8. Rumah Aiko

37 6 53
                                    

Sepintar apapun seseorang menyembunyikan luka, pasti akan terlihat juga walau tak seberapa.

-Number of Time-

Dengan hati yang terbuka, senyum Aiko merekah. "Makasih udah nemenin aku hari ini, Jin," ucapnya hangat.

Jin dengan tulus membalas, "Justru aku yang harusnya berterima kasih ke kamu, Aiko."

"Kenapa begitu?"

Jin tersenyum penuh arti. "Karena aku udah lama nggak merasakan ini sebelumnya." Matanya berembun mengingat kenangan masa lalu yang sudah lama terlupakan. "Masuklah. Udah mau malam, istirahat," suruhnya, menutupi keheningan yang terasa kental.

Aiko menyipitkan mata. "Udah lama nggak merasakan ini? Jadi, sebelumnya kamu pernah merasakan hal yang sama?"

Jin terdiam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Enggak. Aku baru merasakan waktu berharga ini sama kamu, Aiko," ungkap cowok itu lirih, menampakkan sisi yang jarang terlihat dari dirinya.

Namun, obrolan mereka terputus saat suara pintu berdecit terdengar, menyisipkan kehadiran yang tak terduga.

"M-Mama ...." seru Aiko yang terdengar gemetaran saat menyadari kehadiran mamanya.

Nita dengan ekspresi tajam memandang anaknya dan Jin secara bergantian. "Aiko, dia siapa?" tanyanya agak tegas.

Dengan gugup, Aiko mencoba menjelaskan, "D-dia ... dia temen satu kelas, Ma. Aiko minta diantar pulang karena udah hampir malam. Takut di jalan."

Jin mencoba tersenyum, kemudian menyalami Mama Aiko. "Halo, Tante. Saya Jin. Teman satu kelas Aiko."

Nita membalas dengan senyuman. "Hai, Jin. Terima kasih sudah mengantar Aiko sampai rumah," timpal wanita paruh baya itu.

Jin mengangguk sopan. "Sama-sama, Tante."

"Disuruh duduk dulu, Sayang. Mama buatkan minum, ya," ucap Nita secara lembut, mencoba meredakan kecanggungan yang melingkupi keadaan.

Aiko melototkan mata, penuh kegelisahan. "Nggak usah, Ma! Dia mau pulang sekarang," desaknya, berusaha menyingkirkan situasi yang semakin tak nyaman.

"Udah, nggak pa-pa. Disuruh masuk dulu." Mama Aiko beranjak pergi menuju ke dalam. Sedangkan Aiko yang merasa kikuk mencoba untuk menatap Jin.

"Gimana? Mau mampir dulu?" tawar Aiko.

Sang lawan bicara mengangguk sebagai jawaban. Akhirnya, Aiko mempersilakan Jin untuk memasuki rumahnya. Mereka duduk di atas sofa—saling berhadapan.

Rumah yang bernuansa putih sederhana membawa ketenangan bagi Jin yang melihatnya. Pemandangan sekitar menyiratkan sesuatu yang tak terlihat dari luar. Foto-foto di dinding, mungkin menyimpan kisah lama yang menceritakan perjalanan hidup Aiko dan keluarganya. Jin merenung sejenak, memikirkan betapa berharganya masa yang dialami Aiko dulu.

Sementara itu, aroma harum nasi goreng dan teh hangat mengisi ruangan, menyatu bersama kenyamanan suasana. Ketika Nita kembali membawa hidangan itu, Aiko bergegas membantu Mamanya.

Jin bisa melihat kebersamaan dan kasih sayang yang ada di antara mereka, sebuah hubungan yang begitu erat. Di dalam hatinya, ia merasa bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk melihat sisi lain dari Aiko, sebuah sisi yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Di tengah kehangatan yang terjadi di rumah Aiko, Jin merasa telah menemukan sebuah tempat di mana ia bisa benar-benar diterima dan dihargai.

"Ayo dimakan dulu nasi gorengnya," lontar Mama Aiko.

Akhirnya, mereka pun menikmati makan malam tersebut secara khidmat. Suara dentingan sendok yang membentur piring menyelimuti ruang tamu.

Number of TimeWhere stories live. Discover now