23

1.2K 50 7
                                    

Jalanan sedikit lengang siang ini, semilir angin sejuk membuat netra kelam itu terpejam, menikmati rasa sejuk yang menyapu dirinya di bangku taman sisi jalan raya. Ia menghela nafas panjang, kembali membuka netranya, menatap gadisnya yang duduk di sebelahnya sembari memainkan sebuah game.

Pikirannya kembali pada pertanyaannya saat di supermarket, perihal hubungan Bryna dengan Xiao. Xan hanya tidak ingin Bryna berhubungan dengan lelaki pengecut seperti Xiao. Walaupun tidak dipungkiri bahwa dirinya juga seorang pengecut pada masanya.

Gadis yang bersandar padanya ini belum menjawab pertanyaannya, tidak apa, mungkin memang belum siap, ia harus menerimanya. Walaupun, dalam lubuk hatinya ia berharap, Bryna segera menjauh dari Xiao.

"Hey, kamu melamun." Xan tersentak kala sebuah telapak tangan terkibas di hadapannya, ia menoleh pada Bryna.

"Sedang memikirkan apa?" Tanyanya penasaran, lantas lelaki itu menggeleng pelan.

"Tidak apa, hanya memikirkan hal tidak penting." Bryna menatap Xan ragu, membuat yang ditatap tersenyum lembut.

"Ada yang ingin dikatakan?" Sebuah gelengan kepala menjadi jawaban pertanyaan Xan, sebelum jemari lentik itu mulai menggenggam punggung tangannya.

Helaan nafas panjang dari Bryna membuat Xan bingung. "Aku, tidak menjalin hubungan serius dengan Xiao. Dia mungkin saja memang menyukai ku, tapi aku tidak. Hanya saja, jika memang aku menyudahi hubunganku dengannya, bukan berarti aku akan menjadi kekasihmu setelahnya. Aku butuh waktu, lagipula, kau tau aku tidak akan bisa lari darimu bukan?"

"Kalau memang seperti itu, kenapa tidak langsung saja? Kenapa harus menunggu? Aku, tidak bisa." Kalimat itu membuat Bryna terdiam.

Benar, kalimat Xan benar. Mengapa harus menunggu? Tapi, memang dirinya belum siap menjalin komitmen dengan lelaki di sebelahnya. Terlepas dari masalah masa lampau, ia masih menyimpan rasa sakit atas kejadian itu.

"Aku, tidak tau." Hanya jawaban itu yang mampu Bryna berikan.

Senyum tipis terpatri di wajah tampan itu, ia mengangguk paham. "Aku akan pulang, ke New York. Ingin ikut?"

Bryna spontan menoleh, menatap Xan yang juga menatapnya.

>>><<<

"APA?!"

teriakan melengking itu membuat yang baru saja berucap menutup telinga nya rapat-rapat. Ia menghela nafas panjang, sudah ia duga responnya akan seperti ini.

"Ayolah, orangtuaku saja mengizinkan ku untuk pergi pulang. Sedangkan kau? Ingin ikut juga?" Tanya Bryna.

Yin menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Mei, kau baru saja bertemu dengannya dua hari lalu. Dan sekarang? Kau akan ikut dengannya kembali ke New York? Astaga tuhan, dimana Mei yang aku kenal." Ia mengusap-usap dadanya, menahan emosi yang hampir membuncah.

"Aku tidak menetap, hanya mampir. Ada beberapa hal yang harus aku lihat, termasuk rumah lamaku. Aku dengar dulu mereka akan menggusur tempat itu, aku hanya akan melihat-lihat." Mendengar itu Yin terdiam, setelah itu mengangguk pasrah, lagipula ia tidak tega jika melarang sahabatnya untuk pergi kesana.

Pintu cafe berbunyi, sosok sahabatnya yang lain kembali masuk kedalam cafe. Mia tersenyum manis ke arah mereka, kemudian duduk dengan semangat diantara Bryna dan Yin.

"Halooo!!" Seru nya bersemangat. Membuat yang lain hanya tersenyum menatapnya.

Yin lantas menatap dua orang dibelakang Mia yang tidak lain adalah Hao dan Zhen. Helaan nafas dari Yin membuat yang lain menoleh, heran.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Long Awaited MeetingWhere stories live. Discover now