dini hari lutfi

0 0 0
                                    

Lutfi terbangun dari tidurnya, matanya mengerjap melirik jam yang berada di nakas samping ranjang miliknya. Menghembuskan nafasnya kasar saat mengetahui masih sangat terlalu awal untuk dirinya bangun tidur, jelas saja waktu menunjukkan pukul tiga pagi.

Padahal dirinya baru terlelap pukul dua belas malam tadi setelah mempelajari bertumpuk-tumpuk catatan miliknya itu dan artinya lutfi baru saja tertidur tiga jam lamanya. Sedangkan nanti dirinya ada kelas pukul tujuh pagi sampai pukul lima sore. Semoga saja saat kelas nanti dirinya tidak mengantuk dan dapat berkonsentrasi dengan tenang.

Lutfi mendudukkan dirinya dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Tangan kurus berototnya terulur meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas yang terletak di sebelah ranjangnya.

Mengusap pelan matanya sebelum membuka aplikasi pesan dan menemukan beberapa pesan dan panggilan dari orang yang selama ini menjadi 'kekasihnya' mungkin.

Lutfi lebih memilih mengabaikan pesan dari 'kekasihnya' itu dan memilih membalas pesan yang penting-penting saja. Setelah beres mengecek beberapa pesan dan email yang masuk lutfi beranjak keluar dari kamarnya.

Matanya menatap pintu kamar yang terletak tepat di seberang kamarnya membukanya pelan dan menemukan sang adik kembar yang tengah tertidur di atas ranjang dengan sebuah buku yang cukup tebal di pelukannya.

Lutfi menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah laku adik kembarnya saat tertidur, bagaimana fathiah bisa tertidur nyenyak dengan keadaan yang seperti ini, apakah nafasnya baik-baik saja jika dadanya tertimpa buku yang cukup tebal seperti itu.

Jemari lutfi terulur untuk meraih buku tersebut dan menyimpannya di atas meja belajar fathiah, membenarkan letak tidur sang adik serta merapikan selimutnya. Mengusap pelan rambut sang adik.

"Gua ga percaya pernah dalam satu rahim sama orang kayak lo thiah" lirih lutfi.

"Walaupun lo bar-bar, tapi gua sayang banget sama lo, jangan pernah sedih apalagi nangis ya" lirih lutfi pada kesunyian kamar milik fathiah.

Setelahnya lutfi beranjak dari kamar sang adik dan hendak kembali ke kamarnya namun atensinya teralih menatap pintu kamar yang terletak di sebelah kamar fathiah. Di pintu tersebut terukir nama sang kakak.

Tanpa sadar hampir lima menit lutfi berdiri di depan pintu kamar sang kakak, ia ragu harus masuk atau tidak. Akhirnya dengan ragu-ragu lutfi membuka pintu kamar tersebut, yang pertama kali lutfi lihat adalah ranjang Nabila yang terlihat kosong dan sangat rapi, seperti belum ditiduri sama sekali.

Sedetik kemudian lutfi menoleh ke arah meja belajar sang kakak dan benar saja lutfi menemukan Nabila yang tengah tertidur dengan posisi terduduk di kursi meja belajar, wajah Nabila tertelungkup di atas meja belajar.

Lutfi meringis apa kakaknya itu tidak sakit tertidur dalam posisi seperti ini, karena tidak tega lutfi menggendong sang kakak dan memindahkan tubuh ringan sang kakak ke atas ranjang menyelimutinya. Tidak lupa lutfi mengatur suhu pendingin ruangan yang pas agar sang kakak tidak kedinginan dan dapat tertidur dengan nyenyak.

Tubuh Nabila itu sangat ringan bahkan jauh lebih berat fathiah dibandingkan Nabila, walaupun fathiah juga terhitung kurus. Tetapi fathiah jauh lebih tinggi di banding Nabila yang hanya memiliki tinggi 160 centimeter sedangkan fathiah memiliki tinggi 170 centimeter. Lutfi sendiri memiliki tinggi 182 centimeter.

Tangan lutfi terulur untuk mengelus pipi tirus milik Nabila. Lutfi dapat melihat dengan jelas jejak air mata di wajah sang kakak.

Apakah Nabila habis menangis? Selama ini lutfi memang tidak pernah melihat Nabila menangis. Mungkin terakhir kali ia melihat Nabila menangis saat gadis itu duduk di tingkat lima sekolah dasar.

Saat itu nilai Nabila benar-benar turun sang ayah -cahyo memarahi Nabila habis-habisan bahkan ghina tidak membela Nabila sama sekali begitupun lutfi dan fathiah yang hanya bisa melihat sang kakak dimarahi oleh ayah mereka.

Lutfi ingin membela tapi apalah daya dirinya hanya anak kecil saat itu. Lucunya sampai sekarang pun lutfi juga masih tidak berani melawan sang ayah. Karena ia tidak mau kasih sayang ayah berubah, ayah sudah terlalu baik pada lutfi. Bagaimanapun itu ayah adalah panutan bagi lutfi.

Lutfi memandang sendu wajah lelah Nabila. Lutfi tau bahwa Nabila baru saja terlelap. Lutfi mengerti seperti apa lelahnya sang kakak dengan jadwal padatnya hingga ia tertidur dengan keadaan terduduk pada kursi meja belajar seperti itu.

Terkadang lutfi bersyukur ia dan fathiah tidak di perlakukan seperti ini oleh sang ayah, terlihat jahat memang tapi lutfi yakin ia tidak sanggup jika di perlakukan seperti ini.

Nabila bahkan tidak pernah mengeluh sedetik pun. Waktu itu lutfi sangat ingat Nabila hanya tidur dua jam dalam sehari untuk mempersiapkan ujian masuk ke perguruan tinggi tapi sayangnya Nabila harus gagal masuk ke jurusan kedokteran dan ayah memakinya habis-habisan. Nabila hanya menunduk dan meminta maaf pada sang ayah, Nabila bahkan tidak menangis atau protes sedikitpun.

Saat itu setelah acara memaki-maki yang di lakukan oleh ayahnya berakhir, sang kakak hanya pergi ke rumah fajar dan memeluk laki-laki tersebut tanpa menangis dan mengucapkan satu patah katapun. Sayangnya fajar malah memarahi Nabila dan meminta Nabila untuk tidak bergantung pada dirinya lagi.

Saat itu lutfi ingin marah tapi ia takut fajar malah mengatainya sok menjadi pahlawan dan mengatakan kemana saja dirinya selama ini kenapa baru sekarang muncul rasa sadar untuk membela kakaknya itu.

Lutfi bukannya tidak sadar hanya saja lutfi belum berani untuk menentang sang ayah. Lutfi masih terlalu takut pada sang ayah, walaupun lutfi yakin ayah tidak akan memarahi dan memperlakukannya seperti Nabila.

Lutfi sangat mengerti obat dari seluruh kecewa dan rasa sakit kakaknya hanyalah pelukan selama ini yang selalu memeluk Nabila adalah fajar tapi sepertinya laki-laki itu sedikit demi sedikit menjauhi sang kakak.

Sebenernya itulah yang menjadi beban pikiran lutfi akhir-akhir ini karena melihat sang kakak yang selalu sendirian. Lalu siapa yang akan menjadi tumpuan Nabila saat merasa lelah jika fajar saja mulai menjauh. Siapa yang akan memeluk sang kakak. Dirinya? Di depan Nabila saja lutfi kaku bahkan cenderung sangat diam.

Bagaimana bisa lutfi tiba-tiba datang untuk memeluk sang kakak itu akan terlihat semakin aneh.

Dulu saat fajar masih sangat dekat dengan Nabila, lutfi tidak merasa khawatir karena fajar yang akan menjaga Nabila tapi sekarang ia mulai khawatir dengan kondisi Nabila.

Lutfi menghela nafasnya dan mengerjapkan matanya yang tiba-tiba memanas. Matanya melirik ke arah meja belajar Nabila melihat buku sketsa yang basah karena tetesan air mata kakaknya itu. Ternyata benar kakaknya ini memang benar-benar habis menangis.

Lutfi jadi ingat Nabila hobi sekali menggambar dari kecil. Mungkin jika ayah tidak memaksa Nabila masuk ke jurusan kedokteran, Nabila akan memilih jurusan fashion design tapi lagi-lagi Nabila tidak pernah mengutarakan keinginannya. Kakaknya ini hanya bisa menuruti perintah dari sang ayah tanpa bantahan sekalipun.

Terkadang lutfi berdoa kepada tuhan agar kakaknya segera menemukan orang yang tepat dan dapat membahagiakan hidupnya. Lutfi sangat yakin Nabila pasti sudah sangat muak dengan kehidupannya saat ini.

Tangan besar lutfi mengelus pelan pipi Nabila "tidur yang nyenyak kak, maafin lutfi" lirih lutfi memandang sendu wajah Nabila.

"Maafin lutfi yang belum berani bela kak nana" lirih lutfi kembali pada kesunyian malam kamar milik Nabila.

Bahkan tanpa sadar air mata lutfi menetes lutfi tidak sanggup menahan rasa sesak yang membelenggu hatinya setiap melihat wajah sang kakak.

...

...

...

...

TBC.

tentang kitaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora