25. Gara-gara Sean

47 10 0
                                    

Sean memanaskan motor antik yang dia pinjam dari Galih tepat di pelataran rumah mewah keluarga Amaya. Lucunya sejak Sean melakukan kegiatan tersebut sejak saat itu juga Sean tidak menoleh ke belakang. Bukannya apa-apa, Sean hanya minder saja pada supir mobil keluarga Amaya yang notabenenya sedang memanaskan mobil mewah merek Alphard tersebut tepat dua meter di belakang motor tua ini. Kontras sekali bukan.

Memang sih, sejak awal Sean tahu kalau Amaya berasal dari keluarga berada, hanya saja dia tidak menyangka kalau keluarga Amaya itu akan sekaya ini juga. Yah, meskipun bukan keturunan ningrat seperti Claudia, pun kalau dibandingkan dengan keluarga Iko sepertinya masih kalah jauh aset kekayaannya, tapi tetap saja, untuk seukuran Sean, Amaya itu sudah sangat kaya raya. Mengherankan sekali rasanya karena dia banting tulang menjadi karyawan part-time di kafe kecil seperti kafe milik kakaknya.

Ayolah, seandainya saja Sean itu Amaya, sudah bisa dipastikan dia akan ongkang-ongkang kaki di dalam rumah megah tersebut. Menghabisi harinya dengan kegiatan push rank-nya, atau sibuk berpacaran dengan para wanita yang pasti mau dengannya jika dia terlahir sebagai anak dari keluarga yang berkecukupan. Tapi ya sudahlah, Amaya kan memang gadis aneh. Sean tidak perlu berusaha memahami jalan pikirannya.

Dan sudah jelas kalau Amaya juga tidak mengerti dengan jalan pikiran Sean yang super amburadul.

Ngomong-ngomong Sean bisa berada di rumah ini karena semalam saat dia mengantarkan Amaya pulang, kebetulan sekali bertepatan dengan Ayah Amaya yang juga baru pulang dari luar kota untuk urusan pekerjaan. Tadinya Sean kira dia akan dimarahi habis-habisan oleh pria paruh baya tersebut karena mengantarkan anak gadisnya tengah malam, tapi saat Amaya baru memperkenalkan Sean sebagai adik dari bos pemilik kafe di mana Amaya bekerja saja, Ayah Amaya sudah langsung bersikap baik padanya.

Ah tidak tidak, jangan kira Ayah Amaya sedang membaik-baiki dirinya. Karena kemungkinan besar Ayah Amaya melakukan hal tersebut karena beliau sadar bahwa Sean bukanlah pria jahat yang berani mengajak Amaya keluyuran tengah malam untuk hal negatif lainnya. Fakta bahwa Sean adalah adik pemilik Attakai Café yang notabenenya sangat disegani oleh Amaya tersebut membuat beliau mempercayai Sean. Bisa dibilang imej Sean terbantu oleh imej Kakaknya dimata Ayah Amaya. Makannya beliau bisa bersikap ramah pada Sean setelahnya.

Bahkan saking ramahnya beliau memaksa Sean untuk menginap di rumah megah beliau. Katanya sudah terlalu malam, takutnya terjadi apa-apa jika Sean memaksakan diri untuk langsung pulang.

Di sana Sean menempati sebuah kamar yang katanya dulu diisi oleh adik laki-laki Amaya. Sayangnya adik Amaya tersebut sudah meninggal sejak Amaya SMP karena suatu penyakit yang tidak dijelaskan secara spesifik oleh keluarga Amaya, Sean juga sungkan bertanya lebih lanjut karena khawatir membuat mereka risih atau sedih. Yang jelas fakta tersebut membuat Sean akhirnya tahu kenapa Amaya seringkali dipanggil 'Kakak' sebagai panggilan sayang dari kedua orangtuanya.

Sejak adiknya meninggal itulah Amaya yang notabenenya anak rumahan yang selalu bermain bersama adiknya, mulai merasakan yang namanya kesepian. Sementara selalu di rumah pun hanya membuat Amaya mengingat banyak hal buruk tentang kenangannya bersama adiknya. Makannya Amaya selalu mencari cara agar bisa disibukkan dengan kegiatan yang ia sukai di luar rumah. Tidak heran juga jika pada akhirnya orangtuanya mengizinkan Amaya bekerja selagi Amaya menyukai pekerjaan tersebut. Karena bagi mereka, lebih baik Amaya bekerja dan dibuat kelelahan namun dia merasa bahagia, ketimbang mentalnya terus-terusan terguncang karena rasa kesepiannya atau kebosanannya itu.

Oh iya, rencananya mereka akan kembali ke kafe pagi ini. Makannya Sean memanaskan motornya di sini sembari menunggu Amaya yang sedang bersiap. Sebelumnya juga Sean sudah dijamu dengan menu sarapan yang super komplit.

Yah, sebetulnya Sean agak malas sih membantu urusan kafe sepagi ini karena dia masih sangat-sangat mengantuk. Tapi sialnya Sean harus segera pulang karena kunci toko Galih yang masih ada ditangannya. Iya, dia lebih takut pada Galih untuk masalah seperti ini. Kalau Dean sih dia tunjukkan raut wajah memelasnya saja pasti akan luluh dengan mudahnya, tapi kalau Galih? Jelas saja tidak semudah itu. Pria itu pasti mengamuk padanya karena tidak bisa membuka toko di jam-jam biasanya ia buka toko. Yang lebih parah lagi mungkin dia tidak akan mau meminjamkan motor lagi pada Sean, atau menolak kebiasaan Sean yang kerap kali berhutang alat tulis atau jasa fotokopi tugas yang biayanya tidak sedikit itu. Bisa repot kan urusannya.

Attakai CaféWhere stories live. Discover now