Lima belas

87 10 2
                                    

***

Selepas pertengkaran mereka, Wawan langsung pergi setelah memeluk Dika. Meninggalkan pemuda itu yang mematung karena ucapan darinya barusan. Pemuda itu membiarkan tubuhnya diguyur hujan lebih lama dengan pandangan kosong. Pikirannya mencerna perkataan Wawan barusan yang membuatnya malah semakin diam.

Mahen menghampirinya, berusaha mengajaknya untuk terlebih dahulu sebab hujan semakin deras namun lagi-lagi mendapat penolakan ia malah diusir oleh pemuda itu. Dika tanpa memperdulika nasihat Mahen ikut melajukan motornya dari sana setelah beberapa saat kepergian Wawan. Mahen tak bisa berbuat apa-apa lagi saat kendaraan itu menjauh. Ia tau persaan pemuda itu, sebab dirinya juga merasa syok mendengar perkataan Wawan. Tak disangka dia ternyata menyukai Dika selama ini.

Mahen meraup wajahnya kasar. Wajahnya basah kuyup sedari tadi terkena air hujan, matanya pun terasa perih karena terkena benda tersebut. Tubuhnya terasa mulai menggigil karena udara dingin, bibirnya bergetar menandakan ia harus segera pulang menghangatkan diri. Pemuda itu memilih ikut melajukan kendaraannya sebab merasa sia-sia juga berteduh karena badannya terlanjur basah kuyup.

Cukup sulit berkendara dalam keadaan hujan deras seperti ini. Selain jalanan yang licin, mata Mahen juga sulit melihat kejalan ditambah tubuhnya yang sedari tadi bergetar karena kedinginan. Ia menggerutu kepada dirinya sendiri karena lupa membawa jaket padahal kemarin-kemarin dia selalu membawa benda itu dibagasi dan tak lupa jas hujannya. Tapi sekarang dia malah lupa.

Syukurlah ia bisa bernafas lega karena telah sampai dirumahnya dengan selamat. Segera ia parkirkan motornya dibagasi lalu dengan berlari kecil masuk kedalam rumah melalui pintu belakang. Pintu tersebut langsung menuju dapur yang sengaja ia lewat disana agar air di tubuhnya tak menetes kemana-kemana.

Disana juga ia langsung mendapati Bi Asih yang tengah memasak. Mahen meminta bantuan kepada wanita itu untuk mengambilkan handuk dan setelah menerima kain tersebut ia segera ke WC melepas semua pakainnya dan hanya memakai handuk. Mahen memilih memakai handuk saja keatas agar air ditubuhnya tak berembet di lantai. Pemuda itu niatnya akan mandi juga, namun setelah dia pikir-pikir lebih baik dia mandi saja dikamarnya.

Sebelum naik keatas Mahen mendapati pisang goreng yang masih mengepul di meja makan. Tanpa mengakan apapun Ia raih satu makanan itu dan langsung mencomotnya tanpa melupakan bahwa pisang itu masih berasap tanda masih sangat panas.

“Eh, masih panas aden!” Pekik Bi Asih yang melihat Mahen mulai kepanasan namun tetap mengunyah makanan itu dengan mulut yang monyong-monyong akibat kepanasan.

Mahen menyengir. Menampakkan giginya yang dipenuhi pisang goreng,”Udah nggak tahan, bi. Aura pisang gorengnya menggoda.” Ucapnya masih dengan mulut yang penuh.

Bi Asih hanya menggeleng kecil melihat tingkah majikannya tersebut. Dari kecil memang sangat sulit untuk dinasehati. Pemuda itu kini sudah berlalu pergi dari dapur dan akan segera naik kelantai 2 dikamarnya. Terlihat ruangan depan sangat sunyi. Mahen tak perlu lagi bertanya, orang tuanya pasti belum pulang. Ia tau betul sepasang suami istri itu bahkan bisa tak pulang 2 hari bahkan 1 minggu hanya karena bisnis. Alhasil rumah hanya dihuni olehnya dan Bi Asih saja.

Mahen melenggang naik ketangga dengan acuh. Ia ingin cepat-cepat mandi dan memakai hoodie tebal agar terasa hangat. Pemuda itu juga sudah meminta tolong dibuatkan coklat panas dan mmeberi catatan kepada Bi Asih untuk tak melupakan pisang gorengnya nanti saat ia menghantarkan minumannya.

Dengan cepat Mahen masuk kedalam bilik kamar mandi. Setelah sekitar 10 menit akhirnya keluar dengan keadaan yang sudah wangi. Ia menatap mampan yang berisi minuman coklat panas yang masih mengepul dan satu piring pisang goreng dimeja dekat ranjangnya. Mahen menjilat bibirnya, tak sabar menyantap hidangan tersebut.

Partner Of Love [Markhyuck]Where stories live. Discover now