00XIII. Menghindar

36 5 0
                                    

00XIII. Menghindar

“Saya tidak dapat membantu apa-apa, pangeran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Saya tidak dapat membantu apa-apa, pangeran.”

Pria pemilik dark hazel brown eyes dengan tubuh tinggi dan atletis—sekitar 185 centimeter—itu hanya bisa menghela napas gusar ketika mendengar penuturan Penatua Aester.

“Anda juga tidak dapat mengambil keputusan secara gegabah. Di depan umum, Anda adalah Marquis Cleveland. Tidak mungkin jika Anda langsung mencari empress regnat ke istana tanpa alasan yang jelas.”

Apa yang diucapkan oleh pria tua itu ada benarnya. Kaelus masih dikenal sebagai Marquis Cleveland dan hanya segelintir orang yang mengetahui statusnya sebagai suami empress regnat of Berg. Kendati demikian, Kaelus tidak bias berdiam diri begitu saja di priory milik penatua Aester. Setelah kepergian wanita cantik yang baru ia nikahi beberapa jam lalu, perasaannya masih campur aduk.

“Belakangan ini tugas Empress Adelaide sebagai empress regnat sangat banyak. Pangeran harus memaklumi keputusan Empress Adelaide yang tiba-tiba harus kembali ke istana.”

Kaelus hanya menganggukkan kepala secara singkat. Penatua Aester tentunya tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi semalam. Pria tua itu hanya mengira Adelaide harus kembali ke istana dikarenakan ada kepentingan mendadak.

“Saya akan bertanya secara pribadi ketika berjumpa dengan Empress Adelaide,” ujar Penatua Aester sebelum berpisah dengan Kaelus.

Mantan tangan kanan Matahari Kekaisaran Robelia tidak dapat berbuat apa-apa, selain menunggu kabar baik dari penatua Aester. Kaelus tidak dapat mendatangi istri ke-duanya secara gegabah, karena wanita bergelar Rembulan Kekaisaran itu bukanlah seseorang yang mudah dikunjungi. Status mereka sebagai suami-istri tidak lantas memberikan keleluasaan bertemu bagi Kaelus ataupun sebaliknya.

“Semua ini terjadi karena kebodohanku sendiri,” gumam Kaelus dengan dark hazel brown eyes menatap lekat seonggok wedding dress sederhana yang masih tersimpan dengan baik di atas salah satu kursi di dalam kamar yang semalam mereka gunakan.

Wanita cantik pemilik autum green eyes mempesona itu tidak banyak bicara ketika Kaelus bertindak impulsif—bertindak secara tiba-tiba menurut hati. Semalam Kaelus benar-benar dibutakan oleh kebencian. Ketidakberdayaan menolak pernikahan levirate yang mengharuskannya membohongi sang istri, membuat Kaelus meluapkan amarahnya pada Adelaide. Pada akhirnya, Kaelus justru menyesal telah menyakiti wanita itu.

Kaelus telah berjanji pada dirinya sendiri, ketika mereka bertemu lagi, ia tidak akan segan untuk meminta maaf. Bagaimanapun juga semalam adalah pengalaman pertama sang permaisuri. Kaelus juga sangat terkejut. Bagaimana bisa sang permaisuri masih dara pasca menikah Sembilan tahun lamanya?

Di tengah kemelut batin, yang keluar dari bibir cupid’s bow itu justru terdengar seperti perintah tanpa dapat dibantah. Dikarenakan tidak mungkin berhenti di tengah-tengah, Kaelus tetap menyelesaikan “kewajibannya” hingga akhir. Kendati demikian, tidak ada rasa lega ataupun puas ketika berhasil memporak-porandakan harga diri sang Rembulan Kekaisaran. Kaelus justru diselimuti rasa sesal yang begitu tebal.

“Permaisuri menolak bertemu dengan Anda, pangeran.”

“Mengapa?” tanya Kaelus pada penatua Aester yang dijumpai pada malam harinya. “Maksud saya, mengapa Her Majesty tidak dapat meluangkan waktunya sebentar saja untuk bicara dengan saya?”

Penatua Aester yang selalu menampilkan ekpresi tenang dan tidak terbaca, kali ini kedapatan menyunggingkan senyum tipis yang begitu teduh. Salah satu tangannya menepuk bahu tegap Kaelus. “Empress Adelaide bahkan tidak meninggalkan ruang kerjanya seharian ini.”

Kaelus terpaku mendengarnya. Sesibuk itukah sang empress regnat? Sampai-sampai tidak dapat meluangkan sedikit waktu untuk bicara dengan pria yang baru menikahinya? Ataukah wanita itu sengaja menyibukkan diri?

“Masih banyak pekerjaan yang harus diurus. Empress Adelaide juga sempat menitipkan pesan kepada saya,” kata penatua Aester, menambahkan. “Untuk saat ini, Anda diperbolehkan kembali ke Robelia. Dalam kurun waktu 21 hari ke depan, Empress Adelaide akan mengirim surat pada Anda.”

Mendengar pesan tersebut, secara tidak sadar Kaelus mengepalkan ke-dua tangannya. Entah mengapa harga diri serta egonya sebagai pria sekaligus suami ke-dua sang empress regnat merasa tersinggung. Bukankah pesan wanita itu terdengar seperti usiran halus bagi Kaelus?

“Saya tidak dapat mencampuri keputusan Empress Adelaide,” kata penatua Aester yang kini menatap Kaelus dengan lekat.

Sekalipun tidak menujukkan ekpresi apa-apa, Kaelus dapat menangkap pesan tersirat dari sorot matanya.

“Menurut penuturan Empress Adelaide, pangeran telah menjalankan kewajiban sebagai seorang suami dengan baik. Tidak ada salahnya kita menunggu selama 21 hari ke depan. Jika Tuhan berbaik hati, kita akan segera mendapat kabar baik setelah 21 hari.”

Pembicaraan itu menggantung begitu saja setelah Kaelus dihadapkan dengan sebuah kenyataan; sang Rembulan Kekaisaran menghindar dan mengusirnya.

Wanita itu membangun tembok berlapis-lapis sehingga Kaelus tidak memiliki celah untuk menjangkaunya. Marquis Claveland itu pada akhirnya pulang dengan perasaan yang masih campur aduk. Di satu sisi ia merasa sangat menyesal dan bersalah. Namun, di sisi lain, ia juga merasa dipermainkan layaknya benda tidak berharga.

Adelaide dengan mudah mengusir Kaelus dari kekaisaran Berg. Hal itu menunjukkan betapa besar kesenjangan sosial di antara mereka—setidaknya untuk saat ini. Ego Kaelus terluka. Walaupun luka itu tidak sebanding dengan luka yang ditorehkan pada Adelaide.

“Ada apa, suamiku? Apakah terjadi sesuatu yang buruk dengan hubungan diplomatik Berg dan Robelia?”

Pertanyaan itu meluncur dari bibir istrinya yang baru saja bergabung di atas tempat tidur. Setelah menempuh perjalanan selama 2 hari menggunakan kuda, Kaelus tiba di Cleveland pada malam hari dan langsung memutuskan untuk mandi dan beristrirahat tanpa makan malam. Raut wajahnya masih terlihat kusut, sekalipun sudah kembali ke keluarga kecilnya.

“Hm. Ada sedikit masalah,” sahut Kaelus, agak ragu.

Kaelus sendiri tidak yakin, apakah perbuatannya akan berimbas pasa hubungan politik Berg dengan Robelia atau tidak. Yang pasti, ia percaya jika wanita mulia itu mampu membedakan urusan personal dengan urusan pekerjaan.

“Sepertinya, masalah ini lebih besar dari perkiraan kamu.”

Marchioness Cleveland kembali bersuara. Posisinya sudah duduk di samping sang suami dengan kepala merebah di bahu bidang prianya.

“Aku pasti bisa menyelesaikannya,” kata Kaelus kepada wanitanya; dipenuhi keyakinan.

“Seperti biasa?” pemilik ocean blue eyes itu bertanya seraya mengelus rahang tegas milik suaminya. “Kamu selalu bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Seperti biasa,” lanjutnya dengan jemari lentiknya yang kini menjangkau tengkuk belakang sang suami.

Ketika wajah rupawan itu merunduk, Cyrene sudah siap menerima tautan manis seperti sebelumnya. Namun, sampai beberapa detik, apa yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung terjadi. Alih-alih tautan manis yang akan membawa mereka kepada malam-malam menggairahkan seperti biasa, suaminya hanya memberikan tanda cinta cukup lama di kening.

“Maaf, sayang. Malam ini aku lelah sekali,” ungkap pria itu sebelum merengkuh tubuh ideal milik istrinya. “Bukan hanya tubuhku yang lelah, tetapi pikiranku juga kelelahan,” tambahnya di dalam hati.

Dalam 2 hari perjalanan yang begitu melelahkan fisik sang marquis, kepalanya juga dihantui oleh wajah cantik pemilik autum green eyes mempesona yang berhasil memporak-porandakan perasaannya.

🥀🥀

To Be Continued

Sukabumi 03-05-24

Levirate MarriageWhere stories live. Discover now