2. Kecelakaan

87 55 125
                                    

Pada akhirnya, penting baginya untuk memprioritaskan kebahagiaan dan kenyamanan sendiri.

-Number of Time-

Bunyi bel pulang menyebabkan hiruk-pikuk di sekitar SMA Radiant. Para murid keluar dari kelas dengan tujuan berbeda. Beberapa menuju tempat parkir untuk mengambil kendaraan pribadi, sementara yang lain bergegas ke pemberhentian halte untuk menunggu angkot. Antusiasme menyambut jam pulang sekolah melambung di udara. Para siswa bercanda ria, mendiskusikan apa tujuan mereka selanjutnya. Bermain, mengerjakan tugas, bersantai. Itu opsi utama obrolan mereka.

Aiko menyusuri koridor yang masih ramai dilewati para siswa. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika suara seseorang memanggil dari balik punggungnya.

Dia adalah Rizky Fujikawa. Sosok yang menjadi idaman semua wanita di sekolah. Ketampanan yang dimiliki tidak hanya terletak pada penampilan, tetapi juga pada kepribadian yang aktif dan prestasi akademiknya yang gemilang. Sebagai mantan ketua osis, Rizky dikenal sebagai pemimpin yang karismatik dan berbakat.

Rizky mendekat. "Aiko, pulang sama siapa?" tanya cowok itu sembari menampilkan senyum terbaiknya.

"Sendiri. Mau naik angkot, Ky."

Sang lawan bicara berdeham. "Gimana kalau samaku aja? Kita, kan, searah. Sekalian bareng aja," ajaknya.

Aiko tersenyum tipis. "Terima kasih, tapi nggak pa-pa. Aku udah terbiasa pulang sendiri."

Sangat kecil sekali terlihat, tapi tertangkap oleh Aiko bahwa Rizky mengembuskan napas berat. Cowok itu menatap Aiko beberapa saat sebelum bertanya. "Beneran nggak pa-pa pulang sendiri?"

Aiko hanya mengangguk sebagai jawaban.

Rizky berusaha mengerti, meskipun terdapat rasa kecewa dalam hati. "Baiklah, kalau begitu. Hati-hati, ya," lontarnya ramah sebelum berpamitan.

Melihat perhatian yang ditunjukkan Rizky, Aiko menyadari bisa saja ada kesan lain yang terbentuk di mata orang-orang sekitar.

Aiko melangkah dengan rasa cemas. Ini bukan pertama kalinya ia nenolak tawaran Rizky. Menolak tawaran dari seseorang bisa membuatnya merasa bersalah. Namun, pada akhirnya, penting baginya untuk memprioritaskan kebahagiaan dan kenyamanan sendiri.

Karena Aiko tidak ingin 'mengulangi hal yang sama, untuk kedua kali.'

Sudah menjadi hal yang biasa jika kota metropolitan penuh akan kendaraan di jalan. Sesak dan tentunya membuat oksigen terhambat. Usai susah payah menyebrang, Aiko berhasil sampai di halte. Ia meraih ponsel yang terasa bergetar dari beberapa menit yang lalu. Ada satu panggilan tak terjawab di sana-dari mamanya.

Aiko mengusap wajah. Mengingat obat mamanya yang habis, mau tidak mau ia harus mendapatkannya dalam waktu dekat. Sejauh ini, yang ada di benaknya hanyalah kesembuhan sang mama. Bagi Aiko, tidak menjadi masalah jika kehilangan siapa pun, asal tidak kehilangan seorang mama.

Aiko terlonjak kaget saat kucing hitam tiba-tiba berlari ke arahnya. Karena merasa geli, ia refleks menendang pelan agar menjauhkan diri dari hewan itu. "Anabul, jangan terlalu dekat. Menjauhlah!" serunya.

Beberapa saat kemudian, Aiko langsung menyadari bahwa kucing hitam itu adalah 'barang panas' yang dilihat tadi pagi.

Aiko menoleh. Pandangannya terkunci pada seseorang yang berbalut jaket berwarna hitam. Embusan napas kontan dikeluarkan. Sedangkan Jin tampak beranjak maju, membuat wajah mereka lebih berdekatan. Beberapa siswa yang berada di area halte tanpa sadar sudah memerhatikan mereka.

"Kenapa harus ketemu sama manusia judes ini lagi, sih," dumel Aiko yang masih bisa didengar oleh Jin.

Seperti sebelumnya, cowok di hadapannya selalu saja melempar tatapan tajam. "Jangan sakiti kucingku."

Number of TimeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon