Two Blonde Girls

Mulai dari awal
                                    

“Halo?” tanyanya lemas. Suara itu dikenalnya baik. Man in Black yang meneleponnya.

“Kenapa? kau kedengaran lemas. Apa yang terjadi?” dia melenguh kesal. Man in Black terlalu peka. Terlalu sulit untuk menyembunyikan sesuatu darinya.

Dia menggigit bibir. “Ada yang salah padaku barusan. Maafkan aku.”

“Apa yang terjadi?” pertanyaannya tak berubah.

Dia menarik nafas. “Aku… aku tadi menahan Asa karna dia mengejarku. Tapi aku.. aku lupa membuatnya tidak sadarkan diri. Dia menarik wig dan tas tanganku. tapi dia tidak melihatku, aku sudah menutup matanya duluan.”

Man in Black terdiam di ujung sana. “Kau tidak mungkin lupa. Kau sengaja melakukannya kan?”

Dia melenguh kesal. Sialan, Man in Black terlalu mengenalnya! “Oke, oke, baiklah!” geramnya. “Aku memang tidak lupa. Aku… aku juga tidak sengaja. Ugh, intinya, aku… aku tidak mampu melakukannya.”

Man in Black terdiam sejenak disana. “Kenapa?” pertanyaan itu keluar.

Dia terdiam. “Entahlah, mungkin karna dia seumuran denganku. Dia anak yang berbakat, dia… hebat. Aku jadi takut melukainya.”

Man in Black tertawa hambar. “Kau bercanda kan, Ve?”

Dia menggerutu dalam hati. Man in Black lagi-lagi terlalu pintar untuk dibohongi! “Oke! Dia terlalu cakep, aku gak bisa memukulnya!” gerutunya putus asa, berharap agar Man in Black percaya padanya.

Man in Black terdiam sejenak di ujung sana, sebelum akhirnya tertawa terpingkal-pingkal. Dia tertegun. Tunggu, masa dia berhasil sih membohongi Man in Black…

“Akhirnya kau sekarang menjadi anak muda yang normal, Ve!” pekik Man in Black sambil terpingkal-pingkal. Dia mengangkat sebelah alisnya. Hei, Man in Black benar-benar terbohongi!

“Untunglah aku normal kan?” gerutunya, melanjutkan kebohongannya. “Pokoknya, dia tidak melihatku. Itu yang terpenting kan?”

“Yang terpenting, kau tidak gagal pada misi ini,” gumam Man in Black kembali serius. “Ve, ini bukan misi biasa. Ini misi dari orang nomor satu di Freemason. Kau tidak bisa memandang kasus ini seremeh kasus yang lain. Empat orang ini harapan terakhir Freemason.”

“Aku tahu,” gumamnya. “Aku tidak memandang rendah misi ini kok.”

“Jangan lakukan kelengahan seperti tadi,” gumam Man in Black. “Kalau kau memang tidak bisa menangani laki-laki cakep, fokus saja terus. Aku tidak mau mengirim pengganti lain hanya karna kau tidak bisa menangani hormone pubertasmu.”

“Puih, pubertas?” dia nyaris tertawa. “Kau konyol! Tentu saja aku bisa menangani hal sekecil ini. Aku hanya agak kaget tadi.”

“Well, kalau kau mudah kaget karna melihat cowok cakep, bisa gawat. Karna 3/4 The Fourhorsemen kan laki-laki cakep.”

Dia mendengus. “Nah, nah, sekarang kau malah kedengaran seperti homo!”

Man in Black tertawa. “Oke, baiklah, aku harus segera pergi. Ingat, hati-hati, dara kecilku.”

Dia tersenyum pelan. “Dara? Ah, sebutan yang imut sekali, walau aku tak cocok disebut dara rasanya. Bagaimana kalau elang? Kurasa elang lebih jantan daripada burung dara.”

“Aku tidak mengatakan kau itu selembut dan sepolos dara, Ve,” gumam Man in Black. “Kau itu dara dari lahir. Yang kumaksud itu namamu.”

Dia terdiam sejenak. “Ah ya, nama itu.”

“Aku tahu kau hidup dengan berbagai nama palsu, tapi nama aslimu hanya ada satu,” dia dapat menebak kalau Man in Black pasti tersenyum diujung sana. “Daah, Ve.”

Now You See MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang