Bab 55

3.6K 801 52
                                    

"Kak..."

Mita mendengar, namun tak menoleh. Tangannya terlalu fokus menjahit pegangan tas.

Juni menelengkan kepalanya, namun anak majikannya tersebut tetap tak menolehkan wajahnya. Sudah berbulan-bulan Kak Mita sibuk dengan tali-talinya itu, yang entah dari bahan apa saja, terkadang dirajut, atau disimpulkan sampai jadi bentuk tas juga akhirnya.

"Apa?"

Juni berdeham sesaat. Setiap hari dia yang justru gerah ingin menanyakan sedikit info. "Eng... Kak. Udah tiga bulan loh ini. Masa Bang Rolan nggak terima surat Kakak sama sekali?"

Mita mengangkat sedikit wajahnya yang langsung bereaksi. Matanya mengerjap-erjap, ingin tetap fokus dengan apa yang dia kerjakan, namun sudut hatinya tak bisa diam, langsung berkecamuk nyeri begitu nama itu disebut. Dan ya, paling tidak harusnya Bang Rolan mau membalas suratnya, kan?

"Coba Kakak telepon deh Maminya... kan ada nomornya di aku Kak..."

Juni tersentak saat Kak Mita menyodorkan setengah mencampakkan tas kecil buatannya kepada Juni.

"A-apa Kak?"

"Untuk kamu. Nggak terlalu rapi."

Juni mendelik, wajahnya langsung berubah semringah. "Serius buat aku Kak?? Bisalah... dipake untuk belanja-belanja ke minimarket. Makasiih ya Kak..."

Mita mengangguk-angguk. Meraih kotak perkakasnya dan memeriksa tali-tali apalagi yang mau dia buat menjadi sesuatu, tentu saja Mita tidak kreatif dengan menciptakan ide sendiri, dia biasa mencontek dari video orang lain.

Namun, gerakan tangan Mita hanya asal saja, karena sesungguhnya dia terusik. Dia sengaja membungkam Juni dengan mengalihkan pembahasan. Aslinya, entah kenapa Mita jadi takut tiap kali membahas soal kemungkinan apa yang dikerjakan Bang Rolan saat ini. Sudah berbulan-bulan tanpa kabar. Bang Rolan pasti menjalani hidupnya seperti semula lagi, dan barangkali... sudah tak mengingat Mita? Napas Mita langsung sesak tiap kali memikirkan kemungkinan itu.

"Eh, Kak..."

Mita menahan napas, Juni pasti mau mulai lagi.

"Kakak nggak mau jajan keluar?"

Mita menggeleng. "Males," gumam Mita.

Juni sedikit mengerucutkan bibirnya. "Aku mau keluar beli jajan. Kakak nggak nitip?"

"Nggak. Masih banyak jajan."

"Ya udahlah."

Sepeninggalan Juni. Mita menarik ponselnya. Begitu sepi... tak ada panggilan dan pesan dari siapa pun, selama berbulan-bulan, hanya hari setelah kepergian Bang Rolan, Kak Rani menelepon.

Ibu jari Mita bergulir pelan di layar ponselnya. Dan dengan begitu bodoh, dia kembali menekan tombol menelepon, yang untuk kesekian kali berakhir ke suara operator—bahkan terdengar akrab di telinganya.

Bang Rolan ngapain aja? Apa Bang Rolan masih mikirin Mita? Atau kenyataannya malah lebih enak hidup tanpa istri nyusahin kayak dia?

Pipi Mita mengembung, menahan ekspresinya sebisa mungkin tapi tak berhasil, air matanya tetap bergulir.

Mita buru-buru menghapus air matanya dengan dada terasa panas ketika pintu kamarnya menjeblak begitu saja.

"Kakak yakin nggak ada mau nitip??"

"Enggak...!" seru Mita dengan nada kesal.

***

Bang Yose dan keluarganya membuat kejutan dengan datang tiba-tiba. Mama bahagia luar biasa, Papa langsung menyambut cucunya. Alasannya tiba-tiba datang untuk ulang tahun Papa.

Mita pertama kali mendengar suara berisik di lantai bawah memastikan dengan jantung berdebar-debar. Tidak. Tak ada kabar bagus seperti yang diharapkannya. Mita hanya merasa semakin terasing sementara semua orang tertawa.

Malam ini seluruh keluarga inti Mita makan di luar, merayakan ulang tahun Papanya.

"Udah Kak?"

Mita menoleh ke pintu dan menaikkan alisnya. "Kamu ikut?"

"Disuruh ikut sama Ibuk..."

Bibir Mita berkerut kecut, dan mengambil tasnya.

"Loh... kado Kakak nggak dibawa?" Juni menunjuk ke paperbag kecil yang memang sudah disiapkan Mita sejak siang.

"Jelek," gumam Mita.

Dahi Juni berkerut dalam. "Kan yang penting bikinan Kakak sendiri loh... Nggak mungkin ditolak Bapak... udah Kak, bawa aja..."

Tapi, barusan yang Mita dengar Abangnya bahkan menempa buket uang.

"Udaaah... bawa aja. Kalau Kakak malu kasihnya, nanti aku yang bantu ngasihkan."

Mita berdecak kesal kepada Juni. Dan akhirnya tetap membawa hadiahnya.

Di restoran yang sudah dibooking, seperti yang sudah Mita bayangkan. Dia akan duduk diam melihat keluarganya bercakap-cakap. Foto bersama. Lalu... sudah.

Pada tengah malam ketika Mita terpaksa mengambil minum, langkahnya berhenti dan bersembunyi ketika mendengar namanya disebut-sebut.

"Itulah Papa. Nekat kali nikahkan Mita sama orang nggak dikenal..." komentar itu keluar dari mulut Abangnya.

"Papamu itu nggak pernah dengar omongan Mama!"

Jantung Mita langsung berdenyut, sudut hatinya menyangkal, dia merasa cukup mengenal Bang Rolan, dan sangat tahu Bang Rolan pria baik.

"Terus sekarang status Mita kayak gimana?"

Mamanya terdengar mengembuskan napas keras. "Ya cerailah. Apalagi... untung aja Mita belum hamil!"

Mata Mita langsung memanas. Ingin keluar dan menyanggah, tetapi nyatanya Bang Rolan tak pernah lagi muncul hingga sekarang. Berdebat dengan Mamanya hanya akan membuat Mita mendengar ucapan mengerikan terdengar ke telinganya.

Cerai?

Mita nggak mau... Tapi gimana kalau Bang Rolan terima-terima aja? Mita harus gimana??

Dengan tubuh yang goyah dan bergetar, jarum-jarum seperti menusuk-nusuk nadinya. Mita kembali ke kamarnya dengan sedikit tertatih, mengunci rapat pintu kamarnya. Beringsut naik ke atas kasur dan memeluk gulingnya erat-erat.

Setetes demi setetes air mata Mita meluncur turun.

Kalau umurnya masih panjang... bagaimana bisa dia mengusir rasa rindu yang bahkan setiap malam membuatnya sulit tidur...

***

Vina masuk ke kamar dengan dahi berkerut melihat suaminya memperhatikan lekat gantungan kunci hadiah pemberian Mita.

"Kenapa Pa?"

"Ini serius Mita yang bikin?"

Vina mengangguk. "Iya... kenapa rupanya?"

"Pintar juga ya dia."

Vina melirik sedikit aneh. Sambil membuka kotak skincarenya, dia berujar. "Juni malah dibikinin tas."

"Masa?"

"Iya..." decak Vina membersihkan wajahnya dengan kapas.

"Kau nggak dibikinin?"

Vina melirik semakin kesal. "Enggak!"

"Tunggu kamu ulang tahun mungkin."

Vina cemberut. "Papa beneran udah urus berkas perceraian Mita kan??"

Beni menaikkan alisnya dan mengangguk.



-TBC-

04/04/2024 Liarasati

Sorry for typo


Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang