Myosotis sylvatica ( perasaan yang tidak ingin dilupakan )

34 6 6
                                    

Suara dobrakan keras ia lontarkan dengan tangannya itu, serpihan kayu yang patah itu berterbangan keudara, pintu itu tak bisa menahan kekuatan hentakan yang diberika ethan, debu-debu dari dalam ruangan itu berhamburan seperti tertiup angin kencang, dari dalam selimutan debu debu yang ke sana kemari itu ia masuk kedalamnya, sebuah senter yang ia pegang kemudian menyala menerangi setiap tujuan yang di kehendaki, mencari celah udara lewat jendela, satu persatu jendela itu ia buka, terdapat delapan jendela diruangan itu, bukan ruangan biasa namun ini merupakan ruangan latihan, semenjak jendela dari ruangan itu terbuka, Cahaya mengisi ruangan itu. Tampak sebuah tempat yang luas tanpa benda apapun ditengahnya, lapangan latihan namun didalam ruangan seperti tempat latihan bela diri itu memiliki dinding yang lebih tinggi.

Kayu kayu khas mengingatkannya kepada sesuatu yang pernah ia lihat, disekitarnya dinding-dinding itu tampak retak dan kusam serta dihiasi sarang laba-laba yang begitu banyak. Suasana lapangan yang tidak terpakai memberikan kesan kesepian dan terlantar, menambahkan aura misterius pada ruangan yang sunyi itu. Kini ia memajukan langkahnya ketengah lapangan itu, lapangan didalam ruangan yang luas itu membuatnya terkejut dengan barang-barang latihan yang pernah ia lakukan sebelumnya.

" Kayu-kayu ini, merupakan kayu olahraga bela diri jodo" ujarnya sambil berjalan mengambil tongkat kayu yang berwarna coklat, dengan panjang 128cm dan diameternya mencapai 2,4 cm. Senjata ini digunakan untuk menyerang karena kedua sisi dan ujungnya yang merupakan senjata untuk melawan, menangkis, menepis, melempar, menghilangkan keseimbangan, mengunci, menyapu, dan menusuk lawan. Jodo itu kini ia pegang, dengan memegang tangan kanan sedikit keatas serta tangan kiri dibawahnya, ia mengarahkan jodo seperti mengarahkan sebuah pedang, Dia mengamati dengan cermat ujung tongkat, memastikan posisi dan pegangan yang tepat sebelum memulainya . Dengan gerakan yang mantap dan terkoordinasi, dia memutar tongkat di sekitar tubuhnya dengan kecepatan dan keanggunan yang memukau. Setiap ayunan dipimpin dengan presisi matematis, menghasilkan suara angin yang melolong di udara. Kedua tangannya bergerak dengan lincah, menggeser posisi pegangan secara naik turun untuk mencapai kecepatan dan kelincahan yang optimal. Matanya fokus, menyelami setiap gerakan dengan ketelitian yang luar biasa.

Teknik-teknik yang ia lakukan sangatlah lumrah baginya, ethan sepertinya menemukan ketidaksengajaan didalam hidupnya, suara perempuan muncul dari arah pintu yang terbuka, seperti suara temannya zara, ia membalikkan badannya seketika lalu menyambut sapaannya tadi, dengan senyuman dan sedikit keringat, ia menaikan mood diruangan itu.

" Aku jadi penasaran sehebat apa orang yang melatihmu menggunakan tongkat itu " ujar zara dengan melipat kedua tangannya ia berjalan sambil tersenyum, ditengah jalannya ia mengambil satu tongkat yang tergeletak.

" Ini merupakan olahraga jodo, mereka pasti mengajarkan anak-anak itu menggunakannya, tampaknya ruangan ini menjadi tempat latihan bagi mereka" ujar ethan, zara melihat setiap sisi tongkat itu.

" Aku akan mengambil satu yang bagus, tongkat yang pernah diberikan sudah patah. Jarang ada yang menjual tongkat-tongkat ini " ujar ethan

" Siapa yang memberikan tongkat kepada mu? " Tanya zara

" Bu dewi, dia bekerja dirumahku sedari aku kecil, dia yang merawatku serta mengajari teknik-teknik jodo. Dan ya, ini sangat berguna bagiku " ujar ethan sambil tersenyum.

" Sebentar " ucap zara, ia mengarahkan tanganya dirambut ethan, lalu mengambil sarang laba-laba dari rambutnya, ethan menundukan kepalanya dan membersihkan sendiri dengan tangannya.

" Kenapa kamu selalu peduli denganku?" Ujar ethan dengan kepala menunduk, ia lalu berdiri dan membersihkan kacamatanya, zara diam sebentar.

" aku bahkan sering memperhatikanmu, setiap kali bahkan setiap waktu, tak luput dirimu selalu memperhatikanku, selalu peduli dan lama-kelamaan dirimu seperti merawat ku, aku hanya merasa tidak enak. " Ujarnya lagi.

INTERWOVEN Where stories live. Discover now