Don't Lie.

1.9K 257 16
                                    

Televisi di depanku kubiarkan menyala, pandanganku memang menghadap ke arahnya, tetapi otakku melintir ke dunia yang lain. Masih terbayang di benakku kejadian kemarin, Matt membentakku. Sebenarnya dia cinta padaku tidak, sih. Aku memainkan remote dengan memencet - mencet tombol yang membuat channel di televisi berubah tak jelas, seperti perasaanku padanya.

Marah? tentu saja.  Kecewa? pasti. Sebal? siapa yang tidak. Sayang? oh sudah cukup aku memusingkan diri sendiri.

Mengingat perpisahan kami di airport, Matt tidak terlihat begitu kehilangan. Sementara, yang lain masih cukup bersimpati atas insiden yang menimpaku, terutama Dylan. Kadang aku berpikir kenapa aku tidak mengencaninya saja sejak dulu. Baiklah, itu sepertinya gagasan yang buruk. Tapi ayolah, bahkan yang lain memelukku dan berjanji akan mengunjungiku. Sedangkan Matt?

He didn't even say good bye, and that hurts me so much.

"You should stop thinking about him," Mom membawa semangkuk buah cherry bersamanya di sofa. Apakah aku harus menganggap hubungan kami berakhir sampai di sini?

"Yeah," aku berdehem ketika menyadari suara lengking yang kukeluarkan, "Yeah, I mean it's not fully Alyssa's fault," bohong, aku masih sering mengutuknya karena semua yang telah terjadi. Mom memasukkan buah merah kecil itu ke dalam mulutnya, "I don't like him. I know a boy, he's my friend's son."

Jangan coba - coba menjodohkanku, Mom.

Mom tidak menyukai Matt? Tapi aku menyukainya, tidak Zoe kau membencinya, tidak tidak tidak. "Eh really? we could be a good friend, then," balasku berharap tidak melukai perasaannya. Setidaknya Mom berusaha.

Aku menyeret diriku naik ke atas menuju kamarku. Hari ini seharusnya hari dimana aku merekam video mingguan, mengeditnya, dan menguploadnya ke YouTube. Setelah semuanya siap, aku membuka rekaman dan mengambil gitarku, memainkannya. Payahnya, lagu yang kumainkan justru membuatku menangis, ini berarti proses pengeditan akan sangat melelahkan. Aku berhenti sebentar untuk menenangkan diri dan kembali memperbaikinya.

Kunyalakan komputerku dan mulai bekerja dengan software untuk mengedit. Saat itu sudah menunjukkan pukul 12 malam, tidak mungkin aku meninggalkan pekerjaan yang hampir selesai ini begitu saja. Akhirnya setelah dua jam berjuang sekaligus mengecek, aku bisa langsung menguploadnya.

Aku melemparkan tubuhku ke tempat tidur, tanganku mencoba meraih iPhoneku yang layarnya menyala menandakan pesan masuk. Ibu jariku menggeser layar dan membuka kunci. Kedua mataku menyusuri dengan cermat pesan yang masuk.

From : Matthew.

It's over.

Tidak bisakah kita berdua mengakhirinya dengan perdamaian. Sudahlah aku terlalu lelah untuk merespon pesan terkutuk ini. Tempat tidurku terasa nyaman sekali setelah lama ditinggalkan. Akhirnya, aku membenamkan kepalaku ke dalam bantal yang empuk dan terjatuh ke dalam dunia kegelapan.

Tidurku semalam rasanya sangat singkat. Aku bergerak menuju kamar mandi, menyadari aku tertidur hingga tengah hari. Karena tidak akan pergi kemana - mana, aku mengambil pakaian dari lemari tanpa berpikir panjang dan langsung mengenakannya.

Aku berjalan menuju ruang makan sambil mengusap wajahnya dengan telapak tangan, meskipun sudah mandi dan tidur untuk waktu yang lama tetap saja rasanya tidak rileks. "You missed breakfast," ujar Alexa yang ternyata baru pulang, aku tersenyum masam dan mendapati sebuah keluarga datang ke dalam rumahku tanpa sepengetahuanku. "Who the hell is that?" aku bisa merasakan salah satu alisku terangkat, "Language dear, It's my friend that I've just told you last night," lalu kusadari Alexa menghilang dan berubah menjadi Mom. Bagus, Mom bersungguh - sungguh dalam menjodohkanku.

Summer Runaway ➳ m.e (bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang