20

88 20 7
                                    

Malam ini Alvaro dan Kenzie tiba di rumah salah satu sahabatnya. Daren. Alvaro memencet bel beberapa kali, namun tidak ada sahutan. Hal itu membuat mereka berdua dilanda kebingungan.

"Daren?" Panggil Kenzie. Biasanya tidak pernah seperti ini. Pun kalau misalkan Daren sedang tidur, Ni Yem pasti ada keluar untuk membukakan pintu.

"Dobrak aja nggak sih? Gue nggak mau lama-lama di sini."

Alvaro mengangguk, menyetujui saran Kenzie. Ia mundur beberapa langkah sebelum dengan keras membanting-kan tubuhnya pada pintu yang terkunci.

BRUK!

Percobaan pertama tidak menghasilkan apapun. Pintu itu hanya bergetar ketika mendapat serangan dari Alvaro. Melihat Alvaro tidak mempunyai cukup tenaga untuk mendobrak pintu itu sendirian, Kenzie menepuk pundak sahabatnya, mereka berdua mundur dua langkah.

"Gue bantu. Dalam hitungan ketiga, kita dorong sama-sama. Satu, Dua, Tiga!"

BRUK!

Sudut bibir Alvaro dan Kenzie terangkat membentuk senyuman kala pintu akhirnya terbuka. Kenzie menyeka keringat di pelipisnya.

"Kita pasti bisa kalau bareng-bareng!" ujar Alvaro.

Pandangan mereka teralihkan pada sekitar ruangan yang sunyi seperti tidak berpenghuni. Merek berdua dengan perlahan memasuki rumah itu. Selangkah. Dua langkah. Keanehan terlihat jelas di setiap ruangan yang mereka masuki hingga di kamar Daren pun mereka tidak dapat menemukan keberadaan remaja laki-laki itu.

"Rumah kita."

Perkataan Alvaro membuat Kenzie terkejut. Ia dengan spontan mengalihkan pandangannya pada lelaki yang berdiri di depan cermin yang memantulkan setengah badan.

"Apa maksud lo?"

"Ada tulisan di cermin." Ucap Alvaro sambil menunjuk pada pantulan dirinya sendiri di cermin yang terletak di kamar Daren.

"Tulisannya mirip sama yang ada di sobekan kertas. Lo inget kan sama kata-kata, mau siapa lagi korban selanjutnya? Ini mirip banget! Daren juga ada nunjukin secarik kertas yang bertuliskan, Tidak bijaksana bermain api jika anda tidak dapat menahan panasnya."

"Terus, hal ini berkaitan dengan teror satu bulan lalu?"

"Mungkin aja, Ken! Gue takut Daren bakal jadi korban selanjutnya. Kita harus ke rumah itu sekarang!"

Alvaro melangkah keluar dari rumah Daren. Kenzie mengikutinya di belakang dengan wajah datar, bahkan bisa dibilang Kenzie santai-santai saja pada saat itu.

Mereka berdua masuk kembali ke dalam mobil dan melaju pergi menuju 'Rumah kita'.

###

Alvaro mengeluarkan kunci cadangan untuk membuka pintu, karena kunci utama di pegang oleh Daren.

Pintu terbuka. Mata mereka berdua terbelalak kaget melihat orang yang sedari tadi mereka cari ternyata sedang terbaring lemas di lantai ruang tamu.

"Daren!" Alvaro dan Kenzie mendekat ke arah Daren yang matanya hampir terpejam.

"Kok lo bisa kayak gini?" Kenzie panik, meletakkan kepala Daren di pangkuannya.

Nafas Daren terengah-engah, sulit untuk menjawab pertanyaan itu dan pasti juga susah bagaimana cara menjelaskannya.

Alvaro berlari ke kamar. Tak berselang lama, ia kembali dengan membawa inhaler.

TUJUH || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang