Kisah dari Celah Hutan -- @izaddina

199 7 0
                                    

uname:
judul: kisah dari celah hutan
tema: api unggun
***
Bulan sedang bersemayam di langit, parasnya bercahaya. Seorang pemuda duduk di kosen jendela, wajahnya hanya tampak sebagian akibat gelapnya malam. Di rumahnya sedang padam listrik, begitupun bangunan-bangunan yang ada di kompleknya. Yang bisa dilakukan pemuda itu hanyalah memandangi sang dewi malam.

Di samping kosen, terdapat meja belajar dengan kertas-kertas berserakan. Bibir tipis pemuda itu mengerucut sebal. Lusa, naskah komiknya sudah ditagih dan dua hari terakhir rumahnya kena pemadaman bergilir. Andai orangtuanya mau membeli genset untuk rumah mereka, tentu takkan begini jadinya.

Mengeluh sepanjang apapun, pemuda itu tetap tidak bisa membuat lampu kamarnya menyala. Dia pun bangkit dan melompat dari jendela. Gemerisik rumput menyapa kakinya saat ia mendarat. Dengan bantuan sinar bulan dan lampu kendaraan yang beberapa kali melintas di depan rumahnya, pemuda itu mengambil sepatu sneaker-nya.

"Rot, mau kemana?" suara yang terdengar seperti wanita paruh baya berseru saat pemuda itu membuka pintu. Dia memutar mata, berpikir sejenak.

"Mau ke rumah Odi, Bu! Numpang ngomik!"

"Bantuin Ibu dulu, Jarot!" wanita paruh baya itu berseru kesal. Tetapi, pemuda bernama Jarot itu sama sekali tak peduli dengan teriakan ibunya. Kaki panjangnya melenggang santai saat keluar dari pagar rumahnya. Jarot tidak berjalan ke arah rumah temannya, melainkan menuju hutan kota.

Entah kenapa ia ingin pergi ke hutan kota. Jarot tahu sekali, hutan itu tak pernah lagi terurus sejak sebelum ia lahir, tapi sebetulnya tempat itu indah.
Beberapa kali ia menyusup ke dalam hutan itu hanya untuk duduk-duduk di samping kolam yang tenang, merenung.

Kenapa orang-orang lebih suka nongkrong dalam bangunan modern pencakar langit, ya? Padahal, terlepas dari berbagai macam desas-desus yang menyebar, tempat ini jauh lebih nikmat untuk mengobrol daripada kafe yang penuh ingar-bingar. Setidaknya, tempat ini menenangkan, dan itu lebih dari cukup untuk melepas kepenatan.

Jarot membersihkan kaosnya yang sempat tersangkut ranting-ranting kecil saat melintasi semak-semak. Dia menyunggingkan senyum saat menatap permukaan air yang tenang. Daripada mengeluh, merutuki nasib di rumah, lebih baik duduk-duduk di tempat ini sejenak sembari relaksasi.

Air yang tenang itu sedikit beriak saat Jarot mencelupkan kedua kakinya. Sensasi dingin langsung merasuk tulangnya. Secepat kilat ia mengangkat kakinya, menggigil. Dia menyesal tidak membawa jaket. Pemuda itu menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya, juga meniupinya. Saat itulah, matanya menangkap sesuatu yang ganjil.

Di balik semak-semak, ada api-api kecil, juga terdengar nyanyian yang samar-samar. Tidak begitu jelas terlihat, namun ada yang menari pula di sana, mengitari api kecil itu. Yang jelas itu bukan manusia, karena tidak ada manusia setinggi jempol orang dewasa.

Mata sipit Jarot mengerjap-ngerjap, memastikan penglihatannya tidak salah. Dan, ya, api-api kecil serta makhluk-makhluk mini itu masih ada di sana. Jarot merasakan hasrat untuk berjalan ke sana, mengecek matanya yang mungkin berhalusinasi. Dia pun mengendap-endap, langkah kakinya nyaris tak terdengar.

*

Keluarga Ros sedang bahagia, sebab kakak Ros akan menikah esok hari. Untuk merayakan hari terakhirnya bersama keluarga, Ros pun berinisiatif mengadakan pesta api unggun.

Ikan-ikan siap dibakar, dagingnya sudah dilumuri bumbu. Ros juga telah menyiapkan roti-roti buatan kakaknya yang terkenal nikmat. Keluarga lainnya yang tinggal di dekat rumah mereka juga diundang. Ros yakin acara kali ini akan menyenangkan.

"Kak El, nanti cerita-cerita soal malam pertama, ya," Adera berkata dengan seringai mesum saat membantu gadis itu mengangkat kue kering dari oven.

Ella mendengus sebal. "Kau selalu mesum. Cepat nikah sana."

Oneshoot 45 temaWhere stories live. Discover now