|22|

203 30 10
                                    

💙💙💙💙

Suasana di dalam lift terasa sedikit canggung, tanpa sengaja Ara beberapa kali memergoki sang atasan terlihat seperti sedang curi-curi pandang terhadapnya. Saat ia menoleh hanya untuk sekedar memastikan asumsinya tersebut, tapi dengan cepat Garvi langsung pura-pura menyibukkan diri.

Ara jadi berpikir, apakah ini hanya perasaannya saja?

Tak ingin ambil pusing Ara mencoba untuk mengabaikannya. Mungkin benar kalau itu hanya perasaannya. Toh, ya, ngapain juga sang atasan curi-curi pandang terhadapnya. Sangat tidak jelas. Batinnya mencoba meyakinkan diri. Ia kemudian mencoba mengalihkan perasaan tidak nyaman itu dengan memainkan ponsel.

Namun, di luar dugaan, saat ia mengeluarkan ponsel tiba-tiba Ara mendengar helaan napas berat. Sudah dapat dipastikan kalau itu milik sang atasan, karena saat ini yang berada di dalam lift hanya mereka berdua.

Reflek Ara menoleh ke arah belakang, ia tidak bertanya pun tidak ada yang mengeluarkan suara. Gadis itu hanya sedikit melebarkan kedua matanya sedangkan Garvi menaikkan kedua alisnya.

Awalnya Ara terlihat ragu-ragu, namun, pada akhirnya ia kembali menghadap ke depan tanpa mengeluarkan suara. Lalu saat dirinya sedang asik menggulir layar ponselnya Garvi tiba-tiba membuka suara.

"Kenapa kamu mengabaikan pesan saya?"

Seluruh tubuh Ara seketika langsung menegang. Ia tidak berani menoleh, selain itu ia juga bingung hendak membalas apa.

"Tidak perlu malu," sambung Garvi tak lama setelahnya.

Kali ini Ara menoleh dengan cepat. "Maksud Bapak?"

Garvi hanya merespon dengan mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh. Ara tidak bereaksi apapun dan kembali menghadap depan. Mendadak ia merasa pergerakan lift kali ini bergerak begitu lambat. Ara jadi semakin merasa kurang nyaman terlalu lama berada di ruangan sempit dengan sang atasan.

"Jadi benar?"

"Apanya?" Ara balik bertanya dengan ekspresi bingungnya.

"Kamu dan Mahesa."

Ting!

Pintu lift terbuka. Keduanya memutuskan untuk keluar terlebih dahulu.

"Saya masih menunggu jawaban," ucap Garvi saat keduanya sudah sama-sama keluar dari lift.

Ara masih terlihat tidak mengerti dengan arah pembicaraan sang atasan. Mulutnya terbuka hendak menanyakan lebih lanjut atas pertanyaan pria itu. Namun, suara yang memanggilnya membuatnya terpaksa mengurungkan niat tersebut. Dapat ia dengar sangat jelas helaan napas berat keluar dari mulut Garvi. Ekspresi pria itu terlihat semakin kesal.

"Pak Garvi baik-baik saja?" tanya Ara sedikit khawatir.

Garvi tidak sempat membalas karena tak lama setelahnya Dika sudah sampai di hadapannya dengan senyuman khas terbaiknya.

"Ya ampun, kalian lama banget sih gue nungguinnya sampe lumutan tahu," gerutu Dika dengan bibir dimanyunkan.

Ara meringis. Antara sungkan, tidak enak dan merasa sedikit aneh dengan kebiasaan pria itu yang tiba-tiba bertingkah sok imut. Tapi kalau dipikir-pikir emang Dika lumayan imut sih, yah, meski tetap saja sangat tidak cocok dengan umurnya.

"Mana?" tanya Garvi random.

Dika menerjapkan bulu mata bingung. "Apanya? Emang lo pesen sesuatu kah?" Cepat-cepat ia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana lalu mengeceknya, apakah memang ada pesan masuk atau tidak.

"Enggak ada kok," ucap Dika setelah memastikan kalau memang tidak ada chat yang Garvi kirimkan.

"Gue nanyain lumut," balas Garvi santai.

Bossy or Besty?Where stories live. Discover now