Kenneth juga memerhatikan ekspresi dari Assena. Balita laki-laki itu menampakkan raut yang kalem dan tatapan polos, tidak terlihat ketakutan akan suasana lingkungan baru.

Ruang kerja Atmaja cukup bersahabat.

Lantas dibawa sosok kecil Assena tuk duduk di sofa panjang untuk tahu bagaimana reaksi sang bocah, apakah menolak atau menurut.

"Nah, Sena diam di sini sebentar. Uncle mau diskusi dengan rekan bisnis Uncle."

Assena segera mengubah tatapan, dirinya ditunjukkan sorot bingung. Mungkin tidak bisa paham ucapan yang baru dirinya sampaikan.

Harus dipakai kalimat lebih sederhana.

"Uncle mau ngomong sama bapak itu," ujar Kenneth seraya menunjuk kawannya.

Reaksi Assena hanya anggukan pelan.

"Nah, Sena mau diam di sini sebentar kan? Uncle nggak akan lama ngomongnya."

Balita laki-laki itu kembali mengangguk, tanda sudah mengerti apa permintaannya.

Sebagai penenang andalan, Kenneth lekas memberikan lolipop pada Assena.

Makanan ini sangat ampuh untuk membuat si bocah anteng selama beberapa menit.

Assena pun meloloskan tawa senang dengan mata yang semakin berbinar. Permen sudah diambil oleh balita laki-laki itu.

"Terima kasih, Uncle!"

"Sama-sama, Sena Ganteng." Kenneth buat ucapannya teralun selembut mungkin. Ia pun mengusap-usap halus rambut Assena seraya bangun dari posisinya tengah berlutut.

Tak boleh dibuang waktu lebih banyak lagi.

Segera dihampiri Atmaja yang tak bergerak dari kursi kebesarannya, walau atensi sang sahabat tertuju bukan padanya, melainkan ke sosok Assena.

Semacam ada ikatan batin terjadi?

"Kenapa muka lo kusut? Kripto yang lo pegang jatuh?" Kenneth berusaha memancing, upaya memulai aksi menggali informasinya.

Atmaja tidak menjawab, hanya memandangnya dengan tajam.

Namun kemarahan seperti tak ditujukan untuknya.

"Berapa ratus juta lo rugi?" Kenneth masih terus mencoba menghadirkan percakapan di antara mereka.

"Jalang itu muncul lagi."

Kalimat tanya hendak diluncurkan batal terlontar karena ucapan sahabatnya.

Kenneth tahu siapa yang dimaksud, tanpa harus bertanya lagi.

Intuisi Regina ternyata tepat sasaran.

Kini, hanya perlu lebih banyak didapatkan informasi.

"Ketemu dia di mana?" Kenneth merasa pertanyaannya sudah menjurus.

Atmaja tidak segera memberi keterangan, padahal ia kian penasaran.

"Lo ketemu dia di mana?" Diulangi kembali pertanyaan.

"Jalang itu ada di rumah."

"Dia akan gue bunuh."

Kenneth seketika tak enak hati mendengar jawaban sang sahabat. Ia menolehkan kepala ke sosok kecil Assena, berharap balita itu tidak mendengarnya.

Sang bocah masih asyik memakan lolipop.

"Lo mau bunuh dia?" Kenneth memastikan apa yang didengar tak salah.

Atmaja hanya mengangguk kecil, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Harus segera diberi tahu Regina agar mereka bisa menyelamatkan Sayana.

"Gue ke toilet bentar."

"Gue titip Sena dulu." Kenneth menunjuk sosok kecil Assena yang tetap anteng makan lolipop.

Setelah sang sahabat mengiyakan dengan anggukan pelan, Kenneth bergegas keluar untuk menelepon Regina, memberi tahu semuanya.

Di sisi lain ruangan, Atmaja tampak bangun dari kursinya, berjalan ke arah sofa, ingin mendekati balita laki-laki yang sejak tadi berhasil mencuri perhatiannya.

Atmaja mengambil posisi duduk di samping bocah itu.

"Hallo, Bapak!"

Senyum Atmaja seketika mengembang.

"Halo juga ...." Tak diingat nama balita laki-laki ini, padahal Kenneth sudah menyebutkan tadi.

"Assena Kesnapati."

"Nama kamu Assena Kesnapati, Nak?" Atmaja menanggapi dengan cepat.

"Iya, Bapak. Assena Kesnapati."

Suara sang balita sangat lucu, apalagi ekspresinya.

"Bapak, boleh minta air? Sena haus."

..............................................................................

Bisa yok bisa 50 vote untuk part selanjutnya. Ditunggu komennya jugaa.

Mantan Suami AntagonisWhere stories live. Discover now