46 || Tragedi

100 3 0
                                    

Sebulan sudah berlalu. Kehidupan terus berubah dengan personal diri yang ikut menyesuaikan. Banyak hal yang dilewati, kesedihan, senang bahkan kehancuran adalah sebagian dari proses hidup itu sendiri. Banyak orang yang sudah belajar dari yang lalu, waktu terus berputar dan sebagian manusia masih ada saja yang belum membenahi dirinya.

Ancala, Javas, Maelynn dan Amara sedang berkumpul di kafe Daisy. Kafe baru yang berada di tengah kota, menyita perhatian banyak kalangan hingga tak sedikit pengunjung datang untuk sekedar berbincang. Kafe Daisy mengusung tema hutan. Terasa sejuk saat memasuki kafe bernuansa alam tersebut.

Mereka sedang sibuk mencari universitas ternama, kecuali Amara. Gadis itu masih dengan keputusan yang sama, ingin bekerja terlebih dulu. Sementara ketiganya memilih berkuliah sesuai waktunya.

"Kita kenapa nggak masuk ke univ Bastala aja, sih?" Usul Ancala sambil fokus memakan ice cream.

Javas mengalihkan pandangannya dari laptop guna melirik Ancala sekilas. "Cari suasana baru, Ca. Lo lupa sekolah kita kan punya kenangan buruk. Masa lo mau menyematkan nama Bastala di almet lo nanti."

"Loh, itu kan masa lalu. Lagian itu di SMA bukan di Universitasnya."

Maelynn berdecak. "Gila lo, Ca! Sampai detik ini aja nama Adelia masih menjadi trending nomor satu di akun Bastala. Karena foto-foto nggak senonoh dia tersebar."

"Gue masih nggak nyangka. Kejadian itu udah sebulan yang lalu, tapi berasa baru kemarin anjir." Komentar Javas.

"Lo nggak nyangka apalagi gue yang udah sahabatan sama Adel sejak kelas satu?" Ujar Maelynn.

"Untungnya kejadian itu setelah ujian, tapi emang bikin momen yang sangat membekas, sih." Ucap Ancala. "Apalagi pas hari kelulusan waktu itu."

"Udah jangan dibahas lagi," Amara mulai bersuara.

"Kasihan Adel nanti kupingnya keluar api." Timpal Ancala.

"Apa kabar, Zein ya di Singapore?" Tambah Ancala.

Javas menjentikkan jarinya, "baru mau bahas manusia itu. Kayanya dia bahagia, gue lihat di sosial medianya selalu update hal-hal positif."

Maelynn mengangguk. "Bagus lah. Seenggaknya dia udah move on dari Adel."

"Lo masih marah sama Adel, Mae?" Amara yang mengingat ucapan Maelynn tempo lalu kembali bertanya. Pasalnya, dirinya tidak sepenuhnya marah dengan Adel. Bahkan sejak kemarin ia ingin sekali mengunjungi Adel, tetapi selalu ditahan bahkan dilarang oleh Maelynn untuk bertemu Adel.

"Jelas masih." Jawab Maelynn sedikit ketus.

"Kapan mau maafin dia, Mae? Kasihan tau."

"Lo aja yang maafin dia, gue sih belum. Kalau lo mau ke rumahnya juga nggak apa-apa, gue udah nggak larang lagi." Final Maelynn.

"Lo berdua beneran musuhin Adel?" Tanya Ancala heran.

"Emang lo nggak kesel sama tingkah Adel?" Maelynn berbalik tanya.

"Bu-bukan gitu. Kesal pastinya, tapi gue nggak berpikir bakal musuhin dia."

"Gue nggak musuhin Adel, tapi jadi kurang respect aja sekarang." Timpal Javas yang dianggukan oleh Ancala.

"Bagaimana pun gue nggak rela sahabat gue dipermainkan."

"Tetap aja kalian benci sama Adel. Nggak musuhin tapi nggak berteman, gimana ceritanya coba?" Ujar Amara.

"Lupain aja, Mar. Sekarang gue pusing mikirin kuliah. Jangan bawa-bawa nama Adel dulu, deh." Ucap Maelynn sinis.

"Amara nanti kita satu univ, fakultas dan prodi, ya?" Javas menaiki turunkan alis setelah berkata demikian. Ia berusaha mencairkan suasana yang sempat tegang sesaat.

STEP [LOVE] BROTHERWhere stories live. Discover now