Bab 26

4.3K 870 111
                                    

Ketika Mami Yuni menelepon Rolan mengatakan agar mereka tidak datang ke klinik, sebab mereka akan pulang pagi ini, ya, paling tidak sebelum makan siang sudah berada di rumah. Rolan akhirnya menyetujui permintaan Mita untuk secepatnya melepaskan selang infus dari tangannya.

Tetapi, belum juga lewat lima belas menit Rolan meninggalkan Mita untuk menyelesaikan pembayaran dan diberikan obat-obatan lain. Mita sudah berseru.

"Abaang..."

Dengan raut wajah gusar yang tak tertutupi Rolan langsung membalas dengan nada meninggi. "Kenapa?"

"Mama... telepon..." Mita menjulurkan ponselnya yang berdering. "Gimana kalau Mama tahu aku sakit??"

Tanpa sadar Rolan menahan napas melihat raut panik Mita. "Kenapa memangnya kalau Mamamu tahu kau sakit?" alis Rolan terangkat.

"Ya nggak bisalah Bang... nanti Mama cuss... meluncur ke sini," Mita menggerakkan tangannya dengan berlebihan.

Gigi Rolan menggemeretak. "Apa masalahnya kalau Mamamu ke sini."

"Kalau Mama bawa aku pulang ke Medan gimana??"

Harusnya Rolan langsung menyambar, 'ya udah biarin aja Mamamu ke sini' alih-alih berkata, "Kan kau—udah sembuh, makanya lah kita mau pulang sekarang. Jadi jangan bilang kau sakit."

Mata Mita spontan membulat berbinar. "Oh iya ya Bang... kok aku nggak kepikiran."

Rolan ingin mengomel, tetapi dia antara senang dan kesal dengan dirinya sendiri yang justru memberikan Mita ide, dengan cepat Mita bahkan mengangkat panggilan dari Mamanya.

"Halo Ma..."

"Mita, kenapa baru diangkat?? Kamu lagi ngapain??"

Mita yang sengaja me-loudspeakerkan ponselnya, membuat dahi Rolan berkerut keras mengantisipasi jawaban apa yang keluar dari mulut Mita.

"Baru... bangun."

Meski kenyataannya Mita sudah bangun dari sejam yang lalu dan terus mengeluh ingin pulang, batin Rolan.

"Mama—kok tumben telepon pagi-pagi?"

"Iya! Mama mau kasih kabar, kamu harus segera pulang ke Medan."

Mata Mita langsung melotot. Dan melirik Bang Rolan. "Loh, kenapa??"

"Arisan akbar, sekaligus doa bersama almarhum Atok."

Mita menggigiti bibir bawahnya. "Kapan...?"

"Dua minggu lagi."

"K-kan dua minggu lagi, kok Mama mintanya aku pulang sekarang??

"Terus jahit bajunya?? Persiapan yang lain-lain??"

Mita meringis. "Bang Rolan... lagi sibuk urus lembunya Ma..."

"Kalau suamimu nggak bisa ke Medan ya biarin aja. Mama yang bakal jemput kamu? Apa? Suamimu mau marah?? Sini hadap Mama."

Perkataan Mamanya sukses membuat Mita gugup melihat ke arah suaminya.

"Ma..." cicit Mita. Yang dengan gelagapan hendak mematikan speaker dia justru mematikan panggilan. "Ih... kok kepencet sih."

Panggilan kembali berdering, Mita langsung panik dan mendekat, menarik lengan Rolan.

"Bang... gimana ini? Kalau aku balik ke Medan... masa aku nggak bisa balik ke sini lagi??" Mita berseru seolah-olah itu keadaan sangat amat genting. "Aku harus bilang apa ke Mama??"

Sementara Rolan tak memikirkan itu, wajah dan batinnya mengeras mendengar perintah sombong Mama Mita. Darahnya mengalir deras, memang begitulah berurusan dengan orang berduit, dan hal itu pula yang akan selalu menjadi keberatan Rolan akan Mita.

Jejak LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang