Mahen beranjak berdiri, lalu melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar itu.

"Apa sosok itu beneran dia?" Tanya Amoza pada dirinya sendiri.

"Ravin? Suara tadi, mata tadi, dan bibir itu. Memang mirip dia." Ucapnya saat mengingat sosok misterius tadi.

"Ravin? Siapa dia?" Tanya Mahen yang tiba tiba datang dengan membawa sekantung plastik es ditangannya.

"Salah denger kali lo." Ucap Amoza.

Amoza masih belum yakin dengan kecurigaannya, ia masih harus menyelidikinya lagi sebelum memberi tahu kepada pria itu.

Amoza dengan cepat mencari alasan untuk mengalihkan pembicaraannya, ia mengambil kantung plastik itu dari tangan Mahen.

"Lama banget sih lo." Ucap Amoza sambil membuka bungkus es krim itu.

"Seberusaha apapun  kamu nutupinnya dari aku, aku bakalan cari tau siapa Ravin itu." Ucap Mahen sambil menatap Amoza dengan tatapannya yang serius.

"Terserah." Jawab Amoza, lalu memakan eskrim berbentuk upin ipin itu.

#####

Didalam ruangan yang begitu gelap dan hanya di cahayai dengan lilin lilin yang hampir habis, membuat ruangan itu tampak sangat seram.

"Kak, gagal lagi?" Tanya perempuan itu.

"Hampir aja Amoza jadi milik kakak, Mahen datang dan mengacaukan semuanya!" Ucap pria itu.

"Sebenernya kakak mau balas dendam ga sih? Kak inget, orangtua kita mati gara-gara orangtua mereka. Jangan karena kakak suka sama Amoza, kakak jadi lupa sama tujuan kita!" Ucap perempuan itu.

"STEFANI, APA SALAH KAKAK SUKA SAMA AMOZA? KAKAK GA PERNAH LUPA SAMA TUJUAN KAKAK, TAPI KAKAK JUGA INGIN MILIKI AMOZA." Ucap pria itu.

"Tapi harusnya, kakak dahului balas dendam kita, bukan cewek itu." Ucap Stefani yang membuat kakaknya itu memukul dinding dengan cukup keras.

"KAK RAVIN!" Sentak Stefani.

"Kak, kenapa sih?" Tanya Stefani.

"Balas dendam orangtua kita bukan hanya urusan kakak, kamu selama ini bantu apa? Ngga ada, semuanya kakak yang lakuin!" Ucap Ravin sambil terus menatap tajam adiknya itu.

Stefani yang melihat tatapan tajam Ravin langsung melangkahkan kakinya untuk mundur, ia sedikit menjauh dari pria itu.

"Aku udah berusaha kak, tapi aku selalu gagal gara gara Amoza." Ucap Stefani sambil menundukkan kepalanya.

Ia sudah tidak berani untuk menatap kakaknya, dengan tatapan yang seperti itu.

Stefani sangat takut dengan Ravin, yang menatapnya seperti tatapan hendak membunuh.

Tatapannya yang seperti itu pernah ia lihat saat Ravin melakukan pembunuhan kepada seseorang yang berani ikut campur dan melawannya.

"Kakak ampuni kamu." Ucap Ravin, yang membuat Stefani menghembuskan napas tenangnya.

Stefani mengontrol napasnya, lalu memberanikan diri untuk kembali menatap Ravin.

"Kamu pikirkan caranya." Ucap Ravin, lalu ia keluar dari dalam ruangan itu meninggalkan Stefani.

Stefani terduduk dilantai, sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia harus memikirkan cara yang bagus untuk membalas musuhnya itu.

#####

Amoza yang sangat kesal melempar barang-barang kearah Mahen yang kini terus menghindar.

Amoza terus saja melemparkan beberapa barang, ia tidak akan berhenti sebelum barang yang ia lempar mengenai sasarannya.

"Amoza aku minta maaf, aku ga maksud kayak gitu sama kamu za." Ucap Mahen membela diri.

"MAHENDRA, LO PIKIR GUE MAU APA HAH SEKAMAR SAMA LO." Ucap Amoza sambil melemparkan bantal kearah pria itu.

"Amoza aku cuman istirahat aja, tiduran doang kenapa kamu marah?" Ucap Mahen.

"PERLU GUE PENGGAL PALA LO, BIAR LO SADAR HAH?!" Ucap Amoza yang membuat Mahen menelan ludahnya.

"Nanti aku ga punya kepala, gimana mau sadar?" Ucap Mahen yang membuat Amoza tambah kesal.

"MAHENDRAAAAA, LO NGESELIN." Teriak Amoza.

"Lebih serem ini daripada harimau." Ucap pelan Mahen namun sedikit terdengar oleh Amoza.

"APA LO BILANG? LO BENERAN MAU GUE PENGGAL HAH?!"

"Ngga, ngga za maafin aku ya." Ucap Mahen.

Ternyata marah seorang gadis lebih seram, Mahen menarik napasnya, ia sudah cukup lelah terus menghindar dari barang-barang yang dilemparkan Amoza.

"Amoza, oke aku ga akan ngulang lagi. Jadi stop ya, jangan lempar lagi." Ucap Mahen sambil memohon.

"Takut dipenggal lo? Beresin." Ucap Amoza.

"Hah?"

"Hah, heh, hoh, gara gara lo kamar ini jadi berantakan." Ucap Amoza.

Mahen menarik napas panjangnya, ia hanya bisa mengangguk dan menuruti ucapannya.

Tangannya perlahan bergerak untuk merapikan barang-barang itu, walaupun sudah cukup lelah namun tetap ia lakukan.

"Gue bantuin." Ucap Amoza, yang membuat Mahen mengangkat sudut bibirnya membentuk senyuman.














°
°
°
°
°

Amoza (Transmigrasi)Место, где живут истории. Откройте их для себя