|41|

195 21 16
                                    

"Pak, saya bilang saya itu punya gebetan."

"Oh ya? Siapa? Mahesa?" tebak Garvi, ia kemudian menggeleng cepat saat menyadarinya, "oh, si dokter itu maksud kamu?"

Dengan wajah penuh keyakinannya, Ara kemudian mengangguk cepat. Garvi seketika langsung mendengus, setengah tertawa meremehkan. Hal ini tentu saja itu membuat Ara tersinggung.

"Pak, saya tersinggung dengan ekspresi yang Bapak buat loh."

"Oh ya? Maaf, saya tidak bermaksud."

Ara mendengus tidak percaya.

"Boleh saya tanya?"

"Bapak barusan udah nanya loh," balas Ara sinis.

"Kamu kenapa dendam sekali sih sama saya? Saya kan cuma nanya."

"Saya nggak dendam, saya cuma kesel aja kenapa Bapak tiba-tiba ke sini tanpa ngabari lebih dulu. Maksudnya apa sih?"

"Loh, kan kemarin saya udah bilang kalau saya mau datang. Di postingan twitter kamu juga saya bilang kalau saya mau ke sini."

"Ya kan saya pikir Bapak bercanda."

Garvi menaikkan sebelah alisnya heran. "Saya serius, mau ngajakin kamu nikah juga saya serius. Kalau kamu nggak percaya sama keseriusan saya, saya bilang langsung bilang ke Ayah kamu sekarang."

Mendengar pengakuan Garvi, Ara seketika langsung panik. "Bapak jangan macem-macem ya! Rumah saya lagi rame ntar kalau ada yang denger gosipnya bisa langsung nyebar tahu."

"Bukankah itu bagus?"

"Bagus versi Bapak tidak lantas bagus juga untuk saya," balas Ara sengit.

"Jadi, gebetan kamu yang dokter itu udah ngapain aja sampai mengabaikan keseriusan saya ini?"

Wajah Ara seketika langsung berubah semakin panik. Ia sendiri kebingungan karena tidak tahu harus menjawab apa. Karena bisa dibilang dirinya dan Evan belum sedekat itu karena kesibukan masing-masing.

"Saya sibuk ngurusin Bapak loh, dan dia sibuk ngurusin pasien sama persiapannya masuk PPDS-nya."

Lagi-lagi Garvi tersenyum meremehkan. "Yang begituan kamu sebut gebetan? Bukankah saya, Dika, atau bahkan Mahesa lebih baik?"

"Pak, saya harus bilang berapa kali sih baik versi Bapak belum tentu baik juga versi saya. Paham?"

Garvi menggeleng. "Saya tidak paham. Bukankah tiap orang harus tahu yang mana yang harus dijadi prioritas dan yang mana bukan? Saya juga sibuk, Zahra, kamu tahu sendiri."

"Loh, ya nggak bisa dong, Pak, kesibukan Bapak hampir selalu melibatkan saya, sedangkan Evan tidak."

"Oh, jadi namanya Evan."

Ups, Ara keceplosan.

"Lalu lebaran ini dia udah ngapain aja? Paling kirim chat doang kan?"

Ara seketika langsung diam. Dalam hati ia menggerutu karena kesal. Pasalnya terakhir Evan menghubunginya saat ia hendak berangkat mudik, setelahnya pria itu sama sekali tidak menghubunginya padahal momen lebaran sering kali dimaafkan kebanyakan orang. Tapi Evan? Pria itu sama sekali tidak melakukan pergerakan.

Kecewa?

Kalau boleh jujur, ia memang merasa demikian.

"Oh, dia bahkan belum menghubungi kamu?" tebak Garvi tepat sasaran.

Bossy or Besty?Where stories live. Discover now