~ Sebuah Kenangan ~

36 15 0
                                    

Debu-debu menyelimuti, sarang laba-laba dimana-mana, semenjak ayahnya pergi meninggalkannya, ruangan itu tidak pernah ia buka. dokumen-dokumen yang tersusun rapi itu tidak ada yang bergeser sama sekali, tidak ada celah jika dokumen yang tersusun itu juga tersentuh.

Meja kayu dengan alas kaca itu juga memiliki debu yang luar biasa, kini ia menutup mulutnya. Debu-debu itu kini berterbangan mengitarinya serta menempel dikala ia menyapunya. Disisi dinding lainnya, Tampak banyak sekali penghargaan, lukisan serta foto-foto ayahnya.

Didepan meja kayu beralaskan kaca itu, terdapat dua kursi yang mengarah ke meja itu, dengan beralaskan karpet, ruangan itu menampung debu dilantainya. Disisi kanan meja tersebut terdapat tumpukan beberapa file yang tingginya bisa mencapai sejengkal, terdapat satu kertas yang dilipat dan ditindih dengan pena, ethan lalu membukanya. Sebuah kertas dengan tulisan didalamnya membuat ethan bertanya-tanya mengenai kalimat itu.

" Ini adalah sebuah kesalahan, mereka yang bergerak membawa racun disungai, tidak ingin meracuni sungai, akan tetapi daratan yang membawa petaka kepada sungailah yang menjadi tujuan mereka"

Sebuah tulisan yang ayahnya tulis berhenti tanpa titik diakhirannya. Seperti tulisan yang ingin dilanjutkan namun tak sempat, untaian katanya memberikan maksud tetapi maksud yang tidak bisa dipahami oleh orang lain selain dirinya. Ethan lalu memasukkan kertas itu ke saku celananya.

Debu-debu tebal itu menganggunya, sesekali ia bersin dan terbatuk-batuk. Ia lantas keluar dari ruangan tersebut, niat hati ingin memanggil bu dewi untuk membantunya membersihkan ruangan tersebut, ia terpaku pada ruangan diujung lantai itu, ruangan yang menemaninya ketika kecil, dengan pintu bertuliskan "Adib" kini ia berjalan kearah ruangan yang merupakan kamarnya dahulu.

Suara putaran gagang pintu terdengar, pintu itu tidak terkunci, suara reyot dari pintu tua itu seperti suara perempuan yang tertawa, nyaring sekali. Ethan membuka lebar pintunya. Tampak jelas kamarnya yang berbeda dari ruang kerja ayahnya itu, kamarnya begitu bersih tanpa debu dan sarang laba-laba. Ruangan ini sepertinya selalu disentuh oleh bu dewi.

Gorden kamar yang tebal itu ia buka, kedua jendela ia lebarkan dan ia kaitkan demi menghindari angin yang menabrak yang dapat membuat kerusakan. Kini ruangan itu bercahaya, sekelibat ingatannya muncul, ingatan yang memberikan gambaran ketika ia masih kecil, ingatan yang mengarah ketika ia bermain dengan ibunya, ketika ayahnya membacakan cerita sebelum tidur dan lain sebagainya.

Perasaan rindu memuat, rasa yang ingin semua masa itu kembali, masa dimana ia tak lagi diluput kesunyian yang selalu menghantuinya, walaupun banyak orang disekelilingnya, tanpa orang tua semua itu tetap saja sunyi. Air matanya keluar seketika namun ia sapu dengan lengannya. Disebelah kasurnya terdapat lemari kecil yang memiliki dua laci. Ethan lalu duduk di kasurnya yang memiliki ranjang kayu itu, suara muncul dari ranjang tua itu membuat ia khawatir jika ranjang itu sudah peyot.

Diatas lemari kecil itu terdapat fotonya dengan kedua orangtuanya, foto yang tidak bergerak tetapi ingatan dari momen itu selalu bergerak di otaknya. Terngiang-ngiang terhadap masa lalu merupakan hal yang sakit karena tidak dapat terulang kembali.

Ia lalu melirik kearah laci dari lemari kecil disamping kasurnya, laci itu ia tarik dan tidak terkunci, sebuah coretan kecil yang terdapat disejumlah kertas bermunculan dihadapannya. Kertas dengan beraneka ragam gambar serta bentuk yang digambar ketika ia masih kecil dengan menggunakan krayonnya.

Gambar-gambar abstrak itu membuatnya tersenyum tipis, lembaran demi lembaran gambar itu ia buka. Kenangan-kenangan lama terlintas dibenaknya. Dibawah nya terdapat bunga kering yang sepertinya sudah tersimpan lama serta mainannya dimasa lampau.

Dilaci keduanya ia buka, tampaklah sebuah kotak celengan terbuat dari kaleng, didepannya terdapat sebuah gembok yang harus dibuka dengam menggunakan kode, kode yang hanya ethan tahu seorang. Nomor-nomor itu ia geser hingga dapatlah tiga nomor 231, nomor acak yang ia buat semasa kecil untuk menjaga tabungannya itu, suara gerakan dari Gembok yang berhasil terbuka itu mengejutkannya. Kini ia dapat melepaskan gembok itu dari celengan kaleng yang ia pangku.

INTERWOVEN Where stories live. Discover now