatan.

Tiga sayatan.

Empat sayatan.

Lima sayatan.

Cairan kental berwarna merah mengalir deras di tangannya, namun ia masih belum merasakan sakit di tubuhnya, jika orang melakukan sepertinya mungkin satu sayatan sudah membuatnya sakit bahkan bisa pingsan, namun tidak untuk tubuhnya, sayatan yang di buatnya tidak membuat tubuhnya sakit sedikitpun.

"Aku ingin mati, Tuhan." ucapnya dengan suara putus asa sambil menengadahkan kepalanya ke atas dengan mata tertutup berdoa agar permintaanya di kabulkan oleh maha kuasa, ia sudah tidak kuat untuk terus hidup di atas penderitaan seperti ini lebih baik ia menyusul bundanya yang berada di alam sana.

Lorcin

Lorcin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
K A Y L A (SUDAH DI TERBITKAN)Where stories live. Discover now