RaD Part 39 - 17.1 Kepala Pusing, Jantung deg-degan

4.6K 701 406
                                    


Question of the day: hayoooo sampai sini lebih suka Jess apa Sasa? Wkwkw

vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you 

🌟

Sebelum pikiranku menyelam terlalu jauh dengan banyak hal yang membuat perutku semakin mulas, aku memfokuskan diri ke hal lain. "Gelas kopinya."

Harsa mengangkat gelas kopi, menjauhi wajahnya. "Kenapa? Kalau kamu nggak suka bilang aja, saya pecat sekretaris saya nanti."

Mataku membulat seperti anggur. "Enggak. Gelasnya bagus. Naikin gaji sekretarisnya seratus persen." Dia hanya tersenyum kecil, tapi aku sudah pusing sendiri. "Saya bawa post it, nanti saya tempelin buat ngehafalin tempat alat makannya. Tapi ya, setelah saya pikir-pikir, Bapak cari pacar apa pembantu sampai harus hafal peralatan makan di mana?"

"Lebih ke statement kalau kamu pernah datang dan tahu beberapa hal yang kamu lakuin di sini. Kayak peralatan makan yang umum dilihat orang. Atau isian ensuite kalau lebih intim lagi. Mami bakalan curiga kalau kamu nggak tahu. Mami itu perceptive, jadi hal-hal yang kita kira kecil dan sederhana malah jadi perhatian beliau." Dia mengangkat satu alisnya tinggi, "Jangan bilang kamu nggak pernah ke tempat pacarmu juga?"

Aku menggeleng. "Berdua doang nggak pernah, Pak. Sekalinya ke tempat pacar saya, eh nemuin dia sama cewek lain. Tahu nggak dia bilang apa?" Aku tidak memerlukan jawaban Harsa untuk lanjut bercerita. "Dia bilang dia lagi sakit, terus itu temennya yang lagi merawat dia semalaman karena tahu saya nggak bakalan mau nginep di sana, tapi dia punya banyak cupang. Saya tanya dong, sakitnya karena racun apa gimana sampai perlu sesi sedot menyedot gitu."

Harsa menyemburkan kopi yang tengah dia minum tepat ke wajahku dan piring yang untungnya sudah kosong.

Aku bisa merasakan air yang mengalir dari pipi hingga dagu dan terjatuh ke pangkuanku. Sementara aku bengong dengan nasibku yang tiba-tiba saja basah, Harsa malah tertawa puas sembari memegangi perutnya.

Ini kali pertama aku melihat tawa Harsa berderai panjang tanpa tangannya menutupi wajah dan hasilnya adalah jantungku yang berderap liar.

"Bapaaak! Emangnya Bapak itu mbah dukun apa pakai acara nyembur saya."

Harsa mengambil tisu dan pindah duduk ke sebelahku. Masih dengan sisa tawa di bibir, dia mengelap kopi yang tadi dia semburkan. "Saya nggak sengaja."

"Jangan bohong. Itu pasti ada dendam dan niat disemburannya."

Dia hanya terkekeh. "Kamu yang kayaknya punya dendam dan niat buat balikan sama mantanmu yang punya sesi dokter-dokteran. Mantan terakhir, ya?"

"Iya, yang terakhir. Bite me kalau saya mau balikan sama dia. Saya nggak—"

Aku tercenung, kalimat yang sudah aku siapkan kembali tertelan saat Harsa melakukan hal yang tidak pernah aku bayangkan; Harsa menggigit pipiku pelan. Aku bisa merasakan giginya di pipiku menempel dengan sedikit tekanan yang langsung membuat api menyambar ke seluruh tubuh dengan desiran di perutku yang aku tahu tidak akan berakhir baik untuk hati dan karierku.

Hatiku mencelat ke mana-mana, sedangkan kepalaku mencoba menangkapnya dan membuatnya fokus ke bahaya yang mengancam. Tanganku sendiri sudah menutup pipiku sehabis di gigit Harsa.

"Ba-bapak ngapain?"

"Saya terima tawaran kamu."

"Tapi saya nggak ada niatan balik sama mantan saya."

Rent a DateWhere stories live. Discover now