S 45 : Be Happy

4.7K 343 11
                                    

Shana diam dan tenang selama beberapa hari, dia tidak meminta apapun pada Drax dan menurut keinginan pria itu dengan baik. Drax benar-benar membuat Shana kembali kepada dirinya yang berusia 18 tahun, sehari-harinya dia menggunakan gaya pakaiannya ketika masa itu, rok panjang dengan kemeja atau kaos, Drax melarang Shana menggunakan kata gue-lo, dia benar-benar membuat Shana bertindak seperti di masa lalu, gadis itu merasa muak.

Dia seperti boneka untuk pria itu.

Tidak bisa seperti ini terus, Shana tidak mau, dia merasa kembali ke masa-masa kelamnya, padahal dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk berubah, tapi kenapa orang lain seakan-akan tidak menginginkan nya untuk berubah dan membuatnya kembali teringat dengan masa lalu.

Dia akan pergi malam ini.

Itu adalah keputusan Shana.

Biasanya dari pagi hingga malam hari Drax selalu sibuk dengan kegiatannya, dia sangat sibuk hingga menyerahkan Shana pada orang lain, Shana sebenarnya takut Drax akan melakukan sesuatu padanya, seperti menyentuhnya atau yang lain, namun Drax tidak melakukan itu, dia hanya memeluk Shana dengan erat sampai pagi seakan-akan dia tidak ingin kehilangan dirinya lagi.

Shana tahu Drax mencintainya, namun Drax yang sekarang hanya melihat Shana di masa lalu, bukan di masa depan, dia hanya terfokus pada Shana yang baik dan penurut.

Seperti biasa setelah makan malam Shana akan masuk ke kamarnya, dia menikmati waktu dengan membaca buku lalu mandi dan tidur pada pukul 11 malam, dia akan terlelap entah berapa lama sampai akhirnya nanti dia akan terbangun karena seseorang yang memeluknya.

Drax.

Shana membuka kedua matanya, seperti biasa Drax pulang dalam keadaan mabuk berat, dia selalu memanggil Shana dalam keadaan mabuk dan memberikan ciuman-ciuman kecil disekitar leher Shana, meninggalkan beberapa bercak kemerahan, Shana risih dengan hal ini, dulu padahal mereka tidak pernah berinteraksi seintens ini.

Menunggu selama beberapa saat, Shana mendengar nafas Drax yang teratur, pelukan disekitar perutnya melonggar, Shana segera melepaskan tangan Drax secara perlahan-lahan, menyingkirkan selimut dan menyelimuti pria itu.

Shana duduk bersimpuh di atas kasur, dia memperhatikan wajah Drax dengan baik.

Tangannya terangkat dan mengelus pipi pria itu. "Semoga kebahagiaan selalu menyertai mu, Drax...." Gadis itu merunduk dan mengecup lembut dahinya, sebelum air matanya jatuh Shana segera menyingkir dan turun dari atas kasur secara perlahan-lahan.

Dia menatap nakas, disana ada berbagai macam jenis kunci harusnya pasti ada kunci dari kamar ini dan pintu utama.

Shana menggunakan tas yang ia bawa ketika Drax menangkapnya di rumah sakit isinya beberapa pakaian yang ia ambil dari lemari Drax, kemudian dia mengambil semua kunci itu, mencobanya satu persatu hingga pintu kamar terbuka.

Shana tersenyum senang.

Dia kembali meliputi Drax yang tertidur, kemudian keluar secara perlahan-lahan.

Semua orang sedang tidur jam segini bahkan satpam yang menjaga gerbang, Shana membuka gerbang dengan kunci yang ia pegang, dia berdoa dalam hati agar suara gerbang besi itu tidak membangunkan siapapun.

Berhasil.

"Shana..."

Shana melambaikan tangan pada Vilna, dia segera berlari menghampiri gadis itu. "Ayo cepat pergi, jangan ke apartemen kamu." Tadi pagi ketika Drax sedang mandi Shana diam-diam bangun dan memberikan pesan pada Vilna melalui ponselnya yang ditahan Drax.

"Okey, gue tahu kemana tempat yang aman." Vilna menyuruh Shana untuk masuk ke dalam mobil.

Sebelum masuk Shana melempar ponselnya ke tanah dan menginjak-injak benda itu, dia takut ada alat pelacak disana jika membawanya, seperti keluarganya dulu.

Tanpa pikir panjang kedua gadis itu langsung pergi dari sana.

***

"Lo mau pergi kemana?" tanya Vilna.

Matahari sudah berada di atas langit sekarang, beberapa jam sudah berlalu sejak Shana kabur dari rumah Drax. Vilna membawanya ke luar kota, mereka berdua saat ini berada di sebuah pantai yang sepi, duduk di atas pasir dengan pikiran yang sedikit berkecamuk.

"Entahlah, btw makasih udah cariin uang tabungan gue." Vilna membawa semua uang tabungannya selama setahun ini, uang ini pasti cukup untuk perjalanannya ke luar negeri, setelah tiba disana, Shana akan berpikir cara untuk bertahan hidup.

"Gimana kalau Australia? Disana banyak penduduk Indonesia dan jaraknya dekat, lo bahkan bisa pergi -pulang naik kapal." jelas Vilna.

Shana membuka tas yang diberikan Vilna, di dalam ada uang tabungan, Visa, dan Pasport yang diambil ketika kabur dari rumahnya dulu. "Apa selamanya gue bakalan hidup dalam pelarian?" gumam Shana.

Vilna terdiam, dia juga tidak bisa mengatakan apapun, kondisi Shana saat ini sulit.

Shana melihat sebuah buku didalam tas itu, dia mengeluarkannya. "Kenapa lo bawa ini juga?" Ini adalah buku diary nya.

"Itu kan punya lo, bawa aja." saran Vilna.

Dia membuka buku diary itu dan membaca isinya sekilas, ugh isinya sangat berat. "Simpan saja, gue engga mau lihat."

Vilna tertawa. "Gak takut gue baca?"

"Baca aja." tukas Shana, dia tidak peduli.

"Nanti deh kapan-kapan." Vilna menatap hamparan laut di hadapannya dalam diam.

Shana menarik nafas dalam-dalam, dadanya sesak dan matanya berkaca-kaca. "Gue gak nyangka dia berubah."

"Dia gitu karena dia cinta lo."

Tawa kecil Shana terdengar. "Itu bukan cinta, obsesi, dia obsesi sama diri gue di masa lalu." 5 tahun sudah berlalu. "Itu aneh, padahal dia artis terkenal, banyak cewek cantik disekitarnya tapi kenapa dia harus terjebak sama gue? Kadang gue ngerasa bersalah." Shana tidak bermaksud membuat Drax sampai sejatuh ini padanya.

Cinta.

Cinta itu mengerikan.

Ketika kamu jatuh cinta pikiran dan perasaan mu menjadi tidak terkendali.

Terkadang kamu melakukan hal-hal yang diluar akal sehat, berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangan mu namun ternyata itu hanya yang terbaik untuk dirimu bukan untuk dirinya.

"Gue cuma mau hidup...." gumam Shana.

Vilna menatap wajah Shana, dia merasakan hal yang tidak baik dari ekspresi wajah Shana, tidak ada raut kebahagiaan disana. "Shana, jangan mikir aneh-aneh..."

"Hampir gue lakuin...." gumam Shana.

Vilna tercengang, dia menarik bahu Shana, untuk menatap matanya. "Pasti ada jalan, ada jalan untuk semuanya, jangan kepikiran untuk mengakhiri semuanya dengan paksa."

Shana tertawa, tawa yang terdengar miris. "Apapun yang gue lakuin gak ada gunanya!" Air matanya menetes. "Bahkan Mama bilang kalau ancaman bunuh diri gue terdengar kekanak-kanakan, apa gue harus benar-benar bunuh diri Vilna? Apa gue harus nyakitin diri gue sendiri baru mereka lepas gue!"

"Engga!" Vilna menangkup pipi Shana. "Orang tua lo suatu saat nanti pasti paham, Shana."

"Engga! Mereka engga akan paham!" Shana memukuli dadanya, sakit, sesak, muak, capek, lelah. "Gue mau mati aja rasanya Vilna, apapun yang gue lakuin semuanya, dikendalikan oleh mereka, bahkan setelah selama ini mereka masih mau jodohin gue demi kepentingan mereka, bahkan Drax, Drax, satu-satunya orang yang gue pikir bisa memahami gue, penyelamat gue, dia, dia, bahkan juga berubah seperti mereka." Harapannya putus begitu saja.

Shana yang sedang putus asa itu melihat beberapa orang dibelakang Vilna, bahkan ada sosok yang tidak asing disana, Steven, kakak kesayangannya, lalu ada orang-orang yang terlihat marah pada dirinya, terutama wanita yang dipanggil ibu itu.

"Shana!" suara ibunya terdengar.

Detik itu juga Shana tahu, apapun yang dia lakukan orang-orang ini tidak akan pernah melepaskan dirinya.

Pada akhirnya dia kembali.

Ke awal dari semuanya.

***

Terima kasih sudah membaca 😘

S is She (The End)Where stories live. Discover now