Pensil -- @Hyderia

344 24 6
                                    

Uname:
Tema: pensil
Judul: pensil
***

Minggu pagi yang cerah, dimana para burung berkicau meriah. Langit biru terang membuat senang setiap mata yang memandang.

Semilir angin berhembus pelan. Merontokkan daun-daun tua yang kemudian secara dramatis berjatuhan ke atas tanah.

Di sebuah bangku taman, duduklah seorang gadis berkerudung merah. Tangan mungilnya asik menggambar garis-garis tak bermakna di atas kertas dengan lincah.

Mata bulatnya menatap fokus ke arah lukisan abstraknya tersebut. Dia terlihat begitu serius, sampai-sampai tak memperhatikan gelak tawa anak-anak balita yang berlarian di sekitarnya.

Seakan titik fokus penglihatannya hanya terdapat pada kertas di pangkuannya itu.

Menggambar merupakan salah satu hobinya, maka tak salah bukan, jika dia begitu tenggelam karena menikmati aktivitasnya tersebut?

Dari jauh, tampak seorang pemuda tengah berlari santai mendekat ke bangku dimana sang gadis tengah sibuk menggambar.

Pemuda itu melepaskan tas ranselnya. Lalu, dia meletakkan tas berwarna abu-abu itu di sisi lain bangku yang tak diduduki oleh gadis tadi.

Pemuda itu melirik ke arah sang gadis sejenak, namun dia hanya mengedikkan bahu tak acuh. Pemuda tersebut kembali melanjutkan lari paginya. Meninggalkan tas miliknya yang tergeletak begitu saja di samping sang gadis.

Gadis bernama Sovi itu masih saja asik dengan acara menggambarnya. Dia sama sekali tak memperhatikan lelaki tadi yang semakin berjalan menjauh.

Detik-detik telah berganti menit, namun Sovi belum juga selesai dengan kegiatan favoritnya tersebut. Bibir mungilnya mengerucut lucu saat ada sebuah kesalahan di lukisan buatannya.

Sesekali dia menghapus beberapa bagian yang dia rasa tak bagus, lalu kembali menggambar menggunakan pensil kayu miliknya.

Hapus, gambar, hapus, gambar. Begitu terus hingga dia merasa puas dengan hasil karyanya.

Panji, pemuda pemilik tas abu-abu tadi kembali berjalan mendekat. Dia kembali melirik ke arah Sovi, namun Sovi terlihat seperti tidak menyadari kehadirannya sedikit pun.

Panji mencoba mengatur kembali nafasnya yang terengah-engah akibat olahraga yang baru saja ia lakukan. Bulir-bulir peluh membanjiri wajah tampannya.

Baju kaos putihnya melekat erat di tubuh akibat keringatnya tersebut. Bukannya terlihat kotor ataupun lusuh, pesona pemuda berambut gelap itu malah semakin bertambah.

Pemuda itu lalu mendekat ke tas abu-abu miliknya tadi. Dia duduk, lalu merogoh tasnya. Panji mengeluarkan sebuah botol air mineral dari tasnya tersebut. Lalu ia meneguk isi botol itu sampai hanya tersisa setengahnya saja.

Panji menghela nafas lega. Mata kelamnya berbinar cerah saat memperhatikan anak-anak kecil yang sedang berlari-larian di sekitarnya.

Dia merenggangkan otot-otot tubuhnya sejenak. Lalu kembali melirik ke arah Sovi.

Dengan ramah, dia mencoba menyapa, "Hai."

Panji sudah mengeluarkan senyum ramahnya, namun tak ada sahutan balik dari gadis yang ia sapa itu.

Tak menyerah, Panji kembali mencoba, "Cuaca yang cerah ya?"

Sovi yang di ajak bicara, masih saja terlihat sibuk dengan Pensil dan kertas di tangannya.

Senyum ramah Panji perlahan luntur, namun ia kembali tersenyum. Walau kini hanya sebuah lengkungan canggung yang terlihat.

"Gambar apa sih, Mba? Keliatannya serius banget."

"..."

Sovi masih bergeming, seolah sama sekali tak mendengar ucapan Panji.

Sudah, bahkan lengkungan canggung itu tak lagi hinggap di wajah sang pemuda. Panji mendesah berat.

"Kenapa sih kalian para cewek selalu beranggapan kalau semua cowok itu brengsek?" Mata Panji memincing tajam. "Bahkan, ketika kami mencoba menyapa dengan baik, kalian menganggap kami seolah tak ada."

Dengan kasar Panji memasukkan kembali botol minumannya ke dalam tas. "Asal anda tau saja, jangan selalu menilai orang lain hanya berdasarkan luarnya. Buku tak bisa selalu dinilai hanya berdasarkan sampul."

Pemuda itu menghempas tas ranselnya kasar, melirik kearah Sovi sejenak, kemudian kembali melanjutkan lari paginya yang sempat ia tunda.

Panji kembali meninggalkan tas ranselnya di tempat yang sama. Dia berlari kecil dengan wajah masam yang tak berusaha ia sembunyikan.

Sovi mengalihkan fokusnya dari kertas dan pensil yang sedang ia pegang. Mata bulat gadis itu menatap bingung pada punggung tegap Panji yang semakin menjauh.

Gadis itu menoleh ke samping, tempat tas ransel milik Panji itu tergeletak.

Sebuah senyum lirih tiba-tiba terlukis di bibir gadis itu. Dengan hati-hati, Sovi lalu mencoba merobek bagian kertas tempat ia menggambar tadi, sehingga kertas tersebut terlepas dari kumpulan kertas lainnya.

Dia menatap sejenak ke arah gambar abstrak yang sedari tadi ia buat dengan susah payah itu.

Dengan perlahan, dia mulai menulis sesuatu di lembar kertasnya tersebut. Dia mencari bagian yang tak dipenuhi gambar, lalu mulai merangkai kalimat menggunakan pensil kayu miliknya.

Sovi menghela nafas pelan. Lalu menyelipkan potongan kertas berisi gambar dan tulisan tadi pada tas ransel milik Panji.

Kemudian gadis itu tersenyum kecil dan berdiri dari duduknya. Dengan langkah pelan, dia berjalan pergi. Meninggalkan kertas tadi yang ujungnya melambai-lambai diterpa angin.

Tak lama kemudian, Panji kembali. Pemuda itu menatap bingung ke arah kertas putih yang terselip di bawah tas ransel miliknya itu.

Pemuda itu duduk, kemudian melihat kertas tersebut secara seksama.

Matanya sontak langsung melebar kaget saat melihat tulisan yang tertera di kertas bergambar tersebut.

"Ck," decaknya pelan.

Dia mengusap wajahnya dengan kasar.

Panji berbisik pelan pada dirinya sendiri, "Dasar bodoh."

.

.

Kenapa kamu terlihat kesal? Maaf sebelumnya jika kamu barusan mengajak saya berbicara.

Saya tuli, saya tidak bisa mendengar apa pun yang kamu katakan. Sekali lagi, maaf sebesar-besarnya.

.

.

Kecurigaan itu seperti ujung Pensil. Jika terlalu tumpul maka tak bisa digunakan dengan baik.

Namun, jika terlalu tajam, ujung pensil tersebut dapat merusak kertas. Maka kecurigaan yang terlalu berlebihan itu juga dapat menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

Maka, hati-hati dalam berucap, hati-hati dalam bertindak dan berhati-hatilah dalam berprasangka terhadap orang lain.

Oneshoot 45 temaWhere stories live. Discover now