Saatnya Memulai

1 0 0
                                    

Tiba di pagi harinya, Zegain langsung bergegas mempersiapkan barang-barang keperluannya  kedalam ransel hitam miliknya. Ia telah siap dengan mengenakan kaos putih dan jaket hitam kesayangannya beserta dengan celana training abu-abu dan siap untuk memulai dirinya mulai saat ini untuk mengubah, ke kelamannya dan biarkan menjadi kenangan.

“Berangkat sekarang?” tanya sang kakek yang menghampiri dirinya yang sedang mengenakan tas punggung hitam kepunyaannya.

“Iya, Keynwoo bilang lebih baik untuk pergi lebih awal agar dapat pembagian kamar disana,” jelas Zegain.

“Begitu, nih untuk keperluan mu,” ucap sang kakek sembari menyodorkan uang kepada cucu semata wayangnya untuk keperluan sesuatu.

“Tidak perlu, kek. Aku mempunyai uang tabungan sendiri jadi kakek tidak perlu untuk bersusah payah untuk memberikan ku ini,” tolak Zegain lembut.

“Ambil, Zegain. Kakek memberikan mu ini dan kamu harus menerimanya, ambillah,” paksa kakeknya jadi, mau tak mau Ia pun menerimanya.

“Hufht... Baiklah, terima kasih,” balas Zegain. Sang kakek tersenyum dan langsung memeluk cucu semata wayangnya itu erat. Zegain langsung terpaku syok, dan dapat merasakan detak jantung pria itu terdengar cepat, apakah Ia mencemaskannya?

“Kakek yakin, kamu bisa, kakek yakin kau berhasil,” ucapnya memeluk sang cucu hangat. Zegain membalas pelukan dan berkata, “Zegain berjanji.”

Tangannya keriput, langsung memegang wajah Zegain dan mencium keningnya. Zegain sampai dibuat berlinang air mata dibuatnya. Lalu, suara klakson mobil terdengar dari luar, mereka pun keluar dan ternyata, tuan Young yang datang.

“Tuan_ Young?” sebut Zegain.

“Pergilah, Kakek akan mendukungmu dimanapun kau berada,” ucap pria tua itu dan mengusap rambutnya. Zegain tersenyum dan pamit dengan penuh semangat.

Mereka akan menuju gedung 𝘋𝘦𝘰𝘭, tempat Zegain mengikuti pertandingan. Ditengah perjalanan, Keynwoo mengirim pesan kepadanya, “Kamu ada dimana?”

Zegain langsung mengetik dan membalas, “Ditengah perjalanan.”

Keynwoo melihat pesan dan kembali membalas, “Ooo, ok. Kami bertiga akan menunggumu dipintu gerbang.”

“Baiklah,” pesan pun berakhir. Tuan Young meliriknya dan mulai mengangkat pembicaraan hangat dengan remaja disampingnya.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya pria itu.

“Entahlah, sedikit tegang rasanya,” jawab Zegain sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Tegang? Karena apa?” tanya pria itu kembali.

“Sepertinya karena hari pertama ku untuk mengikuti ajang ini, aku merasa gugup dan takut jika menghadapinya,” jawab Zegain memelas.

“Ayolah, jangan pikirkan hal itu. Masa langsung kalah sebelum bertarung, si. Warga desa, kakekmu, aku bahkan teman-temanmu selalu mendukungmu, semangatlah dan yakinlah kalau kau itu, bisa,” nasehat pria jeruk itu menguatkan dirinya.

Zegain menatapnya erat dan berseru, “Siap! Tuan jeju!” balas Zegain semangat sembari membentuk tangannya hormat.

“Kau ini,” ucap tuan Young.

“Mengapa? Baguskan?”

“Kau bisa bercanda juga, ya.”

“Tentu saja, mengapa tidak?”

“Hahaha, anak mudaa.”

Mereka pun tiba di gedung Deol. Terlihat begitu ramai peserta yang ikut dalam kompetisi besar ini. Zegain turun dari mobil dengan tercengang melihat keadaan tersebut ditambah dengan penampakan gedung Deol yang besar dan berdiri kokoh dihadapannya.

Heir to the Black Sword Darknessजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें