BAB 09

10.2K 491 2
                                    

Yok bisa 50 vote untuk next bab.

.................

"Apa yang terjadi dengan Oma?"

"Nyonya pingsan semalam, Pak."

"Di mana?" Atmaja bertanya lebih lanjut.

"Kamar beliau, saat akan tidur."

"Bagaimana keadaannya?"

"Apa Oma sudah sadar?" Atmaja semakin spesifik bertanya agar jawabannya jelas.

"Tekanan darah Nyonya sudah stabil, tapi masih perlu dirawat beberapa hari untuk observasi lebih lanjut, kata dokter."

Atmaja diam. Tidak punya pertanyaan lagi ingin dirinya konfirmasi. Justru tengah coba mencerna semua informasi disampaikan oleh sekretaris pribadi dari sang nenek.

Kesimpulannya ; kondisi Lalitha Wedasana sedang tidak bagus. Pasti ada penyebabnya.

Sudah setahun belakangan, sang nenek bisa melawan penyakit yang diderita. Setidaknya tak tambah parah seperti perkiraan dokter.

Walaupun juga untuk sembuh total, masih terlalu mustahil diharapkan. Persentase bertahan hidup kian besar saja, sudah jadi keajaiban yang patut disyukuri.

Sang nenek amat ketat menjaga pola makan dan istirahat. Namun tiba-tiba saja bisa drop.

Padahal, baru seminggu lalu, dirinya bertemu secara langsung dengan sang nenek yang tampak begitu bugar serta energik.

Sudah pasti ada masalah serius terjadi dan menyebabkan kesehatan neneknya diserang.

Namun, Atmaja membatasi dirinya untuk menggali karena tak mau menambah bebas.

Fokus saja dengan pemulihan kondisi sang nenek agar tak membahayakan nyawa.

"Saya akan menjenguk Oma, setelah saya menyelesaikan rapat saya jam sepuluh."

Atmaja melontarkan pemberitahuan tersebut sebagai keputusan yang sifatnya final. Tentu untuk mengakhiri pertemuannya juga dengan sekretaris pribadi sang nenek.

"Maaf, Pak Atmaja. Nyonya tidak ingin Anda datang ke rumah sakit menjenguk beliau."

"Kenapa saya tidak boleh menjenguk?"

Atmaja tak bisa menerima larangan diberikan sang nenek. Apakah karena perdebatan di antara mereka saat terakhir bertemu?

Neneknya masih marah?

Atmaja tahu jika sang nenek memiliki sifat yang keras, cenderung akan mendiami dirinya berhari-hari bagaikan seorang musuh, ketika mereka bersitegang akan suatu perkara.

"Anda harus datang ke upacara pernikahan Anda yang akan dilakukan sore ini, Pak."

"Prosesi upacara pernikahan Anda dan Ibu Sayana akan dilakukan di rumah Anda."

"Pendeta akan tiba jam tiga sore nanti. Jadi, Anda harus berangkat sekarang ke rumah Anda bersama saya, Pak."

Atmaja masih memasang dengan amat baik kedua indera pendengaran, sehingga dapat menangkap semua yang diungkapkan oleh sekretaris sang nenek secara gamblang.

Reaksi pertama? Sudah tentu kemurkaan.

Atmaja memukul keras meja kerjanya. Mata terbakar kemarahan dilayangkan ke asisten pribadi neneknya. Namun pria tua berusia lima puluhan tahun itu terlihat tenang saja.

"Saya tidak akan kemana-mana."

Tak perlu panjang lebar untuk menunjukkan ketidaksetujuan akan rencana dibuat oleh sang nenek, beberapa kata saja cukup diluncurkan dengan nada yang tegas.

Sampai kapan pun, tidak akan pernah sudi dirinya memiliki ikatan pernikahan kembali bersama jalang seperti Sayana Dermawan.

Pembelajaran di masa lalu sangat berharga, ia tak akan mengulang kebodohan fatal di masa lalu yang telah menghancurkannya.

"Silakan pergi." Atmaja mengusir kemudian, saat tak didapat respons atas penolakannya.

Sekretaris sang nenek masih bergeming di tempat pula, manakala dirinya memiilh untuk lebih dulu meninggalkan ruang pertemuan.

Namun ketika pintu dibuka, tampak berdiri sekitar empat orang berbadan besar dan tegap yang merupakan para ajudan sang nenek. Semua dikenalnya dengan baik.

Mereka secara bersamaan bergerak ke arah dirinya, seakan ingin menyerangnya.

"Saya harus membawa Anda secara paksa ke tempat upacara pernikahan jika Anda tidak mau pergi dengan cara yang mudah, Pak."

"Anda harus menuruti perintah Nyonya."

Sang sekretaris neneknya berbicara dengan begitu lancang. Tak akan pernah bisa diterima sikap pria tua itu yang hendak memaksanya.

Atmaja hendak menghampiri asisten pribadi sang nenek, namun pergerakannya dihalangi oleh empat pengawal yang melingkarinya.

"Ikutlah bersama saya, Pak Atmaja."

"Tidak akan!" Diserukan jawaban dalam nada marah. Emosinya benar-benar dipancing.

"Saya tidak akan pernah menikahi jalang itu. Katakan pada Oma penolakan saya."

Atmaja bahkan tak sempat memerlihatkan kemurkaan lebih garang karena tengkuknya yang tiba-tiba saja dipukul keras hingga kesadarannya hilang seketika.

Setelahnya, Atmaja tak ingat apa-apa lagi.

"Bawa Pak Atmaja ke mobil."

Mantan Suami AntagonisWhere stories live. Discover now