|2| Curhat

324 40 7
                                    


"Curhat ke temen ❎
Curhat ke bos ☑️ "

💙💙💙💙

"Bapak pernah dikecewain seseorang?"

Tanpa perlu banyak berpikir, Garvi langsung mengangguk cepat. Ia rasa semua orang pasti pernah dikecewakan.

"Sama siapa, Pak?" tanya Ara mendadak kepo.

"Banyak. Males saya nyebutnya satu-satu."

Ara mengangguk paham. "Saya habis dikecewain sahabat saya, Pak."

Garvi berpikir sejenak. Mencoba mengingat nama sahabat Ara, yang kalau tidak salah ingat pernah mereka temui saat mereka sedang dinas di Semarang. Tapi susah payah ia mencoba mengingat nama perempuan itu, ternyata susah juga, ya.

"Saya ingat orangnya, tapi saya lupa namanya."

"Jihan, Pak, namanya."

Garvi mengangguk paham. "Kenapa sama dia?"

"Dia mau menikah."

Garvi memandang Ara bingung. "Bukankah itu berita bagus?"

"Harusnya."

"Lalu masalahnya?"

"Dia mau menikah minggu depan."

Garvi melotot tajam. "Kok mendadak? Lalu saya bagaimana?"

Terbiasa diatur semuanya oleh Ara membuat Garvin terlalu bergantung pada perempuan itu. Semisal Ara mengajukan cuti jauh-jauh hari saja ia sering kali uring-uringan, apalagi dadakan begini. Semua jadwalnya pasti kacau.

"Nah, kan, Bapak kaget kan? Bisa bayangin perasaan saya bagaimana? Saya sahabatnya loh, Pak, biasanya kita saling curhat kalau ada apa-apa, tapi ini dia mau nikah bahkan ngasih kabar dadakan banget. Saya jadi kayak ngerasa dikhianati, Pak. Kayak nggak dianggap. Hal sepenting ini nggak dibagi sama saya, lalu dianggap apa saya selama ini, Pak?"

"Teman, maybe."

Jawaban Garvi seolah menampar Ara ke dunia nyata. Tanpa sadar air matanya jatuh. Jadi selama ini dirinya hanya dianggap teman? Setelah semua hal yang udah mereka lewati bersama.

Sakit dan juga kecewa. Ara tidak bisa menggambarkan dengan pasti perasaannya sekarang kecuali itu semua.

Lain halnya dengan Garvi, pria itu terlihat panik karena tiba-tiba melihat PA-nya yang biasa gesit dan cekatan tiba-tiba menangis.

"Zahra, apa saya salah bicara?"

Ara menggeleng dengan senyum miris. "Enggak, Pak, justru apa yang Bapak omongin ada benarnya. Kayaknya emang saya yang bego, ya?"

Garvi menggeleng cepat. "No, you're so smart. Kalau kamu bodoh, saya pasti udah pecat kamu sejak dua tahun yang lalu."

Kalimat Garvi sepertinya tidak cukup bisa menghibur Ara. Terbukti bukannya merasa jauh lebih tenang, air mata gadis itu terlihat jatuh makin deras. Hal ini semakin menimbulkan perasaan bersalah pada diri Garvi.

Bossy or Besty?Where stories live. Discover now