|8| Teman Dika

168 28 3
                                    

💙💙💙💙

"Lama banget sih," decak Dika saat orang yang ditunggu akhirnya keluar dan membuka pintu gerbang.

Awalnya, Dika berniat menginap di rumah sang kakak. Tapi berhubung pria itu bersikap menyebalkan jadi ia memutuskan untuk menghubungi teman masa SMP-nya yang masih berhubungan lumayan baik dengannya.

"Ngapain?" tanya orang itu.

Bukannya menjawab lebih dahulu, Dika malah berniat masuk ke dalam begitu saja. Namun, dengan cekatan teman masa SMP Dika itu langsung menarik kerah kemeja yang dipakai olehnya.

"Mau ke mana lu?"

"Masuk," jawab Dika tanpa beban.

"Siapa yang kasih izin?"

Dika menghela napas panjang lalu menatap teman masa SMP-nya ini dengan tatapan datar. "Lo nggak kasih izin masuk?" Lalu balik bertanya.

Teman Dika itu berdecak kesal lalu meliriknya sinis. "Kost gue sempit, anjir, lo nggak bakalan betah."

"Gue cuma mau curhat doang, nggak ada niat--"

"Kalau gitu nggak bisa, kost gue udah nggak nerima tamu jam segini. Kalau udah jam segini ya, berarti harus nginep. Udah, gue nggak bisa lama-lama, mending lo--"

"Ya udah, kalau gitu gue nginep," ucap Dika final.

"Dibilang kamar kost gue sempit, anjir."

Dika menggeleng tidak peduli, lalu mengajak pria itu masuk seolah dia lah sang tuan rumah.

"Gue nggak mau denger nanti lo ngeluh ini-itu begitu sampai di kamar gue."

Sambil terkekeh geli, Dika manggut-manggut paham. Meski terlahir dari keluarga yang berada tapi Dika termasuk orang yang sangat mandiri, apalagi ia sudah terpisah jauh dari keluarganya sejak lulus SMP. Jadi ia yakin, ia tidak akan mengalami culture shock seperti yang disebutkan temannya itu.

"Lagian lo kenapa deh tiba-tiba ke sini? Bukannya tadi bilang mau nginep di rumah kakak lo? Lupa alamat rumahnya apa gimana?"

"Ngambek gue," balas Dika dengan wajah cemberutnya.

"Najis, kayak bocah aja lo, Ka, masa ngambek." Pria itu berdecak sambil geleng-geleng kepala, "gue tahu lo itu temen SMP gue, tapi masa iya udah lulus S2 kelakuan lo masih tetep kayak bocah SMP gini," sambungnya kemudian.

Dika reflek menghentikan langkah kakinya lalu menatap sang teman dengan tatapan kesalnya. Ia berdecak tak lama kemudian.

"Ntar lah gue ceritanya kalau udah sampe kamar lo. Ini kamar lo yang mana?"

Tanpa menjawab, pria itu memilih mempercepat langkah kakinya. Mengkode sang teman agar segera mengikutinya tanpa banyak bertanya. Meski sebenarnya Dika ingin sekali protes. Tentu saja, pria itu kan memang hobinya protes sejak dulu.

Dika melongo reflek saat masuk ke dalam kamar kost pria itu. Ekspresi terkejut terlihat jelas pada wajah tampannya. Bukan, bukan karena kamar itu berantakan. Kalau boleh jujur, Dika akui untuk kamar yang dihuni oleh seorang pria ini termasuk sangat rapi bersih dan juga wangi. Ia bahkan cukup terkejut karena kamar ini kelewat bersih dan juga wangi. Hanya saja yang paling membuatnya terkejut karena kasur lantai yang dijadikan alas tidur terlewat tipis dan kecil.

"Lo tiap hari tidur di sini, Sa?"

"Ya menurut lo?" Pria itu balik bertanya dengan nada kesal.

Dika menggeleng cepat. "Enggak, enggak, maksud gue gini tubuh lo kan bongsor, Sa. Emang lo bisa tidur di kasur tipis kecil gini? Gila sih, pantesan lo suka ngeluh sakit punggung kasur lo aja begini." Tak lama setelahnya ia kembali menggeleng cepat, "enggak, enggak, ini kayaknya enggak bisa disebut kasur deh."

Bossy or Besty?Where stories live. Discover now