06. Kucing oren VS buaya darat

62 18 2
                                    

"Sean bantuin gue. Cuci gelas di dapur!"

Sean menghentikan langkahnya seketika. Tubuhnya lantas bergidik ngeri kala mendengar suara tegas Amaya. Ayolah, baru juga dia menginjakkan kakinya di kafe, tiba-tiba saja dia sudah disambut oleh suara yang terdengar begitu horor seperti itu. Rasanya Sean menyesal sekali langsung pulang kemari. Seharusnya dia menghabiskan waktunya di luar saja sampai kafe tutup agar terbebas dari tugas laknatnya.

"Ogah" jawabnya, menolak dengan tegas kemudian dia berlari menuju tangga berniat kabur ke lantai atas.

Melihat Sean yang malah berlari menjauh, Amaya pun segera beranjak memutari meja etalase sembari meneriaki Sean. "Seeeannn"

Grep!

Dengan bantuan jurus kaki seribunya, Amaya pun berhasil menahan Sean dengan memegang kerah belakang kemeja Sean, tepat sebelum Sean benar-benar naik ke lantai atas. Sudah sebulan dia menghadapi sisi Sean yang seperti ini. Sudah hafal dia dengan taktik mengurung diri di kamar lalu berpura-pura pingsan ketika dipanggil-panggil olehnya agar terbebas dari tugas wajibnya. Jadi sebelum itu terjadi, Amaya sudah harus lebih gesit dari Sean.

Setelah berhasil menahan Sean, Amaya pun langsung menarik kerah belakang Sean memasuki area dapur. Ia terlihat tidak perduli sekalipun apa yang ia lakukan menjadi tontonan banyak pengunjung kafe.

"Aduh Ay jangan narik-narik kaya gini dong. Dikata gue kucing garong apa" ucap Sean dengan nada suaranya yang terdengar kesal bercampur malas. Tentu saja tidak diindahkan oleh Amaya. Sean ini pemalas, kalau tidak dipaksa mana bisa dia mau membantu urusan kafe. Oh iya, selain pemalas, Sean ini juga tidak beradab. Dengan santainya dia selalu memanggil Amaya dengan sebutan 'Ay' alih-alih 'Ama atau Maya' seperti panggilan resmi Amaya. Tidak ada yang salah sih. Hanya saja alasan yang Sean punya lah yang membuat sebutan tersebut terdengar salah. Katanya dia sengaja menggunakan panggilan tersebut agar terdengar spesial. Agar Amaya yang jomblo karatan ini serasa dipanggil 'Ayang' oleh pria tampan sepertinya. Penistaan sekali memang.

Amaya menghempaskan cengkramannya pada kerah kemeja Sean begitu mereka sampai di dapur. "Cuci. Buruan. Kalau enggak gue obrak-abrik kamar lo" ucap Amaya dengan nada suara mengancamnya.

Sean pun menatap Amaya dengan malas sembari menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. "Iye iye. Berisik lo Ay" Kemudian Sean pun melepaskan tasnya lalu menaruhnya ke salah satu space yang biasa digunakan untuk penyimpanan barang, bahkan di sana pun ada barang Desi. Kemudian Sean pun mulai menyalakan kran air wastafel, "Ada nggak ada elu gue masih aja jadi tukang cuci piring. Nggak guna banget lo Ay" gerutu Sean, tanpa repot-repot menoleh ke arah Amaya yang masih berdiri di balik punggungnya.

"Bodo!" jawab Amaya dengan ketus. Pokoknya dia bertekad untuk menjadikan tugas cuci piring sebagai tugas abadi Sean. Anggap saja sebagai bentuk balas dendamnya atas tragedi penipuan yang Sean lakukan tempo lalu. Setelahnya, Amaya pun berjalan keluar dari dapur untuk melanjutkan kegiatannya yang tertunda tadi.

Mendengar respon Amaya yang kelewatan acuh membuat Sean langsung mendengus kesal. Rasanya dia menyesal karena sempat menerima Amaya sebagai pegawai di kafe ini. Seharusnya saat itu ia langsung mengusir Amaya saja sebelum Amaya bertemu dengan Kakaknya yang terlalu baik itu sampai-sampai menjadikan tragedi penipuan itu sebagai salah satu alasan Amaya diterima bekerja di sini. Kalau diprosentasekan itu sekitar 50% bobotnya. Menyebalkan sekali memang. Padahal setelah bekerja di sini, Sean merasa terkhianati betul dengan manusia yang satu itu.

Attakai CaféWhere stories live. Discover now