|45|

118 20 15
                                    

💙💙💙💙

"Zahra, menurut kamu kalau saya terima tawaran Mama saya gimana?"

Ara yang awalnya tidak paham arah pembicaraan sang atasan hanya mampu menghentikan alisnya heran. Namun, kegiatan mengupas apelnya masih terus berlanjut.

"Emang Mama Pak Garvi nawarin apa?"

Garvi tiba-tiba menjauhkan laptopnya, pandangannya kemudian beralih pada Ara yang kini sedang duduk bersila di atas karpet bulunya. Jadi ceritanya malam ini mereka sedang lembur, lebih tepatnya Garvi yang lembur dan Ara hanya menemani lalu tiba-tiba pria itu ingin camilan. Garvi dan pola makan sehatnya tentu saja ingin makan camilan yang sehat, Ara yang malas ribet sekaligus lelah disuruh menemani sang atasan lembur tentu saja lebih memilih menyuguhi sang atasan dengan buah-buahan.

"Dikenalin ke anak temennya."

Kali ini Ara tersenyum. "Bapak tahu nggak kalau dikenalin ke anak temen itu sama dengan dijodohin secara tidak langsung."

Terdengar decakan dari Garvi, pria itu melirik Ara sinis lalu meraih garpu dan menusuk salah satu potongan yang sudah Ara potong, kemudian memasukkannya ke dalam mulut dan mengunyahnya secara kasar.

"Tentu saja saya tahu, Zahra. Kamu pikir saya sebodoh itu apa, sampai tidak paham hal beginian."

Ara menyengir secara sungkan. "Hehe, maaf, Pak, cuma nanya buat memastikan. Selow dong."

Garvi masih cemberut karena kesal. "Saya tersinggung, Zahra."

"Ya kan saya sudah minta maaf, Pak. Bapak nggak mau maafin saya?"

Dengan wajah setengah kesal, Garvi kemudian mengangguk untuk mengiyakan.

"Oke, lanjut. Begini, kalau Bapak sudah tahu maksud dari Mamanya Pak Garvi, sekarang saya tanya. Bapak keberatan nggak?"

Kali ini Garvi mengangkat kedua bahunya secara bersamaan sambil memasang wajah datarnya.

"Pak?" panggil Ara mencoba memastikan.

"Kamu sendiri gimana?"

Bibir Ara mencabik kesal. "Loh, kok Bapak malah nanya saya?"

"Ya iya lah, kan yang mau saya ajakin nikah itu kamu, terus kamu-nya begini nggak jelas. Ya saya bingung lah, jadi kamu maunya gimana?"

Seketika wajah Ara berubah masam. "Kalau gitu Bapak iyain aja lah dulu."

"Yakin kamu rela? Ntar kalau yang dikenalin sama saya naksir saya beneran, berarti kamu ada saingannya loh."

"Dih, kalau Bapak beneran mau nikahin saya, meski yang dikenalin ke Bapak naksir berat pun nggak akan ngaruh, paling juga endingnya Bapak bakalan tetep milih saya."

Garvi terlihat berpikir sebentar lalu kembali menusuk potongan buah, tapi kali ini tidak langsung dimasukkan ke dalam mulutnya, melainkan justru ia suapkan pada Ara. "Tapi kasian nggak sih anak orang jadinya. Udah repot-repot dikenalin sama saya, eh, ujung-ujungnya tetep kamu yang sama saya."

"Dih, Bapak kepedean banget sih?" cibir Ara tidak habis pikir. Ia berdecak sambil geleng-geleng kepala, "iya kalau Bapak sama saya. Kalau justru adik Pak Garvi gimana ntar?"

"Kamu mau sama Dika?"

Wajah Ara langsung berubah gugup. "Ya saya belum tahu, Pak, semisal doang aja. Kali aja kan?"

Garvi manggut-manggut paham. "Ya, enggak papa sih kalau semisal Dika yang sama kamu asal jangan si dokter nggak niat itu atau Mahesa aja."

"Loh, kenapa sama Mas Mahesa? Dia baik loh, Pak. Meski keliatannya sering usil dan jahil tapi aslinya dia baik banget sama saya, Pak. Bapak jangan salah."

Bossy or Besty?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang