11 : Bertemu Joshua Han

5.8K 301 2
                                    

Sori guys kalao gue selalu nebar janji kalo chapter selanjutnya bakalan lebih baek. Padahal nyatanya, bikin chapter berkualitas itu susah lho. Pake banget. Idih kok gue jadi alay, ya?

Tapi bakal gue hargain banget kalo ada yg mau vomment meskipun gue gak begitu bangga sama beberapa chapter yang lalu. Bahkan belum juga gue nulis ni chapter, gue dapet firasat buruk hasilnya bakal gabegitu bagus. Jadi makasih banget yg mao vomment, walau gue gayakin bakal ada.

*

"Ini Agen Joshua Han. Dia agen penjagamu selanjutnya. Baik baiklah dengannya. Aku harus buru buru pergi," kata Oom Thomas, yang langsung kabur tanpa menunggu reaksi ku. Yep, Joshua Han. Agen yang dilawan Luna Carter sebulan yang lalu di White Horse Weekly Tournament. Masih ingat?

Omong omong, sekadar info saja, dari pertandingan Luna, dia mendapat 3,8 juta rupiah. Aku masih menyimpan uang itu di dalam lemari yang selalu kukunci.

"Hai. Kau pasti Satria Syujana. Aku Joshua Han. Panggil saja Josh, oke?" Ia menjabat tanganku. Jabatannya yang mantap menunjukkan bahwa ia merupakan orang yang percaya diri.

"Uh-huh. Senang bertemu denganmu."

"Pff. Nyelo aja kali. Bahasa lu kaku banget."

Well banyak juga agen White Horse yang memiliki aksen Betawi yang lumayan kental. Dan Josh ini salah satunya. "Haha gue kira lu orangnya formal," kataku dengan nada bercanda.

"Penampilan bisa menipu, kan?"

Oke, ini awkward. Banget ("Fix authornya alay," gumam Satria. Setengah takut dengan author yang lagi PMS).

"Jadi...lu biasanya ngapain jam segini?"

Sekarang jam 06.31. "Tidur," jawabku jujur. Memang itu benar, aku sedang tertidur lelap ketika Oom Thomas membangunkanku dan memperkenalkanku dengan Josh. "Gue biasa bangun jam 07.30 sih."

"Yaudah lah. Sono gih, tidur lagi." ("Wew, bahasanya," kata Luna. "Apaan dah? Suka suka gue kali, Carter. Lagi lu ngapain disini. Lu harusnya di Jakarta, neng," kata sang author PMS. "Udah gue bilang dia lagi PMS," kata Satria.)

"Lu nunggu di depan kamar gue, kan?"

"Iya, Paduka Raja. Tenang aja."

"Anjir. Gue bukan bangsawan kali." Aku berjalan kembali menuju kamar dan megunci pintu. aku selalu mengunci pintu kamarku. Ayah yang selalu menyuruhku melakukannya, bahkan waktu kami masih di Jakarta.

• • •

"Mau kemana kita?" tanyaku, berusaha menyamakan langkahku dengan Josh yang berjalan dengan cepat ke arah gubuk tua alias pintu masuk para agen ke markas besar White Horse.

Setelah urusan rumit dengan Agen Nadine, sang resepsionis, kami sampai di markas besar, yang sepertinya agak lengang hari ini. "Oi, jangan kacangin gue kenapa si," kataku, akhirnya berhasil menyamakan langkah dengannya.

"Kenapa si? Bawel amat lu. Kan udah gue bilang, ikutin gue aja," kata Josh, berhenti dengan sangat tiba tiba. Aku hampir menabraknya.

"Lah lu nyuruh gue buat ngikutin lu tanpa pertanyaan? Gimana kalau lu ternyata bawa gue ke...kemana gitu..."

"Kamu kok gak percaya sama aku?" tanyanya dengan nada terluka. Lebay, pikirku, memutar mata jenuh. Beberapa agen yang lewat, memandang Josh sambil geleng geleng kepala.

"Lebay banget lu jir. Jijik tau gak."

"Haha dedek cuma mau liat abang tersenyum kok."

"Najis najis najis. Jijik dah. Homo lu jir."

(Muehehehe gue ngakak beneran bayangin Jack Johnson ngomong gitu. Anjeer dan mantjay pada saat yang bersamaan...)

"Ih, enak aja lu ngatain gue. Kayak sendirinya kagak aja. Eeh..."

"Kampret emang lu. Belom pernah digedik pake wajan, ya."

"Udah ah. Kita cuma buang buang waktu disini." Sialan. Sekarang kepribadiannya yang sok serius yg keluar. Yep, aku tahu Joshua 'Sedeng' Han ini memiliki tiga (biar gak mainstream) kepribadian. Yaitu, sisi lebay seperti yang baru saja kalian saksikan, sisi kaku yang ia tunjukan sekarang, dan sisi normalnya, yang kadang mendekati sisi lebay.

Gangerti? Sama. Aku juga enggak. Salahkan author nya.

"Yok ah lanjut. Entar biar gue jelasin kalau udah sampe."

"Sableng emang lu ih. Lu ngomong kayak gue yang salah padaha..."

"Syit! Kita telat! Buruan ah. Lu lari lama amad sih. Cepet dikit napa elah."

Aku menghela napas panjang. Kenapa sekarang aku jadi sering dijaga oleh makhluk supranatural ini?

Hayati lelah bang.

("Bused aneh aneh aja lu thor," kata Satria. "Yee biarin aja kali. Gue bisa bikin lu homo sama si makhluk supranatural itu. Suka suka gue lah," kata sang author gemas. "Eeh ada apa ini manggil manggil saya?" Joshua merasa terpanggil. "Wiih gue tinggal beberapa minggu aja udah ancur ni cerita. Kasihan gue sama lu thor," Tiba tiba Luna datang menanggapi. "Woy balik lu, Carter, ke Jakarta! Sono sono balik! Hus!")

Siip. Udah.

Udah?

Yea.

Sekian chapter 11 yang payah dan garing ini. Pendek, kan? Iya iya gue tau kok. Biarin aja. Gue bingung lagian pengin nulis apaan, jadinya malah jadi komedi picisan gini deh. Huahaha. Klo gamau vote, yasud. Gue gak memaksa dan tak berharap. Soalnya gue ragu bgt sumpa klo bakal ada yg mau vote chap ini.

Info mulmet : Chloe Gretz as Agen Nadine, the recepsionist :0

Kapan update next chapter? Seabad lagi kali. Abis gue beauty-sleep seabad. Hahaha yakali dah. Mungkin seminggu lagi. Berikan author ini waktu seminggu, oke? Buat mikirin kelanjutan ni cerita yang payah sangat.

Oke?

Still love you,
Sincerely your author
-mel

Agent 'Nerds' Carter | ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें