Our Apartment [31]

Start from the beginning
                                    

Saat Nicole mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan mata Justin. Laki-laki itu tersenyum padanya, dan Nicole merasakan kecemasannya sedari tadi langsung menguap entah kemana. Digantikan dengan jantungnya yang mendadak berdegup kencang. Orang-orang disekitarnya terlihat memburam, karena fokusnya hanya pada Justin. Bahkan suara-suara yang tadinya sangat keras, berubah menjadi gumam-gumaman kecil tidak penting.

Ketika Nicole tersadar, dia sudah berhadapan dengan Justin, dengan kedua tangannya berada dalam genggaman laki-laki itu. Dia mendengar pendeta berbicara, tapi dia tidak menangkap dengan jelas apa yang sedang dibicarakan olehnya. Dia, masih terlalu fokus pada Justin. Masih tidak percaya, bahwa akhirnya dia dan Justin bisa sampai pada tahap ini tanpa rintangan yang berarti.

"I, Justin Drew Bieber, take you, Nicole Athena Chance to be my wedded wife, to have adn to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish, till death do us part, and hereto I pledge you my faithfulness."

Nicole sudah menekankan pada dirinya sendiri sejak beberapa hari yang lalu, bahwa di hari pernikahannya ini, dia tidak akan meneteskan air mata. Dia tidak akan menangis lalu mengacaukan wedding vow yang sudah di hafalnya. Namun, semua harapannya gagal total saat mendengar Justin mengucapkan hal itu padanya. Bahkan ketika mengucapkan sumpahnya sendiri, Nicole tersendat-sendat meskipun akhirnya dia berhasil menyelesaikannya.

Meskipun pandangannya buram karena air mata, dia masih bisa melihat tatapan Justin yang sedang tertuju padanya. Bukan jenis tatapan yang membuatnya jengkel, melainkan tatapan lembut yang membuat kakinya semakin bergetar. Entah mana yang harus dia syukuri, Justin menatapnya penuh tawa terpendam atau tatapan lembut seperti sekarang. Well, mungkin lebih baik yang kedua. Karena kalau sampai laki-laki menatapnya sambil menahan tawa, dia yakin acara sakral yang sedang khidmat itu akan berubah jadi gelak tawa akibat dia menendang selangkangan Justin.

Nicole menyadari dirinya baru saja melamun saat tiba-tiba wajah Justin sudah berada di depan wajahnya. Hanya berjarak sekian senti. Dia bahkan yakin kalau bibirnya dan bibir laki-laki itu sudah bersentuhan.

Ketika Nicole masih sibuk mengingat-ingat kapan dia melakukan pertukaran cincin, Justin sudah menciumnya dalam-dalam. Dengan gerakan refleks, tangannya menyambar lengan Justin sebagai pegangan karena kakinya benar-benar sudah lemas. Dia tidak ingin tampak memalukan jika tiba-tiba saja tubuhnya mabruk akibat di cium oleh suaminya. Ah, rasanya menyenangkan dan ada sedikit rasa geli yang menggelitik perutnya saat menyebut Justin sebagai suaminya. Namun begitulah adanya, kan?

Sebaiknya dia menarik kembali kata-kata dulu, tentang dia, Justin dan pernikahan tidak bisa digabungkan dalam satu kalimat. Namun sekarang, malah rasanya sangat aneh jika ketiga kata itu tidak berada dalam kalimat yang sama.

Nicole, Justin, dan pernikahan adalah tiga kata terbaik dan seharusnya memang berada dalam satu kalimat.

oOoOoOoOo

"Apa-apaan ini?!" Protes Nicole tak terima saat Justin menutup matanya dengan kain hitam hingga dia tidak bisa melihat apa-apa selain kegelapan.

Tepat pada pukul dua dini hari, pesta perayaan pernikahan mereka berakhir. Justin benar-benar memilih agen pernikahan yang terbaik. Semuanya berjalan lancar dan tepat waktu sehingga tidak satupun acara yang kacau.

Acara pemberkatan mereka dan sedikit makan setelahnya berlangsung selama tiga jam. Mereka punya waktu istirahat selama dua jam sebelum akhirnya kembali melanjutkan acara pesta perayaan yang juga di lakukan di The Star Hotel. Bahkan dalam jeda dua jam itu dia tidak benar-benar bicara pada Justin, karena dia langsung berendam. Lalu selanjutnya dia kembali di make-up untuk pesta perayaan dan memakai gaun baru.

Nicole merasakan wajahnya kebas karena terlalu banyak tersenyum. Dia tidak yakin semua orang yang datang itu berjumlah dua ribu, tapi mereka semua benar-benar banyak. Mereka berjalan kesana-kemari, menjumpai kenalan-kenalan Justin yang tiada habisnya. Dia bahkan heran kenapa Justin bisa mengingat nama mereka semua.

Satu-satunya hal yang membuatnya tidak ingin kabur dari ballroom itu adalah Maroon 5. Nicole tidak percaya bahwa Justin benar-benar mengundang band kesukaannya itu. Padahal sebelumnya laki-laki itu berkeras bahwa dia tidak akan bisa berada satu ruangan dengan Adam Levine tanpa berusaha membunuh vokalis Maroon 5 tersebut. Dia dengan lugas memberitahu kalau dia sangat menyukai Adam Levine dan Justin langsung meledak-ledak.

Setelah acara resepsi itu selesai, Nicole kembali mandi, untuk membersihkan dirinya sekaligus untuk menghilangkan penat yang menggerogoti tubuhnya tanpa ampun. Dia pikir, dia sudah bisa bertemu dengan kasur di salah satu kamar terbaik hotel dan baru bangun keesokan siangnya. Namun, ketika melihat Justin muncul di kamar hotel yang dijadikan ruang ganti, dia merasa belum saatnya.

Dan benar saja, Justin membawanya keluar dari hotel sementara keluarga mereka pasti masih berada di hotel itu.

"Lepaskan penutup mata sialan ini," omel Nicole. Berusaha melepas penutup matanya namun Justin menahannya.

"Rileks, love." Justin mengusap puncak kepala Nicole. Bahkan gadis itu belum sempat mengeringkan rambutnya saat dia dengan semena-mena mengajak Nicole pergi. Bukan berarti Nicole tidak berdandan. Gadis itu memakai dress selutut berwarna hitam yang terlihat pas di tubuhnya. Nicole masih sempat menyapukan bedak, juga lip gloss pada bibirnya.

"Love," ulang Nicole dengan dengusan. "Aku tidak butuh kejutan apapun saat ini. Aku hanya ingin kasur yang nyaman agar aku bisa tidur sampai besok siang."

"Begitupun aku," ujar Justin, "tapi, tempatnya bukan hotel."

Nicole hanya menurut saat Justin menuntunnya keluar dari mobil. Dia sudah cukup lelah, jadi dia berhenti bertanya pada Justin kemana laki-laki itu akan membawanya. Lalu dia merasa memasuki lift saat terdengar bunyi denting kecil. Beberapa saat kemudian lift berhenti dan mereka keluar dari sana. Tidak butuh waktu lama saat akhirnya mereka berhenti.

"Kita sudah sampai?" tanya Nicole.

"Sudah," jawab Justin smabil tersenyum lebar. "Dia berjalan ke belakang Nicole dan membuka penutup mata yang menutupi mata Nicole.

Nicole mengerjapkan matanya berkali-kali hingga dia bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapannya. Beberapa saat kemudian dia menatap Justin yang sudah berdiri disampingnya. Di hadapannya saat ini adalah pintu apartemen bernomor 2005. Pintu apartemen Justin. Jadi laki-laki itu membawanya ke apartemen?

"Apa kau berharap akan melewatkan malam pengantinmu di kamar hotel, Nic?"

"Entahlah," ujar Nicole. Karena dia juga tidak yakin dengan apa yang diharapkannya.

"Well, aku tidak." Justin mengangkat bahunya tak yakin. "Apartemen ini terlalu berharga bagiku. Kita nyaris melewati semuanya disini. Meskipun kita tidak disini saat aku mengajakmu kencan. Meskipun bukan disini juga aku melamarmu. Tapi, kita akan memulai hidup baru sebagai suami-istri disini." Justin menatap Nicole. "Bagaimana menurutmu?"

Nicole balas menatap Justin dan tersenyum. "Setuju," ujarnya.

Justin menekan password dan pintu apartemenpun terbuka. Dia maju beberapa langkah hingga berada di dalam apartemen, lalu berbalik mengulurkan tangannya pada Nicole. "Welcome to Our Apartment, Baby."

END

Pekanbaru, 30-06-2015

20:31

oOoOoOoOo

TADAAAAAA!!!!

Kisah absurd Our Apartment kita berakhir disini!!

How?

Sekali lagi, aku ucapin terima kasih atas dukungan untuk cerita ini. Karena jujur, aku nggak nyangka kalau kalian juga bakal suka cerita ini mengingat aku tu udah melekatnya sama cerita The Half Blood Vampire. Ibarat kata, THBV itu maha karya, jadi banyak orang-orang pada nggak berminat sama ceritaku yang lain... Tapi aku tetap berusaha buat menulis yang lebih baik lagi. Berusaha mengurangi typo meskipun masih berserakan dimana-mana...

Well, yeah.

Say good-bye to semua caci maki Nicole dan semua kelakuan sweet-nya Justin!

Love,

TaniaMs

Our ApartmentWhere stories live. Discover now