Part 3: Gadis Seribu Kepribadian

63 50 9
                                    

Tidak terasa sudah 2 Minggu ia berada di Desa Pelita namun masih enggan untuk daftar ke sekolah baru atau sekedar keluar dari rumah. Bukan karena takut tidak bisa memiliki teman namun ia khawatir akan membuat masalah yang sama di sekolah baru, karena emosi yang tidak bisa di kontrol.

"Ayo masuk Ja, sudah mau Maghrib," Ucap seorang wanita tua yang hendak masuk ke dalam rumah setelah mengangkat jemuran kering.

Tidak ada balasan dari Jae karena laki laki itu masih termenung saat memandangi indah nya langit, tak lama pandangan nya teralihkan oleh gadis remaja yang masih mengenakan seragam olahraga sekolah.

Gadis itu sedang menuntun sepeda, keringat nya bercucuran di leher dan dahi. Namun wanita tua menghampiri gadis itu dan mengajak nya mampir ke rumah, membuat alis Jae naik.

"Kenapa lagi sepeda mu, neng?"

"Fyuh.. nanti aku jelasin nek, aku capek banget," Kata Alina setelah duduk di bangku.

Nenek Salma hanya menggelengkan kepala melihat cucu dari temannya.

"Ibu mu gimana, sudah sembuh?" Tanya nenek Salma saat ia menduduki dirinya di sebelah Alina.

"Sudah, kemarin ibu juga ikut bantu Ayah jual mie ayam kok," Ujar Alina.

"Alhamdulillah, lalu kenapa dengan sepeda mu?"

"Aku jatuh pas di jalan turunan, soalnya lupa kalau rem nya gak ada,"

Nenek Salma terkekeh, "Kamu tuh gayuh sepeda aja cepetnya udah kaya di kejar rentenir,"

"Aku lagi buru buru nek," Alina cemberut.

Tidak sempat membalas ucapan Alina karena dari ambang pintu Jae memotong pembicaraan.

"Tempe nya gosong," Sontak Nenek Salma berlari menuju dapur.

"Ya ampun lupa!" Ucap nya.

Perginya Nenek Salma membuat keheningan di antara Jae dan Alina, namun tak lama laki laki itu meninggalkan ruang tamu.

"Woi tunggu!" Teriakan Alina berhasil menghentikan langkah kaki Jae.

"Lo! Pasti cucu nya Nenek Salma, kan?" Tanya nya sembari berjalan mendekati Jae namun pertanyaan itu di abaikan.

"Eh kenalan dulu dong! Jangan kabur aja, gue tau pasti lo gak punya temen disini,"

Sekali lagi ucapan Alina di abaikan oleh Jae tapi kali ini Alina berhasil membuat kepala laki laki itu menoleh ke arahnya.

"Gue mau kok jadi temen lo,"

"Yah, mampung gue baik hati, jarang jarang loh,"

Jae menyipitkan mata dengan tajam, "Gak, lo bau,"

Tubuh Alina membeku karena terkejut sekaligus merasa malu, "Wah sialan juga lo ya, sini maju,"

"ALINA JANGAN," Dasya berlari masuk ke dalam rumah dan memeluk Alina dari belakang.

"Hah?? Oh, Dasya! Jangan tahan gue, gue pengen dia abis di tangan gue,"

"Gak! tahan Al tahan,"

"Mana bisa! Gue di bilang bau! Wah, nyari mati ni bocil,"

Tidak ada ekspresi apapun dari Jae, melainkan laki laki itu mengabaikan kedua orang aneh di hadapannya.

Nenek Salma kembali menuju ruang tamu saat mendengar kegaduhan dari ruang tamu, bukannya kesal justru ia tertawa.

"Nama nya Jae Haris,"

"Maaf ya neng, dia kalau ngomong ceplas ceplos,"

Tangan Alina bersedekap di dada, masih kesal karena perkataan Jae. Bahkan ia sempat mengendus kerah seragam olahraga nya itu.

When We Were Young Where stories live. Discover now