08

66 23 3
                                    

Tak terasa malam sudah berganti pagi. Membuat alarm yang sengaja di pasang itupun berdering nyaring di telinga sang pemilik.

Alvaro sontak membuka mata, tangannya meraba benda berbentuk katak yang berada di samping lampu tidur, di atas meja kecil bersebelahan dengan tempat tidurnya dan Alvaro mematikan dering alarm tersebut. Ia menguap sambil mengucek matanya, berusaha agar terbiasa dengan cahaya sinar matahari yang menembus masuk melewati gorden jendela tipis itu.

Alvaro mengerang pelan saat meregangkan otot-ototnya. Ia pun duduk dengan kaki bersila, matanya mengarah pada dan Alvaro langsung tercengang ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Alvaro segera bergegas turun dari tempat tidur dan langsung masuk ke dalam kamar mandi yang memang satu ruangan di kamarnya.

Alvaro menyalakan shower dan menggosok tubuhnya dengan sabun. Alvaro menggunakan waktu mandinya dengan cepat hingga sekitar 10 menit kemudian, ia keluar drngan mengenakan seragam lengkap.

Walau waktu sudah mendesak, Alvaro masih bisa menyempatkan waktunya untuk membuka ponsel. Saat ponsel sudah menyala, ia melihat satu notifikasi yang muncul di layar ponselnya dan membuat Alvaro ingin sekali membanting ponsel itu ketika ia membaca pesannya.

Hari ini sekolah diliburkan karena semua guru sedang menghadiri rapat di kota lain yang tidak memungkinkan siswa-siswi untuk belajar di sekolah. Jadi, kami sebagai guru berharap kepada siswa maupun siswi untuk belajar mandiri di rumah masing-masing. Gunakan waktu dengan melakukan hal positif. Sekian terimakasih.

"Kenapa baru sekarang ngasih kabar nya? Kalau dari kemarin kan gue bisa tidur sampai siang hari ini. Mana sekarang gue udah siap sedia lagi." ucap Alvaro menggeram dan reflek saja melemparkan ponselnya ke tempat tidur. Ponsel seperti tidak ada harganya jika berada di tangan Alvaro.

Alvaro menarik dasi nya frustasi, lalu mengganti seragam sekolahnya dengan T-shirt dan celana pendek.

Alvaro menghela nafas sebelum berjalan menuju jendela kamarnya dan menatap ke luar rumah. Suasana hatinya langsung berubah, yang tadinya kesal, sekarang ia sudah menjadi sedikit lebih tenang karena menikmati hembusan angin yang menyapu wajahnya melewati jendela kamar yang terbuka dan juga karena menyaksikan keindahan pemandangan taman, tak jauh dari samping rumahnya, di sisi jalan.n

Senyum mengembang di wajah Alvaro kala melihat banyaknya orang yang sedang bersantai di taman itu, padahal sekarang masih pagi. Di tengah keramaian orang yang lalu-lalang, entah itu  di trotoar maupun di sekitar taman. Netra Alvaro tak sengaja menangkap sesuatu aneh yang membuat senyumannya menghilang dan digantikan dengan kerutan dari, menandakan bahwa ia sedang kebingungan.

Di bawah sana, Alvaro melihat ada seorang lelaki sedang berjalan sambil menunduk dan samar-samar Alvaro dapat mengetahui jika lelaki itu sepertinya menunjukkan ekspresi cemberut dan kesal, dari caranya berjalanan yang sambil menendang bebatuan kecil. Alvaro jelas mengenali siapa lelaki yang berjalan  lamban itu. Dia adalah Daren, sahabat yang usianya tidak terlalu jauh darinya, sedikit lebih muda.

Daren yang sedang mengenakan seragam sekolah lengkap, hal itu jelas menimbulkan gelak tawa bagi Alvaro. Ia langsung bergegas keluar kamar, berlari menuju keluar rumah lalu membuka gerbang rumahnya dan pergi kearah trotoar.

Saat dirasa dirinya sudah cukup mendekati sahabatnya, Alvaro membungkuk dan meletakkan tangannya di kedua lutut, sebagai tumpuan ketika ia mencoba menetralkan pernafasannya.

Daren yang sadar jika ada yang menghalangi jalannya, dia pun langsung mendongak dan menemukan Alvaro yang menatapnya dengan ekspresi mengejek.

"Cie yang pergi sekolah. Rain banget," ujar Alvaro sambil menegakkan tubuhnya kembali.

"Berisik. Lagian kenapa juga baru sekarang di kasih info kalau sekolah libur?" Daren menyipitkan mata dan berdecik kesal.

"Lah? Lo yang kenapa jalan kaki? Mana motor lo?"

"Motor gue masuk rumah sakit karen kehujanan kemarin."

"Rumah sakit?" Beo Alvaro dengan polos.

"Bengkel, blek!" Daren menyentil dahi Alvaro dengan pelan yang membuat lelaki itu terkekeh geli.

"Kalau gitu, ayok mampir ke rumah gue dulu. Kita bisa ngobrol-ngobrol ringan." Ajak Alvaro yang lalu merangkul pundak Daren dan mereka berdua berjalan menuju rumah Alvaro.

Tibalah kedua lelaki bertubuh sama rata itu menginjakkan kaki, masuk ke dalam rumah dan menuju ruang tamu. Daren mendudukkan diri di sofa sambil menaruh tas disebelahnya juga.

Alvaro menatap Daren yang terduduk lemas di sofa. "Lo haus nggak? Biar gue buatin minuman."

Mata Daren sayu dan dia menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Asal jangan yang panas-panas aja ya, Al, nanti tambah gerah gue nya," ucap Daren dengan suara pelan.

"Untung tamu adalah raja, kalau nggak, lo yang gue suruh bikin minuman." Alvaro memutar matanya malas.

"Oh ya udah kalau gitu, gue pulang aja.

Daren mengambil tas miliknya lalu berdiri dan melangkah menuju pintu.

Alvaro tersentak kaget dengan perubahan sikap Daren. Biasanya anak itu sama sekali tidak pernah tersinggung dengan perkataan apapun yang menyinggung nya. Tapi sekarang, kenapa? Sudahlah, Alvaro menganggap jika Daren hanya kelelahan dan membuat suasana hatinya menjadi buruk.

"Eh! Gue bercanda!" Alvaro dengan sigap menarik lengan Daren hingga Sabahat nya itu termundur kearahnya.

"Aku tersinggung sama ucapan kamu! Aku ngambek pokoknya!" Daren menghentakkan sebelah kakinya ke lantai, sambil memasang ekspresi cemberut dengan bibir yang dimajukan.

"JIJIK!" Alvaro segera melepaskan lengan Daren dan ia mundur dari sahabatnya.

"Sialan. Gue pulang aja."

"Gue bercanda!" ucap Alvaro lagi, takut jika perkataan yang kedua kalinya itu kembali membuat Daren marah.

"Nggak. Bukan salah lo." Daren tersenyum tipis.

"Terus, kenapa lo pengen pulang cepat banget?"

Daren terdiam kaku, kala mendengar pertanyaan tersebut sampai ke telinganya. Dia berdeham beberapa kali, bingung ingin menjawab apa kepada Alvaro.

Akhirnya, Daren memutuskan untuk bercerita kepada Alvaro tentang apa yang ia alami dan kenapa dirinya ingin langsung pulang secepat mungkin.

"Jadi gini, kita duduk dulu, ya?"

Alvaro dan Daren duduk bersampingan di sofa. Daren menunduk, menghela nafasnya sebelum bercerita.

"Lo ingat cerita Rafka di teror sama laki-laki berjaket hitam nggak?"

"Ingat. Kenapa emangnya?"

"Gue tadi malam mimpi di datangi sama laki-laki itu, pakaian yang di pakainya juga persis sama apa yang di ceritain si Rafka, makanya gue pengen pulang cepat biar bisa menenangkan diri."

"Celana jeans, jaket hitam milik Narel?"

"Iya. Terus, gue mikir dong. Apa Narel balas dendam ke gue ya?"

Daren mengangkat kepalanya dan menoleh kesamping kanan untuk menatap Alvaro dengan senyuman yang tersungging di kedua sudut bibirnya. Mereka saling bertukar pandang. Hal itu bukannya membuat Alvaro kebingungan dengan perkataan Daren, ia justru jadi tertawa dengan nada meremehkan dan disertai dengan seringai serigala.





Ada apa dengan semua ini?

TUJUH || ENDWhere stories live. Discover now