Part 1: Keputusan

94 70 10
                                    

Entah sudah hari keberapa Jae berdiam diri di rumah karena sedang di skors dari sekolah. Jika kedua teman nya tidak mengajak laki laki itu pergi dugem tiap malam, mungkin Jae akan merasa sedikit bosan.

Seperti hari hari sebelumnya, walaupun jam menunjukkan pukul 1 siang, laki laki itu masih nyaman dengan sentuhan guling dan ranjang. Ranjang seperti mengatakan pada dirinya untuk tetap berbaring saja seharian.

Namun ketukan pintu memudarkan mimpi yang sedang berjalan, Jae terbangun dengan pandangan mengarah pada pria paruh bayah, tak lain adalah Ayah nya.

"Ris bangun kamu," Pinta Sang Ayah bernama Abi.

"10 menit lagi," Ucapnya dengan mata terpejam kembali.

"Sampai kapan mau begini terus?"

Tidak ada jawaban dari Jae melainkan ia memutuskan untuk tidur kembali.

"Bangun sekarang!"

Jae mendengus kesal sebelum akhirnya ia terpaksa bangun dan berdiri di hadapan Abi.

"Haris ngantuk,"

Satu pukulan mendarat di pipi laki laki itu, Jae tidak terjatuh maupun meringis kesakitan. Hal seperti ini sudah seperti makanan sehari hari nya. Tak lama pukulan terus berlanjut menghantam wajah nya.

••

Tidak ada yang tahu perlakuan Abi terhadap Jae, begitu juga Bunda dan adik perempuan nya, Fiya. Walaupun sedikit memar masih terpampang di wajah tampannya, ia selalu mencari alasan kepada Bunda atau Fiya jika mereka bertanya.

Malam harinya Bunda Lana pulang setelah selama 3 hari pergi ke kampung halaman, menjenguk kakak nya yang saat ini sedang mengidap kanker.

Disambut oleh Fiya yang membukakan pintu untuknya, "Bunda, Fiya kangen," Ucapnya sembari memeluk Bunda.

"Kamu gak bisa jauh banget dari Bunda ya," Lana membelai rambut putri nya.

"Iya aku gak bisa,"

"Ayo masuk, Kita lagi makan, ada Ayah sama kakak," Lanjut Fiya.

Lana balas mengangguk dan Fiya menuntun Bunda nya masuk ke dalam sembari membantu membawakan koper.

Sebelum akhirnya Bunda Lana bergabung di meja makan, ia mencuci tangan terlebih dahulu lalu duduk di sebelah suami nya. Abi mencium kening istri dengan lembut.

"Kamu sehat, sayang?"

"Iya, cuma lelah," Jawab Lana sembari menaruh nasi ke dalam piring nya.

"Setelah makan kamu istirahat saja di kamar,"

"Iya sayang," Lana tersenyum.

Lana melihat Jae yang menaruh piring di wastafel, "Makan nya belum habis, Ris,"

Jae berjalan meninggalkan meja makan, "Udah kenyang, Bun,"

Lana memperhatikan lebam biru di pipi kanan nya lalu menatap Abi yang sedang menyantap makanan.

"Sayang, kamu udah dateng ke keluarga Nevan?"

"Belum, aku nunggu kamu supaya kita ke sana bareng,"

"Nevan siapa, Bunda?" Tanya Fiya.

"Oh, itu temen kakak mu, dia lagi sakit,"

Abi melihat istrinya yang terpaksa berbohong pada Fiya agar putrinya tidak terlalu khawatir tentang kakaknya.

"Jangan di pikirin, kamu makan dulu ya," Ucap Abi menatap istrinya dengan khawatir.

Lana mengangguk sebelum menyantap makanan di hadapannya.

When We Were Young Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora