23 | Masalah, lagi

490 9 3
                                    

Tamparan keras mendarat di pipi Gallan. Dengan air mata yang terus mengalir, Adel menatap Gallan dengan penuh amara. Ia tak habis pikir tentang apa yang sudah terjadi semalam bersama lelaki itu. Semua hal pahit menyatu dalam kepalanya yang membuatnya semakin menjadi.

"Sialan! Selama ini gue diam, ya! Kenapa lo bisa lakuin lebih dari ini, Gall?!" Teriak Adel.

Gallan masih terdiam di tempatnya. Ia menatap lurus ke arah Adel yang berdiri di hadapannya. Lelaki itu masih telanjang dada dengan selimut yang membalut hingga pinggangnya. Tamparan Adel barusan tak membuat lelaki itu mengubah posisinya.

Kejadian semalam memang begitu cepat bagi Gallan meski ia tahu hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tidak bisa menahan hasratnya terlebih lagi Adel yang perlahan memaksanya untuk menyentuh gadis itu.

"Lo bisa lupa sama kejadian semalam? Itu karena lo mabuk berat." Balas Gallan tenang.

"Tapi nggak sampai sejauh ini, Gall!!! Kalau gue--" Adel melirik pintu kamarnya sesaat sebelum melanjutkan, ia takut jika ada yang mendengar. "--kalau gue hamil gimana?!" Lanjutnya dengan nada suara yang di pelankan.

Masih dengan ekspresi santainya, Gallan mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada kepala ranjang.

"Gue akan tanggung jawab."

Adel berdecak, ia melangkah mundar-mandir dengan gelisah, "Nggak semudah itu. Kalau orang tua kita tau gimana?! Lo bener-bener gila, Gall!"

"Lo yang gila, Del. Jelas-jelas lo yang mau. Kenapa jadi gue yang di salahin?" Gallan mulai tersulut emosi, meski mimik wajahnya masih menunjukkan ekspresi tenang.

Adel berdiam di dekat jendela kamarnya. Hening menyelimuti mereka hingga suara ketukan pintu membuat retensi keduanya teralihkan.

"Adel! Kamu di dalam, Nak? Kamu nggak sekolah? Udah jam berapa ini." Suara Evi membuat tubuh Adel gemetar detik itu juga. Ia mencoba mengatur napasnya, menghapus sisa air matanya, lalu membuka pintu kamarnya sedikit.

"Kamu sakit?" Tanya Evi saat melihat wajah Adel yang sembab.

Adel menggeleng, "Adel baru bangun. Adel mau siap-siap dulu, Mah."

Baru saja Adel ingin menutup pintunya, Evi menahannya, "Kamu liat Gallan? Pagi-pagi dia udah nggak ada."

Mendadak tubuh Adel menegang, namun ia berusaha untuk tetap tenang, "Mungkin udah berangkat kuliah."

"Tumben nggak bareng kamu."

"Nggak tau. Adel juga nggak masalah kalau sendiri."

Evi mengangguk kemudian, "Yaudah. Sarapan udah di buat sama mbok Imah. Mama mau berangkat dulu, ya. Mau ketemu temen mama."

Adel membalas dengan anggukkan. Kemudian sosok Evi berlalu dari hadapan gadis itu.

Adel membalikkan badan setelah pintu kamarnya tertutup. Ia tak munafik jika daerah kewanitaannya saat ini masij terasa perih. Dengan kesal yang masih menjalar di tubuhnya, Adel berjalan melewati Gallan yang masih di posisinya.

Ia mengambil handuk dan langsung bergegas mandi. Tak peduli panggilan Gallan yang menyuruhnya untuk tidak masuk ke sekolah dulu.

••••••••
.
.
.

Setelah siap, Adel bergegas keluar kamar. Setelah mandi ia tak melihat sosok Gallan di ranjangnya. Pikirannya mulai bercabang saat ini. Kedua mata Adel memejam, seakan ia masih bisa merasakan sensasi semalam bersama Gallan meski ia tak ingat sepenuhnya.

"Apa iya gue yang mulai?"

Adel masih mengingat-ingat. Ia memang terlihat nakal jika sudah mabuk. Tak peduli bagaimana dirinya, terpenting keinginannya sudah terpenuhi itu cukup membuat keadaan Adel lebih baik.

STEP [LOVE] BROTHER-END-Место, где живут истории. Откройте их для себя