Ayahanda

1 0 0
                                    

Hari terus berlalu dan berjalan mengantikan waktu dengan keseharian yang baru. Mengubah segalanya dengan usaha dan penuh keyakinan untuk memperbaiki kesalahan dan kegagalan hingga menjadi, sesuatu yang berjaya dalam keberhasilan setelah berjuang mati-matian.

𝘚𝘱𝘭𝘢𝘴𝘩!

Dengan langkah lari cepat, Zegain melesat dengan semangat menuju hutan Hyozhu untuk kembali menguji dan mempererat ilmu yang Ia pelajari disana. Setiap harinya, sepulang sekolah bahkan pagi-pagi Ia telah tiba tanpa keluhan sedikitpun darinya, walaupun masih terlebih gagal kalau soal menguji kemampuan dengan gurunya namun, itu tidak membuat Ia mundur sekalipun. Ia terus mencoba dan mencoba, sampai telah tiba saatnya, Ia memulai awal dari dirinya sendiri.

“Kemampuanmu telah meningkat secara drastis, Zegain. Hal ini karena kerja keras dan usaha dari dirimu sendiri dan semangat tinggi, aku bangga padamu,” puji gurunya sembari menepuk pundak muridnya itu dengan gambaran senyuman kecil pada wajahnya yang masih menandakan tanya.

“Terima kasih, guru!” jawab Zegain senang sembari menunduk hormat kepada pria misterius itu.

“Tak terasa sudah, kau akan memulai tantanganmu besok, semangat,” tambah sang guru menguatkan tekad muridnya. Lima bulan sudah Zegain belajar dan menimba ilmu seni kungfu padanya dan pernyataannya, tak terasa besok Zegain akan mengikuti lomba yang tuan Fou tantangkan kepadanya.

“Iya, terima kasih. Haha, aku mulai merasa gugup kalau membayangkannya,” balas sang murid dengan senyuman ceria setelah dua jam lebih berlatih untuk hari terakhirnya ini.

Dengan berdiri menghadap pada posisi Zegain sebagai muridnya, pria itu menepuk pundak sang didik dan berkata, “Kau pasti bisa, yakinlah, Zegain.”

Zegain menatap rupa misterius itu dan tersenyum dengan rasa semangat.

“Sayangnya, ini adalah hari terakhir antara kau, dan aku,” ungkap pria itu dengan senyuman yang nampak pudar dan hal tersebut, membuat Zegain bingung mendengar ucapannya.

“Maksudmu?”

“Kita tak akan lagi bertemu selepas hari ini,” jelas sang guru yang membuat ekspresi syok pada Zegain yang nampak tak terima dengan pernyataan yang dikatakan oleh gurunya itu.

“Ta_ tapi, mengapa? Apa kau akan pergi ke suatu tempat? Kau akan pensiun atau apa?” tanya Zegain tak terima.

“Kau akan mengerti sendiri lagipula, kau tak perlu untuk memikirkan itu,” kata gurunya, Zegain hanya terdiam dengan ekspresi mendung dengan muka tertunduk. Pria yang setia mengajarinya dan memberikan dorongan semangat tinggi, tapi kini malah hari terakhir Ia bertemu dengannya sebelum pergi.

“Sebelum itu terjadi, apa ada yang kau inginkan dariku?” tanya pria itu. Zegain mengangkat wajahnya memandang rupanya itu lamat-lamat.

“Apa boleh?” tanya Zegain kembali. Sang guru mengangkat kedua bahunya dan menjawab, “Kalau kau mau.”

Zegain terdiam sejenak, memikirkan permintaannya yang harus dikabulkan oleh gurunya. Zegain mengarahkan pandangannya kearah sang pria dan berkata, “Permintaan ku, tidaklah banyak hanya... Biarkan aku melihat wajahmu, guru.”

𝘋𝘦𝘨~

Telah terduga sempurna, anak itu akan meminta hal tersebut kepadanya. Pria itu tersenyum lalu, kakinya melangkah kearah muridnya yang ada dihadapan lalu, sedikit menekuk lutut memposisikan wajahnya dan wajah Zegain berhadapan dan, tangan kanannya menyentuh kepala Zegain lembut. Zegain sendiri tak mengerti, apa yang akan dilakukan oleh gurunya itu, Ia hanya membungkam dengan mata dan tubuh terpaku terhadap situasi ini.

Terlihat pria itu tersenyum lembut kepada muridnya dan, berkata kepadanya, “Buka jubah ku ini,” perintah gurunya. Zegain melotot kaget mendengar perintah itu hingga membuatnya degdegan dengan jantungnya yang tak berhenti berdetak.

Heir to the Black Sword DarknessWhere stories live. Discover now