12. Salah tingkah

37 12 8
                                    

Sekitar pukul setengah sembilan pagi Dean baru menepikan mobil pinjamannya tersebut di depan kafe. Dean sengaja mampir ke kafe sejenak untuk menyimpan semua belanjaannya terlebih dahulu di kafe. Baru setelahnya Dean akan mengembalikan mobil ini pada pemiliknya.

Rin menghela napasnya lega. Akhirnya setelah dia habiskan hampir tiga jam berbelanja bersama Dean, ia bisa kembali juga ke kafe. Entahlah, kafe milik Dean ini seperti memiliki daya magnet tersendiri sampai membuat Rin selalu merindukan bangunan yang terdiri dari dua lantai tersebut. Wajar juga kan kalau akhirnya Rin betah bekerja bersama Dean sampai Sean saja dibuat kebingungan karenanya. Habisnya kalau Sean jadi Rin, sudah pasti dia resign sejak dulu dan memilih melamar pekerjaan di tempat yang sama mewahnya seperti restoran tempat Rin bekerja dulu---ah, mari abaikan saja. Haters nomor satu kafe Dean ini memang agak lain.

"Aku turun duluan ya Mas, nanti aku panggil Sean buat bantuin Mas angkut barang" ucap Rin pada Dean.

Dean menganggukkan kepalanya sekali. Kemudian dia menolehkan kepalanya ke sisi kirinya dengan salah satu tangannya yang bertumpu pada stir mobil, sibuk memperhatikan Rin yang sepertinya agak kesulitan melepaskan safety belt-nya di sana.

"Macet ya?"

Rin melirik Dean sekilas kemudian ia menganggukkan kepalanya sekali. Sepertinya memang begitu karena tidak biasanya sesulit ini hanya untuk melepaskan safety belt.

Rin pun mencebikkan bibirnya kesal karena benda yang terpasang melintang di tubuhnya ini belum juga berhasil ia lepas. Heran juga, kenapa sekarang mendadak macet begini sih? Merepotkan sekali.

Sadar kalau usaha Rin berakhir sia-sia, Dean pun langsung bertindak. "Biar Mas bantu" katanya.

Rin menganggukkan kepalanya dengan tegas, "iya Mas, tolong ban---" ucapan Rin terhenti seketika lantaran Dean yang tiba-tiba saja menyerongkan badannya ke sisi kirinya, mengikis jarak diantara mereka, kemudian dia menundukkan kepalanya guna melepaskan safety belt Rin.

Refleks Rin menelan salivanya gugup lantaran posisi mereka yang kelewat dekat. Bahkan wajah Rin saja berhadapan dengan kening Dean yang tertutupi oleh beberapa helai rambutnya. Aroma mint yang menyegarkan menguar menusuk indera penciumannya. Tentu saja berasal dari helaian rambut Dean yang halusnya bukan main. Sangat menggoda sekali untuk dia elus elus manja. Pokoknya berbeda sekali dengan rambutnya yang sedari awal memang sudah lepek dan beraroma pengharum mobil karena berpuluh-puluh menit dihabiskan di dalam sana.

Rin menggigit bibir bawahnya sembari meremat kedua tangannya yang saling tertaut. Berusaha keras untuk menghiraukan segala pemikiran anehnya barusan. Meskipun kalau boleh jujur, pikiran Rin saat ini sangat sulit sekali dikendalikan sampai rasanya tangannya bisa saja bergerak secara otomatis mengikuti hasratnya kalau tidak Rin kunci dengan baik.

Puk!

Rin berjenggit terkejut saat dia mendapatkan tepukan pelan dibahunya. Dia mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali begitu langsung dihadapkan dengan wajah Dean yang berada tepat di depan wajahnya, hanya terpaut beberapa senti saja. Membuat Rin dikuasai oleh rasa syoknya.

Dirasa berhasil menarik atensi Rin yang mendadak terdiam ketika dia memanggilnya sampai Dean terpaksa menepuk bahunya, Dean pun langsung mengangkat safety belt di tangannya sampai sejajar dengan wajahnya. Tentu saja untuk memberitahukan Rin kalau dia sudah berhasil melepaskan safety belt-nya.

"Udah bisa Mas lepas dari tadi"

Rona kemerahan menjalar secepat kilat sampai ke telinganya. Malu sekali karena Rin melamun memikirkan yang tidak-tidak dikondisi yang tidak tepat, sampai-sampai ia tidak sadar kalau Dean sudah berhasil melepaskan safety belt-ya.

Attakai CaféWhere stories live. Discover now