20 : Penyiksaan Dengan Kecemburuan

Start from the beginning
                                    

Ia berbalik untuk mengambil sebilah pisau eksekusi dari meja. Pisau eksekusi? Yep, itu pisau milik pemerintah yang khusus dibuat untuk mengeksekusi tahanan. Tapi, yah, Bleeding Tree berhasil mendapatkannya.

"Kenapa pisau nya gak berkarat?" Berdasarkan pengalaman pernah dieksekusi tujuh kali, biasanya pengeksekusian selalu menggunakan logam berkarat.

Lalu gue baru sadar metode pengeksekusian ini. Rencananya dia akan menguras darah gue hingga habis dan gue mati, atau sampe gue nyerah dan ngasih tau semua informasi yang dia mau. Gue punya seribu alasan buat milih mati dibanding nyerah.

"Gue gamau waktu kita udah nikah nanti, gue kena tetanus gara gara lu."

"Terserah lah."

"Kalau itu yang lu mau. Terserah lah." Lelaki itu maju dengan pisau eksekusi di tangan kanannya. Seyum liciknya membuatku jijik.

Ian Parker tersenyum puas ketika menempelkan bilah pisau eksekusi itu ke kulitku.

• • •

Mata gue berkunang kunang. Pastinya karena kekurangan darah. Aku melirik baskom (eeh pada tau baskom itu apaan, kan?) yang diletakan di bawah bagsal. Darah yang gue keluarin udah lumayan banyak. Makanya gue juga bingung kenapa gue gak pingsan dari tadi.

"Lu nyerah?" Ian duduk di kursi, gak jauh dari gue. Ia melipat tangannya.

"Gaakan."

"Oke, mari kita sama sama tunggu sampai lu nyerah."

"Kenapa malah lu yang eksekusi gue? Kenapa lu ga nyuruh anak buah lu aja?" Aku menggigit bibir, berusaha memikirkan bagaimana caranya melepaskan ikatan ini dan tak kehabisan darah selama mungkin.

"Begitu gue tau mereka berhasil nyulik lu, gue seneng banget. Jadi gue mengajukan diri untuk mengeksekusi lu secara langsung. Sebenernya lu beruntung juga, sih. Karena kalau gue suruh anak buah gue yang eksekusi lu, gue rasa lu udah mati dari tadi."

"Kenapa lu malah ngajak gue ngobrol ngobrol kayak gini?"

"Kita hanya perlu nunggu lu pingsan, nyerah, atau mati kehabisan darah. Yah, anggap aja ini 'kencan sebelum kematian' lu."

"Lu brengsek."

"Ya beruntung buat lu, lu dijodohin sama lelaki brengsek kayak gue, yang merupakan pemimpin organisasi kriminal terbesar di dunia."

"Gue gabakal mau nikah sama lu."

"Oh, kita bakal menikah, Luna. Cepat atau lama. Mau tak mau. Kalau lu gamau pun, bokap lu bakal maksa lu. Dan saat itu terjadi, bahkan Satria lu itu gabakal bisa buat apa apa."

Deg. Darimana dia tau Satria? "Satria? Apa hubungannya?"

"Ayolah, lu terlalu pinter buat sok jadi bodoh. Tentu aja lu tau Satria. Bahkan lu suka sama dia, kan?"

"Darimana lu bisa mikir gue suka sama Satria?" Aku melirik jam dinding. Baru lima menit darahku dikuras perlahan lahan, namun rasanya sudah seperti lima tahun.

"Gue udah mata matain kalian berdua selama lima bulan terakhir. Bahkan sampai ke Medan. Lu inget waktu lu dan Satria beli es krim di taman? Penjual es krim itu...yep, dia agen Bleeding Tree yang menyamar.

"Dan asal lu tau..." Ia mengambil sebuah remote control dari atas meja, dan menyalakan televisi transparan yang terpasang di dinding. "Mereka pacaran."

Di televisi itu terdapat sebuah foto Satria merangkul seorang gadis. Mereka tertawa dan terlihat sangat bahagia. Aku kenal gadis itu. Tunggu. Gamungkin.

"Ya, itu Reta Carter, sepupu lu sendiri, yang juga agen White Horse kelas 3. Dia nikung lu dari belakang, Luna." Ian mendecak decak. "Ck ck ck. Gue kasian sama lu, Luna."

Foto lain menunjukan Satria sedang mencium Reta. Di bibir. Dengan latar belakang tulisan Tommorowland. "Foto itu diambil beberapa hari yang lalu. Lu tau, kan, sepupu penikung lu itu balik ke Jakarta sebulan yang lalu? Selama sebulan itu gue denger mereka selalu bareng kemana mana. Bahkan katanya, mereka sempet...tidur bareng."

Sekarang aku tahu. Rasa sakit yang kurasakan di dadaku sekarang, rasanya jauh lebih sakit dibanding saat Ian mensukan pisau eksekusi itu ke kulitku. Dan rasa cemburu dan rasa marah yang bercampur...rasanya sangat menyesakkan.

"Lu bohong," kataku, berusaha membuat suaraku tak bergetar. Namun gagal. Ian tersenyum puas. "Foto itu hanya editan."

Darah yang mengalir perlahan lahan di kulit gue, terasa panas. "Terserah lu mau percaya atau enggak," kata Ian, mengangkat bahu tak peduli. "Silahkan aja tanya ke Retria."

Aku langsung tahu kepanjangan Retria. Itu kepanjangan dari Reta dan Satria. Bahkan mereka sudah membuat nama pasangan.

Kepalaku berputar putar, semakin parah. Aku kehilangan darah terlalu banyak.

Sebelum aku pingsan, aku sempat mendengar pintu ruangan itu didobrak dengan suara keras, dan tujuh orang memasuki ruangan, dipimpin oleh Agen Lester.

Syukurlah, mereka akan menyelematkanku.

Jika mereka tak berkhianat.

• • •

Yang pertama kali gue liat ketika gue bangun adalah cahaya yang tepat menyinari wajah gue. Silau.

"Luna? Nah, bagus, lu udah sadar." Wajah Thomas Lester menyambut gue. "Lu kehilangan banyak darah, tau."

"Kita dimana?"

"Di pesawat jet, menuju Medan."

Gue baru sadar ada empat kantong darah yang mengalir ke dalam tubuh gue. "Apa darah gue kehilangan sebegitu banyak?"

Thomas mengangguk. "Waktu lu ditemuin, keadaan lu udah parah. Untung lu selamat."

"Gimana Ian?" Gue duduk dengan susah payah. "Lu berhasil nangkep dia, kan?"

Ekspresi muram terlihat di wajah Thomas. "Awalnya gitu. Waktu kami mendobrak pintu, dia keliatannya pasrah. Lalu Agen White dan Agen Eaton ditugasin buat ngawal dia ke pesawat. Namun dia berhasil kabur dengan mengalahkan Gina dan Peter." Agen Lester memijat dahinya. "Dia selalu berhasil kabur."

"Gimana Agen White dan Agen Eaton? Baik baik aja?"

"Mereka baik baik aja. Cuma tangan Gina keseleo dan mata Peter bengkak. Oya, lu gak kasih tau apa apa ke Ian, kan?"

Gue menggeleng sambil tersenyum. "Gak kok. Tenang aja."

"Ian bilang apa sama lu?"

"Dia cuma pengin tau informasi White Horse doang." Dan ia mengatakan bahwa sepupu gue jadian dengan orang yang gue suka. Bego nya, gue percaya Retria bener bener ada.

*

Chapter kali ini agak sadis, kalau dibanding chapter chapter yang lalu. Maafkan authornya karena ada kata kata yang patut disensor tapi gak gue sensor.

Cie ada yang cemburu. Haha maksud gue Luna. Next chapter bakalan ada drama. Hihi biar seru gimanaa gitu (ah gue alay).

Adakah yang udah nebak kalau Gina Jasmine White ternyata agen White Horse? Yep. Kalau ada yg udah nebak sejak dulu, sini gue kasih goceng. Eeh enggak deng. Canda canda.

Satu lagi. Kemaren gue baru nonton Edge of Tommorow. Dan tiba tiba aja gue dapet ide. Idenya? Pemeran Leila Carter. Gue udah nemu aktris yg menurut gue cocok jadi Leila. Yep, bisa dilihat di mulmed. Siapa dia? Nonton Edge of Tommorow dungs. Nanti tau deh.

Oke, sampai jumpa minggu depan!

Agent 'Nerds' Carter | ✔Where stories live. Discover now