"Rajawali? Bahkan cowok lo nggak ada apa-apanya." Tutur Caesar.
"Jangan rusak party ini karena cewek lo yang nggak guna, cewek lo sendiri yang tiba-tiba gabung disini. Udah di usir tetap aja bebal, ck." Celetuk Earth.
"Aku nggak salah, aku cuma... Pokoknya dia yang godain aku duluan." Jena menatap Berryl dengan tatapan sendunya.
"Lo ngomong apa?" Suara berat itu membuat membuat mereka menoleh.
"Cewek mana lagi yang ngaku-ngaku deket sama pak bos?" Tanya Sean, sehabis menghancurkan markas Tiger. Mereka langsung menyusul kesini. "Lo pernah dengar Asteroid?" Tanya Sean.
Berryl menelan salivanya, perasaan laki-laki itu tak enak. "Ya?"
"Yang lo hajar tadi ketuanya bro."
Selepas Sean mengatakan itu, entah dari mana anak-anak Asteroid sudah mengepung anak Rajawali. Berryl dan teman-temannya menoleh kearah mereka.
"Cewek sialan," gumam Berryl. Ia tak tau bahwa yang berada dihadapannya adalah anggota Asteroid.
"Cewek lo selamat, karena ini acara partynya Zevan. Kalo enggak, rahang cewek lo udah kepisah dari tempatnya," North tersenyum puas ketika melihat wajah ketakutan mereka, sebenarnya ini hanya upaya untuk menakuti gadis yang berada didepan mereka. Tak mungkin mereka benar-benar membunuh gadis itu.
Disisi lain, Cameron sedang duduk didepan meja bar. Ia menghebuskan nafas kasarnya, jika bukan acara party. Sudah dipastikan ia akan menghabisi gadis itu.
"Minum bang," seorang bartender menyodorkan minuman tepat dihadapan Cameron, Cameron sempat menatap bartender itu. Bartender itu melemparkan senyuman sembari meracik kembali minuman yang berada ditangannya.
Huh!....
Cameron meraih gelas mini itu, ia langsung meneguk minumannya dalam satu kali tarikan nafas.
Dukk....
Gelas kosong itu ia letakkan di atas meja, rasa pahit menggerogoti lehernya. Bartender itu menaikkan sebelah alisnya, ia menatap Cameron yang oleng.
"Baru pertama kali minum?" Tanya laki-laki itu.
Cameron tak menjawab, ia memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Laki-laki itu duduk tak nyaman, hingga rasa panas menjalari tubuhnya.
"Shitt," Cameron mengumpat ketika ia merasa ada yang aneh. Tanpa mengatakan apapun, laki-laki itu berjalan menjauh dari keramaian, ia keluar dari dalam club.
Bartender yang memberikan Cameron minuman, hanya diam tak berekspresi ketika melihat punggung Cameron hilang ditengah keramaian. Seorang laki-laki duduk didepan bartender itu, ia meletakkan gelasnya yang masih tersisa minuman berwarna kecoklatan itu.
"Gimana?" Tanya laki-laki dengan logo Harimau yang tercetak jelas di jaket tebalnya.
"Sesuai permintaan," jawab Bartender itu.
"Bagus, ini bayaran lo." Laki-laki itu menaruh segepok uang diatas meja bar, ia lalu beranjak pergi menjauh.
Cameron memasuki mobilnya, ingin rasanya ia membuka kaosnya sekarang. Panas semakin menyerangnya, ia lalu menyalakan mobilnya dan meninggalkan area club. Beberapa menit setelah Cameron pergi, beberapa orang laki-laki keluar dari club.
"Cameron mana?"
"Tadi disini."
"Yang bener dong jaganya, sial."
"Gar, menurut gue biarin aja si Cameron pergi."
Jaegar menaikkan sebelah alisnya menatap Kalandra. "Lo gila? Kita udah buat rencana untuk ngehancurin si Cameron, nggak ada lagi kesempatan lain kali." Sergah Jaegar. Yap! Jaegar yang membayar bartender tadi untuk memasukkan obat kedalam minuman yang diminum oleh Cameron.
Mereka berniat untuk menjebak Cameron, dan jebakan mereka akan digunakan sebagai alat untuk mengancam laki-laki itu. Namun sayangnya, Cameron hilang dari pandangan mereka.
Dilain tempat, Caramel sedang duduk disofa ruang keluarga. Ia duduk sembari menonton televisi dengan Snack yang berada ditangannya. Tangannya mengambil remote dan mematikan televisi itu, ia berniat akan keluar mencari udara segar.
Gadis itu beranjak, ia berjalan menuju kamarnya dan kembali dengan hoodie yang melekat ditubuhnya. Gadis itu berniat pergi ke minimarket.
Caramel membuka pagar rumahnya, lalu menggemboknya. Entah apa yang dipikirkannya hingga kaki mungilnya berjalan menyelusuri jalanan yang malam.
"Minimarketnya jauh," gumam Caramel, ia sempat berhenti dipinggir jalan. Harusnya ia membawa motornya, bukan sok-sokan mencari udara segar dengan berjalan kaki.
"Pulang aja gue pesen gojek."
Gadis itu kembali melangkah, beberapa meter ada mobil yang menabrak tiang listrik. Sialnya, jalanan disana cukup sepi. Dengan insting yang kuat, Caramel melangkah mendekati mobil itu.
"Lo nggak apa-apa?" Tanya Caramel, saat melihat seorang laki-laki yang kepalanya kini menunduk mengenai stir mobil.
"Tolongin gue," suara lemah itu membuat Caramel mengenyitkan keningnya, seperti tak asing.
"Lo mabok ya? Nabrak lo."
Laki-laki mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Caramel. "Tolongin gue," Caramel melototkan matanya ketika melihat Cameron.
"Sial, gue ketemu nih cowok." Ingin rasanya Caramel melenggang pergi. Namun, rasa kemanusiaannya mengikis perasaannya. "Lo bisa nyetir?" Tanyanya, Cameron menggelengkan kepalanya sebagai respon.
"Handphone lo mana?" Dengan lemah, Cameron memberikan ponselnya yang telah mati. Caramel mengumpat keras, menagapa hidupnya sial saat bertemu laki-laki ini.
Gadis menghelat nafas panjang, ia membuka pintu mobil dan menarik Cameron keluar. Gadis itu mendudukan laki-laki itu ke kursi samping kemudi.
"Gue anterin lo pulang, alamat lo dimana?" Tanya gadis itu.
"Luxy Apartemen," jawab Cameron, laki-laki itu lemah tak bisa menahan gejolak dalam dirinya. Sialnya saat bersentuhan dengan Caramel, gejolak itu semakin membara.
Tanpa banyak bicara, Caramel menginjak pedal gas mobil itu meninggalkan area sepi itu, untung saja mobil Cameron hanya penyok dibagian depannya dan tak ada kerusakan yang parah.
"Jauh banget sial, nyesel gue."
Caramel sudah hampir satu jam mengendarai mobil itu, hingga mereka memasuki area basement apartemen. Caramel menoleh kesamping, matanya benar-benar dibuat terpaku oleh penampilan Cameron.
Huh!
Caramel harus terpaksa membopong laki-laki itu menuju apartemennya.
"Lantai 23, 0700."
Saat sudah berada dilantai 23, mereka keluar dari dalam lift. Caramel memasukkan pin yang berada dipintu apartemen Cameron.
Ceklekk....
Pintu itu terbuka, mereka masuk kedalam.
"Kamar lo yang mana?" Tanya Caramel.
"Cat hitam."
Kembali gadis itu membopong Cameron menuju kamarnya, kamar yang didominasi warna hitam itu terlihat mewah.
"Lo berat banget sial," entah berapa kali Caramel mengumpati Cameron. Niat menjatuhkan Cameron keatas tempat tidur, Caramel malah ikut terjatuh hingga gadis itu menubruk dada Cameron.
Cameron kini merasa akan hilang kendali, ia menatap manik mata Caramel. "Lo nakal." Gumam laki-laki itu.
"Lepasin gue deh, gue mau pulang." Caramel hendak berdiri, namun tangannya ditarik oleh Cameron. Laki-laki itu malah memeluknya.
"Gue kepanasan, gue nggak bisa tahan lagi. Gue harap setelah ini lo benci sama gue."
"L... Lo mau ngapain?" Jantung Caramel kini seakan ingin melompat sekarang juga. Saat tangan Cameron merambat keseluruhan tubuhnya.
"Maafin gue."
"Please, JANGAN!"
────────TO BE COUNTED
YOU ARE READING
ALGORITMA 3 : GALAKSA ASTEROID ✓
Teen FictionNew Version!!! Cameron King Galaksa, leader dari geng motor generasi ke-3 yang ditakuti seantero sekolah. Apalagi jika bukan Asteroid. Satu sekolah menyebutnya dengan 'kulkas berjalan' laki-laki yang mempunyai hobby futsal dan basket itu kerap terli...
ALGORITMA • 7
Start from the beginning
