Bab 33

12.1K 781 25
                                    


             Ghendis baru saja menyelesaikan huapan terakhir, matanya melirik piring nasi goreng yang masih banyak milik Ike. “Lo enggak makan?”

               Ike menggeram. “Lo mah ah enggak mau jawab!” tuduhnya.

               Ghendis mendesah dan berdiri sambil membawa piring kotornya. “Nasinya sayang, lo bekerl ya gue ambil misting lo.”

               Ike menggaruk rambutnya dan berdiri mengejar Ghendis yang sudah masuk ke dapur membuka kabinet. “Ih lo mah! Jadi lo cinta apa enggak sama bapak CEO terhormat itu?”

               Ghendis menutup pintu kabinet setelah mengambil misting berwarna ungu. “Gue bahkan belum pernah jatuh cinta, gimana gue bisa tahu.”

               “Lo...”

              “Udah cukup bicaranya, udah mau jam setengah delapan dan lo harus siap-siap berangkat.”

               Ike mnghela nafas tidak puas, namun ia tidak punya pilihan untuk mendesak karena ia harus berangkat ke kantor. Dengan setengah hati ia menyisir dan memberikan make up di wajahnya, setelah rapi ia berangkat kerja dengan mobilnya.

               Ghendis mendesah lega karena akhirnya ia sendiri di rumah. ia duduk lesehan di teras rumah kontrakan Ike menikmati pemandangan tukang bubur, nasi kuning, lontong kari yang hilir mudik di depan rumah. rasanya sudah lama tidak melihat pemandangan itu, mengingat rumah Hiro adalah kawasan elit yang bahkan warung saja tidak ada.

               Cinta... apa itu cinta?
            Ia tahu secara teori apa itu cinta. Sebagai pembaca cerita fiksi sungguh makna cinta adalah hal yang lumrah, tetapi sebagai pelaku yang mengalami... tidak.

                Sampai sekarang sulit rasanya menganggap Hiro sebagai kekasih. Di matanya, Hiro adalah Ayah Akira, pria yang sudah menikah. Mengingat masih ada foto Sakura tentu membuat Ghendis merasa gelisah.

                Cinta... cinta... ah... yang ia butuhkan hanyalah ide untuk kisah Yan! Pembaca sudah tidak sabar menanti dirinya menerbitkan bab pertama. 

              Dia butuh sharing, tapi dengan siapa? Ike? Ah pasti anak itu akan terus membicarakan Hiro.

               Si juara tiga? Tapi ia tidak punya nomor kontaknya.

              Ghendis meremas rambutnya frustasi. Matanya melihat gerobak gorengan, dengan cepat ia memanggil tukang dagang untuk membeli.

               Ia butuh asupan agar bisa berpikir lancar

....

               Hiro baru saja selesai meeting dan tengah dalam perjalanan untuk kembali ke rumah. keluarga besar Ryuzaki tengah berkumpul untuk menyambut kedatangannya.

                Salju di luar sudah semakin lebat, bahkan sampai menutup jalan. Supir nampak mempercepat mobil agar mereka tidak terjebak macet.
             Rumah utama sudah mulai ramai oleh sanak saudara. Semakin banyak orang, keamanan semakin ketat membuat Hiro nampak puas. Keselamatan keluarga Ryuzaki adalah paling utama. Baik di Jepan maupun di Indonesia, keluarga Ryuzaki sama sekali tidak diizinkan pergi tanpa pengawal. Karena perusahaan mereka yang mendunia membuat musuh semakin banyak menargetkan mereka.

                “Kamu sudah datang Hiro,” ucap Okaasan melihat Hiro yang baru saja masuk ke dalam. “Tanganmu begitu dingin, salju di luar semakin lebat. Ayo masuk dan hangatkan dirimu dengan teh ini.” 

Mrs 30Donde viven las historias. Descúbrelo ahora