00IX. Pergi (untuk) Menikah Lagi

59 9 1
                                    

00IX. Pergi (untuk) Menikah Lagi

“Kau ini tidak belajar dari kesalahanku?” pertanyaan retoris itu dilemparkan oleh pria berusia 31 tahun dengan tatapan menghunus tajam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kau ini tidak belajar dari kesalahanku?” pertanyaan retoris itu dilemparkan oleh pria berusia 31 tahun dengan tatapan menghunus tajam. Gelas bertangkai di tangan hampir saja terlepas ketika mendengar pengakuan lawan bicaranya. “Kau lupa jika aku begitu menderita karena mempermainkan pernikahan?”

“Saya tidak bermaksud untuk mempermainkan sebuah pernikahan. Saya … hanya tidak ingin terlibat lagi. Maka dari itu, saya memutuskan untuk menyetujui kesepakatan yang ditawarkan emperess regnat Adelaide.”

“Kau ini seorang gentilhomme—status yang tidak dapat diberikan atau dialihkan, bahkan oleh seorang raja. Ketika kau terlahir sebagai bangsawan, memang terdapat beberapa kewajiban yang harus kamu tanggung seumur hidup.”

“Saya bisa melepaskan gelar kebangsawanan seperti yang dilakukan mantan Elang Muda Kekaisaran,” ujar pemilik nama lengkap Ka’elouis von Effenberg itu, tanpa keraguan.

Sedangkan yang mendengarkan pengakuan, tampak menyunggingkan senyum tipis. Ia kemudian menelan habis sisa cairan beralkohol di gelas bertangkai. “Kasusmu dengan Kaezar berbeda, Kael.”

“…”

“Kau ini satu-satunya pewaris tahta yang masih tersisa setelah Kaisar Berg XIII meninggal,” ucap Matahari Kekaisaran Robelia pada tangan kanannya yang paling dekat dan paling dipercaya. Tangan kekarnya kemudian kembali menuangkan botol kaca berisi anggur red Bordeaux edisi terbatas yang diproduksi di Cabernet sauvignon, Perancis.

“Kau pikir mereka akan akan membiarkanmu lepas tanggung jawab begitu saja?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kau pikir mereka akan akan membiarkanmu lepas tanggung jawab begitu saja?”

Pemilik nama panggilan Kael itu menggelengkan kepala dengan gusar sebelum akhirnya ikut menghabiskan sisa grand marnier dingin di gelasnya. Alkohol Prancis yang terbuat dari campuran jeruk pahit Haitu dan Brandy cogna itu memiliki aroma dan rasa yang khas. “Empress Adelaide juga sudah memperingati saya.”

“Jangan salah menilai calon pasanganmu itu, Kael. Dia ibarat Kayena versi lebih muda, tetapi otaknya jauh lebih brilliant. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang tidak dapat disentuh sembarangan.”

Rasa pahit yang sempat tinggal di lidah, tidak seberapa jika dibandingkan dengan fakta yang harus diterima Kaelus semenjak empress regnat Berg mengunjungi rumahnya.

“Aku tidak dapat membantu banyak karena semua keputusan ada di tanganmu. Aku hanya ingin kau mengingat bahwa setiap keputusan yang kau ambil, tentunya memiliki konsekuensi tersendiri.”

Anggukan kepala diberikan Kaelus. Orang pertama dan terakhir yang ia beritahu adalah raja Robelia, yaitu Kaizen Alexander Kadheston. Kaelus memiliki keyakinan cukup besar ketika memutuskan untuk menyembunyikan masalah ini dari sang istri. Namun, keyakinannya tidak cukup besar ketika hendak membohongi tuannya yang sudah dianggap saudara sendiri. Kaizen selalu menjadi orang pertama yang mengulurkan tangan ketika Kaelus membutuhkan bantuan.

Kendati demikian, bukan berarti Kaizen setuju. Awalnya, Kaizen juga menolak keras ide Kaelus. Katanya, lebih baik Kaelus maju sebagai pengisi tahta yang kosong. Dengan demikian, Kaelus juga dapat membawa serta keluarga kecilnya ketika memasuki istana. Hanya saja, perlu diingat bahwa setiap keputusan yang akan diambil Kaelus memiliki konsekuensinya masing-masing.

“Ah, ingat satu hal lagi, Kael. Tidaklah sulit untuk jatuh cinta pada wanita seperti permaisuri Berg. Maka, teguhkan hatimu sejak awal. Ingatlah jika kau sudah memiliki seorang istri di rumah.

Pesan Kaizen benar-benar diingat oleh Kaelus sampai ia kembali ke rumah. Ketika tidak diingat-ingat pun, kalimat itu terus berputar-putar di kepala. Apa yang diucapkan raja Robelia memanglah fakta; tidak sulit jatuh cinta pada wanita dengan keindahan fisik tidak manusia. Akan tetapi, Kaelus juga harus mengingat fakta jika di rumahnya juga ada wanita dengan kecantikan tidak manusiawi yang menjadi istrinya.

“Pergi ke kekaisaran Berg? Untuk berapa hari?” tanya wanita dengan kecantikan tidak manusiawi yang Kaelus maksud ketika ia saat sedang menyiapkan beberapa keperluan untuk perjalanan menuju Berg.

“Berapa lama aku pergi, masih belum dapat dipastikan.”

Jawaban itu sejatinya terdengar ambigu. Kendati demikian, wanita yang telah menjadi istri Kaelus selama 3 tahun belakangan itu memiliki kepercayaan yang tidak dapat diukur untuk suaminya. Toh, ini bukan kali pertama ia ditinggal pergi. Hanya saja, kepergian kali ini meninggalkan tanda tanya serta setitik rasa tidak rela.

“Apakah ini ada hubungannya dengan kunjungan Empress Adelaide?”

Mendengar nama itu disebut, tubuh Kaelus secara otomatis menegang. Sudah tiga hari berlalu semenjak pertemuan pertama dan terakhir mereka. Pagi tadi, surat yang dikirim dari Berg telah tiba. Seperti ucapan wanita itu, Kaelus diharuskan pergi ke Berg setelah menerima surat darinya.

“Kamu baru kembali dua hari dan akan pergi lagi? Aku dan Charlotte masih sangat merindukan kamu.”

Mendengar keluh kesah istrinya yang kini memeluk pinggangnya dari belakang, berhasil membuat Kaelus diserang rasa sesak di dadanya. Selain mengemban tugas sebagai marquis, ia juga masih bekerja sebagai tangan kanan sekaligus penasihat hukum raja Robelia. Saking sibuknya bekerja, belakangan ini ia jarang menghabiskan waktu luang bersama keluarga kecilnya. Sebagian besar pekerjaan internal march—wilayah kekuasaan seorang marquis—juga dibantu oleh istrinya.

Wanita cantik yang dulu dikenal sebagai “perawan tua milik d’Oclean” itu memang pantas disebut istri yang hampir sempurna. Selain berparas cantik, pandai, serta berpendidikan, Cyrene juga tidak menunjukkan cintanya yang begitu besar. Setelah kepergian mendiang neneknya, Cyrene adalah tempat Kaelus berkeluh-kesah di kala lelah.

Cyrene bukan hanya seorang istri, tetapi belahan hati marquis Cleveland. Kaelus dulu hidup sebatang kara, setelah menikah dengan Cyrene, ia memiliki rumah yang hangat untuk pulang di kala lelah selepas beraktivitas. Ada istri serta putrinya yang menyambut dengan senyum lebar. Pada detik itu pula, semua rasa lelah yang dirasakan oleh Kaelus menguap begitu saja.

“Aku berjanji akan segera menyelesaikan pekerjaan ini sebelum festival rakyat ibu kota digelar.”

Itu adalah janji yang diucapkan Kaelus ketika membalikkan badan dan meraih tubuh kecil sang istri dalam dekapan. Ketika istrinya hendak buka suara, pria gagah dengan bola mata indah itu terlebih dahulu meraup bibir ranum milik istrinya. Sebelum pergi ke tempat yang akan mengubah kehidupannya, Kaelus ingin mengisi tenaganya terlebih dahulu. Ia butuh tenaga tambahan dari support system pribadinya.

“Hati-hati di jalan,” bisik Cyrene ketika hendak melepaskan kepergian suaminya. Rasanya begitu berat. Namun, suaminya memiliki tugas mulia sebagai seorang marquis sekaligus tangan kanan raja Robelia.

“Kamu dan putri kita juga harus menjaga diri dengan baik selagi aku pergi,” balas Kaelus seraya memberikan kecupan lama di kening istrinya.

Walaupun berat, Kaelus harus pergi tanpa mengatakan kejujurannya pada sang istri. Keputusannya jelas memiliki konsekuensi besar. Jika perhitungannya tepat dan tidak meleset, konsekuensi itu dapat dihindari jika Kaelus menyelesaikan kesepakatannya tepat waktu. Kaelus akan berusaha se-cepat dan se-rapih mungkin untuk menyelesaikan tugasnya, kemudian mengakhiri hubungan Adelaide serta kekaisaran Berg.

🥀🥀

To Be Continued

Sukabumi 18-04-24

Levirate MarriageWhere stories live. Discover now