BAB 26

9.9K 517 8
                                    

Yuhuu, baca dan vote dulu bab 25 agar bisa paham alur bab ini.

.................

Dari jarak cukup jauh, Sayana masih selalu mengawasi interaksi antara Lalitha Wedasana dengan Assena. Ia semacam terganggu oleh rasa tak nyaman karena teringat akan ulah Jinsa yang mendatanginya tadi lagi.

Nenek Atmaja mustahil menyakiti sang putra, namun dirinya tetap harus waspada. Sebagai seorang ibu, harus dipastikan buah hatinya tak akan disakiti oleh siapa pun.

Dan tentang jati diri Assena, tentu saja sudah diketahui Lalitha Wedasana. Atmaja yang mengungkapkan kebenarannya.

Pria itu sudah berdiskusi lebih dulu dengan dirinya. Ia pun menyetujui karena tak ingin bersikap egois atas keinginan Atmaja.

"Sena sayang Nenek."

"Dadaahh, Nenek!"

"Dadaaahh, Nenek, dadahh!"

Sayana tentu mendengar seruan sang buah hati karena dialunkan begitu kencang. Ia juga melihat Assena dalam gendongan Atmaja, melambaikan tangan ke Lalitha Wedasana.

Sayana ingin sekali bergabung dengan sang suami dan juga putra kecilnya, namun ia telah diminta Lalitha Wedana bicara empat mata.

Sayana jelas menyanggupi. Dirinya juga ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan kasus korupsi orangtuanya.

"Tolong ikut saya."

Perintah diberikan oleh Lalitha Wedasana, saat sudah berdiri di dekatnya. Dan sebagai balasan, Sayana lekas mengangguk.

Lantas mengekor di belakang wanita paruh baya itu yang tengah berjalan menuju ke ruang keluarga. Ada dua ajudan pula ikut mengawal mereka menuju tempat tujuan.

Letaknya masih di lantai yang sama, dapat ditempuh hanya seperkian detik saja.

Para pengawal tak turut masuk. Ditugaskan mengawasi di depan pintu ruangan saja.

Perubahan suasana terasa begitu cepat bagi Sayana, setelah menyadari jika ia dan juga Lalitha Wedasana akan bicara empat mata.

Tegang, namun tidak takut.

Sayana belum dapat memprediksi pula topik apa saja akan mereka berdua bahas. Walau begitu, tentu dirinya harus menyiapkan mental dan fokus dengan sebaik mungkin.

"Terima kasih, Sayana."

Hantaman rasa kaget lumayan besar, sudah pasti menyerang karena mendapat pelukan secara tiba-tiba dari Lalitha Wedasana.

Sayana diam bagaikan patung. Tak bereaksi sedikit pun atas apa yang dirinya terima.

Saat ingin diakhiri, justru didengar suara isak tangis. Berasal dari Lalitha Wedasana.

"Terima kasih, Sayana."

Belum ingin diberikan tanggapan apa pun atas ucapan nenek sang suami. Namun, tak kunjung juga berusaha melepaskan diri.

Selang beberapa detik saja, akhirnya Lalitha Wedasana mengakhiri pelukan. Dirinya pun dipandang dengan mata berkaca-kaca.

"Saya sangat bahagia cicit saya masih hidup. Keluarga kami memiliki penerus baru."

"Terutamanya, Maja yang diberi kesempatan menjadi seorang ayah karena dia sangat ingin mempunyai anak dari kamu, Sayana."

"Saya melihat Maja seperti hidup kembali."

"Selama ini, setelah kamu menceraikan dia, bisnis-bisnisnya mengalami kemunduran. Dia sangat frustrasi. Tidak ada semangat hidup."

"Dia bukan cucu yang saya kenal."

"Tapi setelah tahu siapa Assena sebenarnya, saya melihat Atmaja benar-benar bahagia."

Air mata Sayana ikut mengalir. Ia terbayang bagaimana penderitaan yang empat tahun belakangan ini harus ditanggung suaminya.

Jika bisa memutar waktu, mungkin ia akan kembali ke hidup Atmaja lebih awal. Memberi tahu pria itu tentang fakta sesungguhnya.

"Saya harap kamu bisa menjaga Maja untuk saya karena umur saya tidak lama lagi. Saya sedang sakit parah. Bisa mati kapan pun."

"Saya ingin sebelum saya pergi, Maja bisa bersama dengan orang yang dia cintai."

"Kamu adalah wanita yang tepat untuk cucu saya. Maja sangat mencintai kamu, Sayana."

"Untuk Assena, semua harta saya akan saya wariskan pada anak kalian. Saya akan segera menghubungi pengacara saya."

"Terima kasih." Sayana hanya melontarkan balasan singkat karena tidak menemukan kalimat lain sebagai tanggapan.

Lalitha Wedasana pun masih menggenggam erat kedua tangannya dengan terisak. Dan ia tak bisa menunjukkan sikap untuk sedikit menenangkan hati wanita paruh baya itu.

"Saya minta maaf karena saya pernah secara sengaja melakukan tindakan-tindakan yang sudah menyakiti kamu, Sayana."

"Saya tidak marah, Nyonya." Dijawab dengan formal, namun sungguhan dari hatinya.

"Saya pantas menerima kebencian Anda setelah saya membuat cucu Anda menderita di masa lalu." Sayana menambahkan.

"Justru saya harus meminta maaf mewakili kedua orangtuanya atas keserakahan mereka hingga menyebabkan Mas Atmaja bangkrut."

"Untuk kejahatan orangtua saya karena pada putra Anda, saya sungguh minta maaf atas keterlibatan mereka yang mungkin secara tak langsung mendorong putra Anda bunuh diri."

Sayana memandang langsung ke sepasang mata Lalitha Wedasana, tampak jelas sorot dendam karena perkataan yang dilontarkan.

Sayana memilih diam menunggu bagaimana reaksi selanjutnya akan diberikan oleh nenek sang suami. Ia siap menerima amukan, andai Lalitha Wedasana akan marah padanya.

"Saya belum bisa memaafkan kebiadaban Yoga dan Nana Dermawan jika berkaitan dengan perbuatan mereka ke mendiang anak saya yang sudah dipaksa bunuh diri."

"Tapi saya akan tetap menepati janji untuk membantu mengurangi vonis orangtuamu sebagai rasa terima kasih saya karena kamu sudah memberi keturunan untuk keluarga kami. Saya sudah menelepon jaksa."

Sayana menggeleng dengan cepat. "Tidak, Nyonya," ujarnya dalam nada yang mantap.

"Biarkan orangtua saya menerima hukuman sesuai kasus. Saya tidak akan membantu mereka. Sudah selayaknya ayah dan ibu saya mendapat ganjaran karena perbuatan tamak mereka menerima suap dan korupsi."

..........

Yok, vote dan komen ditunggu.

Mantan Suami AntagonisWhere stories live. Discover now