04. Part Time Girl

77 17 4
                                    

Seorang siswi dengan balutan seragam SMA berupa atasan kemeja putih yang dipadukan dengan dasi pita berwarna biru langit juga rok kotak-kotak berwarna senada tampak berjalan lesu keluar dari area sekolah sembari memegangi tali tas ranselnya. Raut wajahnya yang terbingkai rambut tanggungnya ---panjang rambut biasanya sedikit melewati bahu--- juga poni yang menutupi kedua alisnya tersebut tampak begitu suram, ah rasanya terlalu menyedihkan jika dikatakan suram, mungkin lebih tepatnya terlihat tidak bergairah, persis seperti hari-hari biasanya. Alasannya  sederhana saja, karena hari ini dia kembali harus merasakan yang namanya kebosanan.

Ngomong-ngomong, ini adalah tahun ketiga dia bersekolah di sekolah favorit ini. Di awal-awal masuk SMA sih sudah terbayang yang namanya masa-masa paling membahagiakan di dalam hidupnya. Persis seperti yang orang-orang katakan bahwa katanya masa-masa SMA adalah masa paling membahagiakan di dalam hidup mereka. Apalagi sekolah favorit ini telah menjadi incaran para remaja yang baru lulus SMP, termasuk dirinya kala itu. Dirinya yang setiap pulang sekolah pasti melewati sekolah favorit ini. Kala itu secara sekilas ia melihat interaksi beberapa siswi di sekolah ini, lalu berpikir bahwa betapa menyenangkannya keseharian mereka di sekolah ini, hingga akhirnya ia pun tertarik untuk bersekolah di sekolah favorit ini. Namun setelah dia masuk ke sekolah ini, dia ingin menarik semua kesan pertamanya terhadap sekolah ini.

Semuanya benar-benar omong kosong belaka. Sekolah ini tidak ada asik-asiknya sama sekali. Pertama, tentu saja karena budaya sekolah yang super ketat termasuk dalam sistem pembelajaran. Kedua, persaingan antar ekstrakulikuler yang terlalu serius. Ketiga, adanya circle di dalam circle pertemanan. Keempat, adanya peraturan 'punya uang, punya kuasa' yang seolah sudah begitu melekat di antara para siswa.

Sebetulnya sih diantara empat hal tersebut, tidak ada yang terasa sulit baginya. Dia lumayan pandai di bidang akademik dan termasuk siswi yang disiplin, aktif di ekstrakulikuler, pandai bersosialisasi, dan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Dia jelas bisa mengimbanginya. Tapi setelah dua tahun dia berhasil beradaptasi dengan situasi di sekolah, bukannya merasa puas, dia malah merasakan yang namanya kebosanan.

Rasanya peraturan tidak tertulis di sekolah ini begitu merepotkan baginya, pun tidak berakhir indah seperti yang ia bayangkan. Pokoknya terlalu kaku untuk dirinya yang hanya ingin merasakan bagaimana serunya menjadi siswi SMA. Belajar terus menerus, adanya persaingan yang menimbulkan saling sindir antar anggota ekskul, selalu membanggakan harta kekayaan orangtua atau menjadikan harta kekayaan orangtua sebagai alat untuk mengendalikan orang lain, dan berteman hanya untuk saling memanfaatkan, jelas saja tidak mengasyikkan sama sekali. Super membosankan.

Dan perasaan bosan tersebut telah mencapai puncaknya ketika ia resmi menjadi kakak senior di SMA ini.

Ah, rasanya dia ingin pindah ke sekolah lain saja dan merasakan kehidupan SMA yang normal. Tapi sayangnya dia sudah menginjak kelas tiga SMA, akan repot urusannya jika dia harus pindah sekolah. Lagipula tidak ada yang menjamin bahwa pindah sekolah akan membuat semua keinginannya tercapai kan.

Drtt... Drtt...

Siswi tersebut mengangkat tangannya yang setia memegang ponsel saat dia merasakan getaran pada ponselnya. Dia pun langsung mengangkat panggilan yang ternyata dari Mamanya, lalu mendekatkan ponselnya ke depan telinganya.

"Nggak usah Ma, Kakak jalan kaki aja. Nggak mau dijemput nanti cepet nyampe rumah. Nanti bosen lagi di rumah" ujarnya menanggapi perkataan sosok diseberang sana.

Sosok diseberang sana terkekeh pelan mendengar alasan anaknya ini memilih untuk pulang berjalan kaki ketimbang diantar jemput. Agar tidak langsung sampai rumah dan terperangkap dalam kebosanan katanya. ["Ya udah kalau gitu maunya Kakak sih. Kakak sekalian aja main kemana gitu biar nggak bosen"] ujarnya dari seberang sana.

Attakai CaféWhere stories live. Discover now