"Hujan"

49 19 0
                                    

" bahkan hari secerah ini, diujung langit masih memberikan warna abu. Warna kesedihan bagiku. Langit yang cerah itu akan berubah jadi abu, lalu tak lama mencurahkan airnya." Kata amron. 

Sulfati memandang kaca kereta yang hampir memenuhi ruang kereta yang diisi mereka berdua. Ruang kereta bisnis yang mereka pesan sangat privasi dengan dilengkapi pintu kayu. Diatasnya mereka menaruh barang bawaan. Kini tempat duduk yang berhadapan itu hanya diisi oleh badan mereka.

Tempat yang sesuai dengan harga yang dibayar. Dibawah kaca besar itu terdapat kaca kecil yang dapat dibuka dan memberikan angin. Beberapa langkah kaki terdengar dari arah luar. Sesekali petugas mengetuk pintu untuk menawarkan camilan.

Terkadang juga suara hentakan lari anak-anak yang berlarian kesana kemari dengan tawa membuat kebisingan sesaat. Radio memutar lagu klasik dengan iringan alat musik yang membuat kantuk, pandangan sulfati tak luput dari jendela yang memancarkan pemandangan bukit-bukit hijau.

Disebelahnya ia meletakkan sisa potongan tiket kereta yang sudah dikopek oleh petugas, tanda jika tiket itu sudah valid. Ditiket itu bertuliskan khatulistiwa - batara - merapi. Tujuan kota yang mereka gaungi harus melewati 1 kota ditengahnya. Perjalanan kian panjang dan akan memakan waktu satu harian.

" Kalau kamu mengantuk tidur aja ron, kamu seperti tidak tidur. Matamu sayu dan badanmu terlihat lemas" ujar sulfati sambil menurunkan tas-nya lalu mengeluarkan selimut berbulu tebal berwarna abu.

" Pakai ini" ucapnya lalu memberikan selimut tebal itu ke amron yang sayup-sayup matanya mulai sayu. Kini ia meringkuk di kursi kereta yang panjang itu, dengan beralas lipatan jaket sebagai bantal, kini ia larut dalam gelapnya mimpi. Sulfati lalu duduk kembali, ia lalu membuka snack kacang berlapis tepung yang ia beli ditoko kelontong sebelum pergi.

Kacang itu bervariasi rasa, ia membeli semua varian untuk menemaninya diwaktu senggang didalam kereta. Satu persatu kacang ia tumpahkan kemulutnya lalu kacang tersebut tergeros oleh giginya. Di tasnya terdapat minuman vitamin c dengan botol gelas bertuliskan SheVit-C✓.

Disamping tempat duduknya terbaring novel yang sudah ia baca, terlihat dari tanda buku yang muncul dari atas buku tersebut ia lalu. Setelah usai ia memgemil, buku disebelahnya pun dijamah. Kata demi kata diurai menjadi kalimat yang memberikan informasi kepadanya. Isi buku itu menceritakan tentang kecurangan dunia. Kepalanya membungkuk menuju arah buku yang ia tempatkan di pahanya. Sesekali ia melihat keluar lalu ia melanjutkan membaca.

Dalam buku itu mempertanyakan bagaimana mungkin dunia mencurangi kehidupan manusia, apakah adil dunia mengatur kehidupan. Buku itu seperti memberikan kehidupan dari berbagai arah perspektif berbeda. Adapula yang mengatakan jika manusia itu egois. Menginginkan kehidupan yang hanya dia sendiri yang mengatur akan tetapi tetap dunialah yang mengatur. Lalu bagaimana mungkin manusia berpikir demikian.

Buku itu membuatnya pusing. Terkadang pemikiran manusia tidak dapat di gambarkan. Sulfati beberapa kali menguap kini ia sendiri tak tahan dengan kebosanan dan menuju ke dunia mimpi. Angin yang berhembus dari jendela kecil yang ia buka, menjadi alat sebagai penyelenggara sistem tidurnya. Kini ia bangkit lalu mengunci pintu kayu kereta tersebut.

Menepuk-nepuk kecil kursi berbusa nan panjang lalu melapisi dengan kain panjang, ia membuat jaketnya sebagai bantal lalu ia menyelonjorkan kakinya. Dihadapan nya dengan awan yang bergerak dari arah jendela, matanya mulai larut dalam perjalanan tersebut. Serat-serut matanya bergerak didalam tutupan kelopak mata, pikiran hanyut dalam imajinasi, kesadaran mulai memudar dan beralih ke alam fana tiada batas.

   

                                          *****

Seorang perempuan dengan rambut pendek berjalan dari gerbong ke gerbong, dengan pakaian crop top dan celana pendeknya membuat lekukan badannya yang indah itu terlihat, langkah kaki yang tegas ia hentakan dengan sepatu hak tingginya. Serba hitam bajunya membuat penampilannya tampak elegan. Tas rangkul dan tas cangking, hanya itu yang ia bawa. Tatapan matanya tajam seperti elang yang sedang mengintai, satu persatu gerbang ia lewati, seperti mencari sesuatu.

INTERWOVEN Where stories live. Discover now