Nabila dan hujan I

2 0 0
                                    

Nabila berdiri dengan gugup di hadapan sang ayah, saat ini Nabila sedang berada di ruang kerja milik ayahnya. Setelah makan malam yang penuh ketegangan tadi Cahyo memanggil Nabila untuk datang ke ruang kerjanya.

Jadi tadi setelah membantu ghina membersihkan meja makan dan mencuci piring Nabila datang ke ruangan sang ayah. Sebenarnya Nabila juga tidak tau untuk apa dirinya dipanggil oleh sang ayah.

Tapi Nabila bisa menebak bahwa sang ayah akan memarahinya, karena biasanya ayahnya itu memanggil dirinya seperti ini karena Nabila telah melakukan sebuah kesalahan.

Sudah sekitar sepuluh menit Nabila berdiri sembari menunduk sesekali ia akan menatap ayahnya yang masih sibuk membaca beberapa berkas pasien dengan raut wajah seriusnya. Jujur Nabila sedikit takut karena raut wajah sang ayah daritadi sangat tidak bersahabat.

Cahyo menutup berkas-berkas miliknya dan menatap tajam Nabila dengan tatapan tajam dan menusuknya.

"Tau apa salah kamu Nabila?" Tanya Cahyo dengan nada yang syarat akan kemarahan.

Nabila menggeleng dan menunduk. Sungguh Nabila benar-benar takut mendengar nada suara sang ayah yang seperti itu.

"Kenapa kamu gagal dalam seleksi kompetisi piano internasional, kenapa kamu bisa kalah dari renisa?" Ucap Cahyo penuh amarah.

Benar bukan sang ayah memanggil nya karena Nabila telah melakukan sebuah kesalahan dan yang pastinya ingin memarahi Nabila habis-habisan.

Nabila menunduk tidak berani menatap sang ayah yang sedang marah. Ternyata hasilnya sudah keluar. Nabila memang mengikuti seleksi kompetisi piano nasional yang nantinya pemenang akan maju untuk mengikuti kompetisi piano internasional.

Selama bertahun-tahun Nabila selalu menjadi perwakilan tapi tahun ini Nabila gagal dan membuat sang ayah marah besar.

"Kenapa kamu bisa kalah dengan renisa, ayah tau kemampuanmu jauh di atas renisa" ucap Cahyo memandang Nabila dengan emosi.

Nabila memejamkan matanya takut saat mendengar nada suara sang ayah yang mulai meninggi.

"Maaf" lirih Nabila.

"Bisa tidak kamu itu membanggakan ayah sama bunda sekali saja, sudah mengecewakan ayah dan bunda karena gagal masuk kedokteran, apa kamu tidak malu dengan adik-adikmu" ucap Cahyo.

Hati Nabila terasa tercubit, selalu seperti ini, selalu dirinya yang di salahkan karena tidak mampu masuk ke kedokteran seperti kedua adiknya.

"Kamu itu seorang kakak Nabila, harusnya kamu bisa memberi contoh yang baik untuk adik-adikmu" bentak Cahyo.

"Gagal masuk ke kedokteran, nilai semester lalu juga turun, ayah juga dengar kamu mulai malas belajar dan bolos kelas musik beberapa kali, ada apa dengan kamu Nabila, apa kamu mulai jadi pembangkang sekarang" ucap Cahyo dengan emosi.

Cahyo benar-benar marah pada Nabila dan menumpahkan seluruh emosinya malam ini.

Nabila menggeleng pelan "maaf ayah" lirih Nabila kembali. Hanya kata maaf lah yang mampu keluar dari belah bibir milik Nabila.

"Maaf? Percuma maaf dari kamu tidak akan membalikkan keadaan, ayah kecewa sama kamu nana" ucap Cahyo.

"Keluar dari ruangan ayah, masuk ke kamarmu dan belajar" ucap Cahyo.

Nabila pergi dari hadapan sang ayah, dengan langkah gontai ia keluar dari sana. Saat melewati ruang tamu ia bisa melihat fathiah yang sedang tidur di pangkuan sang bunda sembari menonton televisi.

Matanya berkaca-kaca melihat pemandangan itu, kapan dirinya bisa seperti itu. Kapan dirinya bisa disayangi secara tulus. Hanya kata bentakan dan kata suruhan yang selalu Nabila dapat.

tentang kitaWhere stories live. Discover now